Partai Bulan Bintang (PBB) mengingatkan peristiwa 69 tahun lalu terkait "Mosi Integral Natsir" yang nyaris terlupakan, yakni saat itu Belanda membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) dan berpotensi memecah belah Indonesia, namun mampu disatukan kembali melalui mosi tersebut.
"Sebagai penerus cita-cita Natsir, PBB berkewajiban mengingatkan kembali peristiwa monumental itu bahwa pernah tercatat dalam tinta emas sejarah, bangsa ini nyaris tercabik-cabik dalam negara-negara bagian atau federasi," kata Dewan Penasihat PBB Surabaya Tom Mas'udi dalam keterangan persnya di Surabaya, Selasa.
Hal itu dikatakan Tom terkait adanya beberapa isu menjelang Pemilu 2019 yang berusaha memecah belah bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dia menyerukan agar seluruh elemen bangsa mengambil sikap untuk tidak melupakan sejarah.
"Muhammad Natsir selaku pendiri Dewan Dakwah adalah Pahlawan Nasional yang istiqamah. "Hidupnya, seluruh jiwa raga, harta bendanya dikorbankan untuk agama dan negara," ujarnya.
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jatim, KH Sudarno Hadi mengatakan hal yang sama, bahwa peristiwa bersejarah itu terjadi pada tanggal 3 April 1950, dan di dalam sidang parlemen Muhammad Natsir sebagai Ketua Fraksi Partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) mengambil langkah tepat yang tetap dalam kutuhan NKRI.
"NKRI bukanlah terminologi maupun barang baru seperti yang digembar-gemborkan saat ini. NKRI itu cita-cita luhur umat dan bangsa, arsiteknya adalah aktifis Islam, Perdana Menteri dan negarawan yang bernama M. Natsir. Maka janganlah membawa NKRI, tanpa melibatkan umat Islam," katanya.
Mantan anggota DPRD Jatim dari PBB, KH Tamat Anshory Ismail menegaskan NKRI adalah harga mati sejak tahun 1950, dan sudah dideklarasikan dan disahkan secara konstitusional tanggal 16 Agustus 1950.
"Artinya, umat Islam merupakan arsitek NKRI, jadi jauh panggang dari api jika arsitek akan merusak bangunan NKRI itu sendiri," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Sebagai penerus cita-cita Natsir, PBB berkewajiban mengingatkan kembali peristiwa monumental itu bahwa pernah tercatat dalam tinta emas sejarah, bangsa ini nyaris tercabik-cabik dalam negara-negara bagian atau federasi," kata Dewan Penasihat PBB Surabaya Tom Mas'udi dalam keterangan persnya di Surabaya, Selasa.
Hal itu dikatakan Tom terkait adanya beberapa isu menjelang Pemilu 2019 yang berusaha memecah belah bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dia menyerukan agar seluruh elemen bangsa mengambil sikap untuk tidak melupakan sejarah.
"Muhammad Natsir selaku pendiri Dewan Dakwah adalah Pahlawan Nasional yang istiqamah. "Hidupnya, seluruh jiwa raga, harta bendanya dikorbankan untuk agama dan negara," ujarnya.
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jatim, KH Sudarno Hadi mengatakan hal yang sama, bahwa peristiwa bersejarah itu terjadi pada tanggal 3 April 1950, dan di dalam sidang parlemen Muhammad Natsir sebagai Ketua Fraksi Partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) mengambil langkah tepat yang tetap dalam kutuhan NKRI.
"NKRI bukanlah terminologi maupun barang baru seperti yang digembar-gemborkan saat ini. NKRI itu cita-cita luhur umat dan bangsa, arsiteknya adalah aktifis Islam, Perdana Menteri dan negarawan yang bernama M. Natsir. Maka janganlah membawa NKRI, tanpa melibatkan umat Islam," katanya.
Mantan anggota DPRD Jatim dari PBB, KH Tamat Anshory Ismail menegaskan NKRI adalah harga mati sejak tahun 1950, dan sudah dideklarasikan dan disahkan secara konstitusional tanggal 16 Agustus 1950.
"Artinya, umat Islam merupakan arsitek NKRI, jadi jauh panggang dari api jika arsitek akan merusak bangunan NKRI itu sendiri," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019