Jumlah pohon sonokeling di sepanjang ruang milik jalan (rumija) jalur Tulungagung-Trenggalek dan Tulungagung-Blitar yang hilang dibalam mencapai 91 batang, bertambah dibanding temuan sebelumnya yang sempat diidentifikasi hanya sembilan pohon.

"Berdasar survei awal ada 91 titik bekas tebangan sonokeling di sepanjang rumija Tulungagung-Trenggalek dan Tulungagung-Blitar, yang nanti hari Selasa (9/4) akan dilakukan survei bersama dengan penanggung jawab jalan nasional itu, untuk kemudian dijadikan sebagai BAP (berita acara pemeriksaan)," kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Dewi Putriatni dikonfirmasi usai rapat evaluasi, Jumat.

Fakta itu terungkap setelah rapat evaluasi bersama yang digelar Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur bersama instansi terkait, seperti Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA), Dinas PU-Binamarga Jatim. Balai Besar Pemeliharaan Jalan Nasional (BBPJN) 8, Badan Lingkungan Hidup Tulungagung, LSM PPLH Mangkubumi dan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan Jatim di Surabaya.

Hasil rapat evaluasi dengan pihak BBPJN maupun BBKSDA, Dewi memastikan penebangan 91 pohon sonokeling di rumija jalan nasional Tulungagung-Trenggalek dan Tulungagung-Blitar itu dilakukan tanpa izin.

Apabila hasil investigasi bersama ditemukan indikasi tindak pidana, Dewi memastikan tim gabungan yang diwakili BBPJN 8 selaku penanggung jawab rumija Tulungagung-Trenggalek dan Tulungagung-Blitar untuk melaporkan kasus itu ke pihak berwajib, bisa ke kepolisian atau Balai Gakkum.

"Kami juga belum tahu penebangan ini ujungnya sampai kemana. Ini masih selidiki dulu. Apakah ditimbun di satu tempat yang tersembunyi atau dimana kita belum tahu. Masih akan dicari data dan informasinya lebih lanjut," katanya.

Dengan begitu, Dewi belum bisa menyimpulkan apakah akan ada sanksi atau tindakan hukum terhadap penadah kayu sonokeling hasil pembalakan tersebut.

Dewi mengakui kasus pembalakan puluhan pohon sonokeling berdiameter di atas 30 centimeter hingga 1 meter di Tulungagung, Trenggalek dan Blitar adalah temuan baru.

Pihak BBPJN selaku penanggung jawab rumija juga belum memahami betul aturan dan prosedur penanganan pohon perdu di jalur hijau yang masuk kategori appendix II, dimana penebangan, pengangkutan dan pemanfaatannya untuk industri harus disertai dokumen-dokumen tertentu untuk mengontrol eksploitasi tanaman yang bernilai jual puluhan juta per batang tersebut.

"Ke depan, kami akan proaktif melakukan sosialisasi ke pihak-pihak terkait, seperti BBPJN dan sebagainya bahwa pohon sonokeling ini kan masuk kategori appendix II cites, penanganannya harus melalui prosedur yang benar dan legal," katanya.

Direktur LPLH Mangkubumi yang juga Ketua Pokja JPIK Jatim M Ichwan Mustofa menduga aktivitas penebangan sonokeling di kawasan rumija itu disengaja oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perawatan tanaman di kawasan rumija, dengan melibatkan oknum yang terkait dengan kewenangan di wilayah pengelolaan kawasan rumija.

Menurut Ichwan, pembalakan kayu sonokeling di kawasan rumija ini sudah menimbulkan unsur kerugian negara.

“Jika warga memangkasi cabang dan ranting kayu jati di kawasan hutan saja bisa berefek hukum pidana, maka penebangan pohon sonokeling oleh oknum tertentu di kawasan rumija jalan nasional yang notabene tanah milik negara juga harus berlaku penindakan yang setara,” katanya.

Apalagi tanaman sonokeling yang hilang sudah mencapai 91 batang lebih, dengan rincian 80 titik diidentifikasi sebagai tebangan baru dan 11 lainnya tebangan lama.

"Kami mendorong untuk tata kelola kayu di Jatim, kami sekali lagi mendorong Gubernur Jatim untuk segera membuat regulasi terkait penebangan kayu di jalan nasional. Jangan sampai tanaman kayu yang tumbuh di jalan nasional tapi kemudian bergeser ke industri dan untuk komersial, tanpa ada prosedur yang bisa dibenarkan legalitasnya," kata Ichwan.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019