Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengingatkan agar guru dan pimpinan sekolah meningkatkan kemampuan untuk selalu sigap, tangkas, dan profesional dalam menghadapi peristiwa seperti dalam kasus perkelahian yang melibatkan para pelajar SMP dan SMA di Kota Pontianak yang kemudian viral di media sosial.

"Kita hanya bisa melakukan pencegahan semaksimal mungkin, tetapi tidak bisa memastikan bahwa kasus ini akan selesai 100 persen," kata Mendikbud, seusai memberikan pengarahan kepada para kepala sekolah, guru, dan para orang tua pelajar, di Pontianak, Kamis (11/4).

Kehadiran Mendikbud di Pontianak guna melihat para pelajar SMP dan SMA yang terkait kasus perkelahian dan menjenguk korban yang hingga kini masih dirawat di rumah sakit.

Mendikbud juga melakukan pertemuan tertutup bersama Kapolresta Pontianak Kombes (Pol) Muhammad Anwar Nasir serta kepala sekolah yang pelajarnya terkait kasus perkelahian tersebut.

Sementara kepada media, Muhadjir menyatakan, dalam konteks pencegahan, sebetulnya usia anak pelajar SMP dan SMA awal itu tergolong masa-masa pubertas. Dan memang biasanya wilayah umur tersebut ada siswa yang mengalami krisis kepribadian yang kemudian melakukan perilaku yang menyimpang.

"Karena itu, sudah menjadi bagian agenda semua guru profesional untuk selalu siap menghadapi situasi yang emergency seperti kasus ini," katanya menjelaskan.

Tetapi yang terpenting, menurut dia, adalah bagaimana meningkatkan kemampuan guru, kemampuan pimpinan sekolah untuk selalu sigap, tangkas, dan profesional, ketika menghadapi peristiwa-peristiwa seperti itu.

Dia juga mengimbau agar para guru semakin profesional menggunakan semua pengetahuan dan keahlian yang didapatkan selama menempuh pendidikan guru. Dan ilmu-ilmu itu sudah dimiliki para guru, seperti ilmu jiwa perkembangan, ilmu sosiologi pendidikan, konseling sekolah.

"Itu semua ilmunya. Tinggal bagaimana menerapkannya untuk melaksanakan, melakukan tindakan, kalau ada kejadian seperti sekarang ini," kata dia lagi.

Sementara mengenai pembatasan penggunaan dan akses ke media sosial, Mendikbud menyatakan tidak bisa sejauh itu karena menjadi kewenangan masing-masing satuan pendidikan. "Silakan saja kalau ada sekolah yang bersama-sama orang tua melalui komite sekolah memutuskan misalnya tidak boleh ada anak yang membawa hp. Terserah," katanya lagi.

Tetapi kalau ada yang juga membebaskan atau bahkan sudah mulai menggunakan media elektronik, media digital untuk proses belajar mengajar, disilakan saja. "Tetapi yang penting bagaimana digunakan secara arif dan dalam kendali dan pengawasan pihak sekolah," imbuhnya.

Sementara terkait status tersangka kepada tiga pelajar pelaku perkelahian, Menteri Muhadjir menyatakan hal itu sudah menjadi kewenangan pihak kepolisian dan para pihak terkait diharapkan dapat sabar menunggu.

"Saya tidak ingin terlibat kepada hal yang sifatnya substantif dari materi masalah. Saya hanya bertanggung jawab dan memperhatikan dari aspek pendidikannya, baik kepada pihak yang menjadi korban maupun pihak yang diduga sebagai pelaku, termasuk orang yang sebetulnya tidak tahu menahu tetapi disangkutpautkan dengan perkara ini," katanya lagi.

Ia juga menekankan agar para pelajar tersebut tetap mendapatkan kesempatan untuk memperoleh hak melanjutkan pendidikannya, karena dengan adanya kejadian tersebut, tidak boleh sampai merampas peluang mereka meraih masa depan. "Menjadi orang yang berguna yang memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya," kata Mendikbud.

Kepala sekolah SMA BU, Tri Hartati Alwi menyatakan salah satu muridnya yang terkait perkelahian tersebut hingga kini masih bersekolah. "Kami tidak akan membebani anak ini dengan masalah lainnya. Saat ini saja ia sudah terbebani. Kita mengharapkan yang terbaik untuknya," katanya.

Dalam kesehariannya, pelajar tersebut sesungguhnya anak yang baik dan prestasinya pada semester ini bagus. "Malahan prestasinya naik. Saat ini masuk duduk di kelas 11," kata guru tersebut. (*)

Pewarta: Nurul Hayat

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019