Kediri (Antaranews Jatim) - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) mendorong agar pemerintah memperjelas dan memperkuat regulasi tentang tembakau alternatif, sebagai bagian dari meningkatkan daya jual tembakau.
"Regulasi hingga sekarang belum ada yang memayungi tembakau alternatif, padahal banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, meskipun di kalangan terbatas," kata Wakil Sekretaris Lakpesdam PBNU Idris Masudi saat acara diskusi tentang fiqih tembakau di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Minggu.
Ia mengatakan, produk tembakau alternatif ini misalnya ada vape (rokok elektrik) maupun iqos. Produk itu cukup banyak dikonsumsi di Indonesia. Namun, untuk saat ini masih belum banyak UMKM di Indonesia yang bergerak di bidang tembakau alternatif itu, sebab regulasi yang dinilai masih jelas misalnya tentang membuat usaha isi ulang dari rokok elektrik tersebut.
selama ini regulasi tentang produk tembakau alternatif dari bea cukai, dimana dimasukkan dalam hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), sehingga dikenakan pajak. Hal itu dinilai masih belum masuk akal, karena cukai juga mahal.
Lakpesdam, kata dia, juga telah membuat riset yang dilakukan sekitar enam bulan tentang tembakau alternatif tersebut dengan menghadirkan pemangku kebijakan dari kementerian perdagangan, keuangan, pertanian, ketenagakerjaan. Hasil riset itu juga dituangkan dalam bentuk buku "fiqih tembakau". Beberapa yang dibahas misalnya tentang regulasi yang dinilai belum memayungi tentang tembakau alternatif tersebut.
Pihaknya juga mendorong agar pemerintah melakukan riset khusus tentang tembakau alternatif, sehingga terdapat hasil penelitian sendiri yang bisa menjadi bukti nyata. Selama ini, tentang tembakau alternatif hasil risetnya banyak yang mengambil dari luar negeri, padahal dari dalam negeri belum optimal dilakukan riset guna mengetahui tentang tembakau alternatif ketimbang tembakau konvensional.
"Jadi memang kajian fiqihnya tidak begitu mendalami. Yang dipotret adalah regulasi. Kami dorong agar lakukan riset temnbakau alternatif. Ketika kesehatan mereka memukul rata tembakau alternatif sama dengan konvensional, padahal riset lain menunjukkan risiko kesehatan bisa dikurangi hingga 95 persen. Jangan hanya ketidaksukaan tembakau," kata Idris yang juga tim penulis buku tesebut.
Dirinya menambahkan, adanya perkembangan teknologi secara langsung juga memengaruhi gaya hidup di masyarakat, terlebih lagi saat ini berbagai kebijakan tentang tembakau dan rokok cukup ketat. Secara tidak langsung, petani tembakau juga harus bisa mencari alternatif agar tanaman mereka tetap baik daya jualnya.
"Teknologi ini tidak bisa dilawan dan pasti akan terus berkembang dan harus ada payung hukum bagaimana regulasi itu kemudian tidak menghancurkan petani tembakau, karena informasi yang kami terima produk alternatif ini dari tembakau tertentu, tidak semua tembakau Indonesia bisa. Kesadaran pemerintah akan kemasalahan publik, harus menjadi alternatif pertimbangan utama dalam regulasi," jelas dia.
Soal tembakau alternatif ini, ujar dia, memang sudah dikomunikasikan dengan pemangku kebijakan dan diharapkan bisa menjadi atensi tersendiri agar pemerintah membuat riset serta memperkuat regulasi tentang tembakau alternatif di Indonesia.
Bahkan, isu tentang tembakau alternatif ini rencannya juga akan diajukan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU), pada 27 Februari hingga 1 Maret 2019 di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo Kujangsari, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat. Diharapkan, dengan itu bisa menjadi isu nasional dan menjadi perhatian pemerintah.
Kegiatan diskusi tentang fiqih tembakau tersebut digelar di Perpustakaan Ma'had Aly Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri. Acara diikuti para santri putra dan dihadiri sejumlah penulis buku tersebut dan pengurus Lakpesdam PBNU. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Regulasi hingga sekarang belum ada yang memayungi tembakau alternatif, padahal banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, meskipun di kalangan terbatas," kata Wakil Sekretaris Lakpesdam PBNU Idris Masudi saat acara diskusi tentang fiqih tembakau di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Minggu.
Ia mengatakan, produk tembakau alternatif ini misalnya ada vape (rokok elektrik) maupun iqos. Produk itu cukup banyak dikonsumsi di Indonesia. Namun, untuk saat ini masih belum banyak UMKM di Indonesia yang bergerak di bidang tembakau alternatif itu, sebab regulasi yang dinilai masih jelas misalnya tentang membuat usaha isi ulang dari rokok elektrik tersebut.
selama ini regulasi tentang produk tembakau alternatif dari bea cukai, dimana dimasukkan dalam hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), sehingga dikenakan pajak. Hal itu dinilai masih belum masuk akal, karena cukai juga mahal.
Lakpesdam, kata dia, juga telah membuat riset yang dilakukan sekitar enam bulan tentang tembakau alternatif tersebut dengan menghadirkan pemangku kebijakan dari kementerian perdagangan, keuangan, pertanian, ketenagakerjaan. Hasil riset itu juga dituangkan dalam bentuk buku "fiqih tembakau". Beberapa yang dibahas misalnya tentang regulasi yang dinilai belum memayungi tentang tembakau alternatif tersebut.
Pihaknya juga mendorong agar pemerintah melakukan riset khusus tentang tembakau alternatif, sehingga terdapat hasil penelitian sendiri yang bisa menjadi bukti nyata. Selama ini, tentang tembakau alternatif hasil risetnya banyak yang mengambil dari luar negeri, padahal dari dalam negeri belum optimal dilakukan riset guna mengetahui tentang tembakau alternatif ketimbang tembakau konvensional.
"Jadi memang kajian fiqihnya tidak begitu mendalami. Yang dipotret adalah regulasi. Kami dorong agar lakukan riset temnbakau alternatif. Ketika kesehatan mereka memukul rata tembakau alternatif sama dengan konvensional, padahal riset lain menunjukkan risiko kesehatan bisa dikurangi hingga 95 persen. Jangan hanya ketidaksukaan tembakau," kata Idris yang juga tim penulis buku tesebut.
Dirinya menambahkan, adanya perkembangan teknologi secara langsung juga memengaruhi gaya hidup di masyarakat, terlebih lagi saat ini berbagai kebijakan tentang tembakau dan rokok cukup ketat. Secara tidak langsung, petani tembakau juga harus bisa mencari alternatif agar tanaman mereka tetap baik daya jualnya.
"Teknologi ini tidak bisa dilawan dan pasti akan terus berkembang dan harus ada payung hukum bagaimana regulasi itu kemudian tidak menghancurkan petani tembakau, karena informasi yang kami terima produk alternatif ini dari tembakau tertentu, tidak semua tembakau Indonesia bisa. Kesadaran pemerintah akan kemasalahan publik, harus menjadi alternatif pertimbangan utama dalam regulasi," jelas dia.
Soal tembakau alternatif ini, ujar dia, memang sudah dikomunikasikan dengan pemangku kebijakan dan diharapkan bisa menjadi atensi tersendiri agar pemerintah membuat riset serta memperkuat regulasi tentang tembakau alternatif di Indonesia.
Bahkan, isu tentang tembakau alternatif ini rencannya juga akan diajukan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU), pada 27 Februari hingga 1 Maret 2019 di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo Kujangsari, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat. Diharapkan, dengan itu bisa menjadi isu nasional dan menjadi perhatian pemerintah.
Kegiatan diskusi tentang fiqih tembakau tersebut digelar di Perpustakaan Ma'had Aly Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri. Acara diikuti para santri putra dan dihadiri sejumlah penulis buku tersebut dan pengurus Lakpesdam PBNU. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019