Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro, Jawa Timur, tidak berwenang menangani longsoran daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo, karena kewenangan ada di Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo di Solo (BBWSBS), Jawa Tengah.
"Penanganan longsoran tebing Bengawan Solo, juga sungai di daerah Bojonegoro yang mengancam permukiman warga kewenangannya ada pada BBWSBS," kata Pejabat Pelaksana Tugas Kepala BPBD Bojonegoro Nadif Ulfia di Bojonegoro, Rabu.
Menurut dia, BPBD Bojonegoro hanya sebatas melaporkan kejadian longsor tebing yang terjadi di wilayahnya, baik di sepanjang DAS Bengawan Solo maupun sepanjang sungai lainnya yang mengancam permukiman warga.
Ia mencontohkan, BPBD juga melaporkan kejadian tebing sungai longsor di Desa Tikung, Kecamatan Gondang, yang mengancam lima rumah warga kepada BBWSBS.
Bahkan, lanjut Kepala Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Yudi Hendro, BPBD juga melaporkan longsoran tebing Bengawan Solo yang mengancam jalan di Desa Mojo, Kecamatan Kalitidu, kepada BNPB pada 2018.
"Kalau memang BNPB siap mengamankan longsoran di Desa Mojo, maka BPBD akan meminta rekomendasi kepada BBWSBS," ucap Yudi.
Yudi menambahkan, belum menerima laporan kejadian tebing Bengawan Solo longsor di Desa Trucuk yang lokasinya di utara jembatan Sosrodilogo.
"BPBD belum pernah menerima laporan dari warga atau pihak desa soal tebing Bengawan Solo di dekat jembatan longsor," ucapnya.
Menurut seorang warga Desa Trucuk, Supingah (53), tanah warga di desa setempat yang panjangnya sekitar 500 meter di utara jembatan Sosrodilogo selalu longsor berkisar 3-5 meter setiap tahun.
Tebing Bengawan Solo longsor terjadi setelah ada proyek pembangunan jembatan yang dimulai sejak 2014. Longsoran tebing Bengawan Solo sekarang ini semakin mendekati bangunan puluhan rumah warga.
"Sebelum ada proyek jembatan, tebing Bengawan Solo di belakang rumah kami tidak pernah longsor," ucap Supinah, yang dibenarkan warga lainnya, Tinah (34).
Supingah memperkirakan tebing Bengawan Solo di dekat rumahnya dalam kurun waktu 2-3 tahun ke depan sudah mencapai bangunan rumahnya.
"Tapi, warga juga senang adanya pembangunan jembatan, karena sekarang di desa kami menjadi ramai," ucapnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPBD Bojonegoro, pada 2017 dan 2018 tebing Bengawan Solo longsor yang mengancam permukiman warga terjadi di 28 desa di sejumlah kecamatan, antara lain, Kecamatan Trucuk, Kalitidu, dan Padangan.
"Jumlah kejadian longsor selama dua tahun itu lebih dari 28 kali, karena setiap desa kejadian longsor bisa lebih dari satu kali," ucap seorang petugas BPBD Bojonegoro Brian. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Penanganan longsoran tebing Bengawan Solo, juga sungai di daerah Bojonegoro yang mengancam permukiman warga kewenangannya ada pada BBWSBS," kata Pejabat Pelaksana Tugas Kepala BPBD Bojonegoro Nadif Ulfia di Bojonegoro, Rabu.
Menurut dia, BPBD Bojonegoro hanya sebatas melaporkan kejadian longsor tebing yang terjadi di wilayahnya, baik di sepanjang DAS Bengawan Solo maupun sepanjang sungai lainnya yang mengancam permukiman warga.
Ia mencontohkan, BPBD juga melaporkan kejadian tebing sungai longsor di Desa Tikung, Kecamatan Gondang, yang mengancam lima rumah warga kepada BBWSBS.
Bahkan, lanjut Kepala Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Yudi Hendro, BPBD juga melaporkan longsoran tebing Bengawan Solo yang mengancam jalan di Desa Mojo, Kecamatan Kalitidu, kepada BNPB pada 2018.
"Kalau memang BNPB siap mengamankan longsoran di Desa Mojo, maka BPBD akan meminta rekomendasi kepada BBWSBS," ucap Yudi.
Yudi menambahkan, belum menerima laporan kejadian tebing Bengawan Solo longsor di Desa Trucuk yang lokasinya di utara jembatan Sosrodilogo.
"BPBD belum pernah menerima laporan dari warga atau pihak desa soal tebing Bengawan Solo di dekat jembatan longsor," ucapnya.
Menurut seorang warga Desa Trucuk, Supingah (53), tanah warga di desa setempat yang panjangnya sekitar 500 meter di utara jembatan Sosrodilogo selalu longsor berkisar 3-5 meter setiap tahun.
Tebing Bengawan Solo longsor terjadi setelah ada proyek pembangunan jembatan yang dimulai sejak 2014. Longsoran tebing Bengawan Solo sekarang ini semakin mendekati bangunan puluhan rumah warga.
"Sebelum ada proyek jembatan, tebing Bengawan Solo di belakang rumah kami tidak pernah longsor," ucap Supinah, yang dibenarkan warga lainnya, Tinah (34).
Supingah memperkirakan tebing Bengawan Solo di dekat rumahnya dalam kurun waktu 2-3 tahun ke depan sudah mencapai bangunan rumahnya.
"Tapi, warga juga senang adanya pembangunan jembatan, karena sekarang di desa kami menjadi ramai," ucapnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPBD Bojonegoro, pada 2017 dan 2018 tebing Bengawan Solo longsor yang mengancam permukiman warga terjadi di 28 desa di sejumlah kecamatan, antara lain, Kecamatan Trucuk, Kalitidu, dan Padangan.
"Jumlah kejadian longsor selama dua tahun itu lebih dari 28 kali, karena setiap desa kejadian longsor bisa lebih dari satu kali," ucap seorang petugas BPBD Bojonegoro Brian. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019