PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) / IPC membukukan laba bersih sebesar Rp. 757,9 miliar rupiah pada kuartal pertama 2019. Pencapaian itu melonjak 24,9 persen dibandingkan laba bersih kuartal yang sama tahun 2018.
“Peningkatan laba bersih itu terkait dengan efisiensi operasional yang kami lakukan. Ini juga dampak dari digitalisasi semua pelayanan IPC,” kata Direktur Utama IPC, Elvyn G. Masassya, di Jakarta, Kamis (25/4).
Elvyn menjelaskan, sepanjang kuartal pertama 2019, IPC berhasil menekan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) sebesar 2,37 persen. Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) IPC, BOPO diproyeksikan sebesar 69,12 persen.
“Namun dalam realisasinya kami bisa menekan biaya operasional terhadap pendapatan operasional menjadi sebesar 67,48 persen,” ungkap Elvyn.
Elvyn menjelaskan, sebagai pengelola pelabuhan kelas dunia, IPC berkomitmen untuk terus melakukan efisiensi agar seluruh pelayanan dan operasionalnya memiliki daya saing yang tinggi. Efisiensi ini pada akhirnya akan menguntungkan konsumen.
“Prinsip kami adalah bagaimana memberikan pelayanan kepelabuhanan yang lebih cepat dan lebih mudah,’ katanya.
Di era ini, lanjut Elvyn, IPC terus bertransformasi menjadi trade facilitator. Sebagai pintu gerbang aktivitas ekspor-impor, IPC turut berperan menjadikan produk-produk di dalam negeri memiliki daya saing yang tinggi di luar negeri. Oleh karena itu positioning IPC sebagai trade facilitator menjadi penting.
Dalam konteks sebagai trade facilitator, saat ini IPC sedang mengembangkan New Priok Eastern Access (NPEA) yang menghubungkan Priok dengan Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Pembangunan akses jalan di bagian timur pelabuhan tersebut sudah mencapai 60 persen.
“Kami berharap tahun ini bisa selesai, sehingga akses jalan tersebut akan memperlancar arus keluar masuk barang dari KBN ke pelabuhan dan dermaga-dermaga di Tanjung Priok,” katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
“Peningkatan laba bersih itu terkait dengan efisiensi operasional yang kami lakukan. Ini juga dampak dari digitalisasi semua pelayanan IPC,” kata Direktur Utama IPC, Elvyn G. Masassya, di Jakarta, Kamis (25/4).
Elvyn menjelaskan, sepanjang kuartal pertama 2019, IPC berhasil menekan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) sebesar 2,37 persen. Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) IPC, BOPO diproyeksikan sebesar 69,12 persen.
“Namun dalam realisasinya kami bisa menekan biaya operasional terhadap pendapatan operasional menjadi sebesar 67,48 persen,” ungkap Elvyn.
Elvyn menjelaskan, sebagai pengelola pelabuhan kelas dunia, IPC berkomitmen untuk terus melakukan efisiensi agar seluruh pelayanan dan operasionalnya memiliki daya saing yang tinggi. Efisiensi ini pada akhirnya akan menguntungkan konsumen.
“Prinsip kami adalah bagaimana memberikan pelayanan kepelabuhanan yang lebih cepat dan lebih mudah,’ katanya.
Di era ini, lanjut Elvyn, IPC terus bertransformasi menjadi trade facilitator. Sebagai pintu gerbang aktivitas ekspor-impor, IPC turut berperan menjadikan produk-produk di dalam negeri memiliki daya saing yang tinggi di luar negeri. Oleh karena itu positioning IPC sebagai trade facilitator menjadi penting.
Dalam konteks sebagai trade facilitator, saat ini IPC sedang mengembangkan New Priok Eastern Access (NPEA) yang menghubungkan Priok dengan Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Pembangunan akses jalan di bagian timur pelabuhan tersebut sudah mencapai 60 persen.
“Kami berharap tahun ini bisa selesai, sehingga akses jalan tersebut akan memperlancar arus keluar masuk barang dari KBN ke pelabuhan dan dermaga-dermaga di Tanjung Priok,” katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019