Probolinggo (Antaranews Jatim) - Harga garam krosok di tingkat petani di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, masih rendah yakni Rp1.000 per kilogram dan harga tersebut masih stagnan sejak Januari 2019.
"Petani mengeluhkan harga garam yang tak kunjung naik dan stagnan sejak bulan lalu yakni Rp1.000 per kilogram. Harga tersebut yang dtawarkan tengkulak kepada petani garam," kata petani garam Nasution di Probolinggo, Kamis.
Menurutnya petani tidak mengetahui alasan masih rendahnya harga jual garam, padahal harga garam pada periode yang sama tahun lalu cukup tinggi diatas Rp1.500 per kilogram, bahkan harganya terus meningkat karena mayoritas petani tidak memproduksi garam saat musim hujan.
"Para petani tidak memproduksi garam kalau sudah musim hujan, sehingga hanya mengandalkan persediaan garam yang disimpan di dalam gudang karena petani menyimpan sebagian garamnya saat musim kemarau untuk dijual pada musim hujan," tuturnya.
Ia berharap harga jual garam terus naik seperti harga jual garam di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2018 yang sempat menembus Rp3.000 per kilogram karena ia mengaku memiliki persediaan sebanyak 80 ton garam di gudang.
Sementara itu, sebagian petani tetap memproduksi garam selama musim hujan dengan menggunakan metode buka tutup garam jadi super (Katup Gadis) yang dicetuskan oleh petani garam asal Kabupaten Probolinggo Suparyono, bahkan diadopsi oleh petani garam dari berbagai daerah lainnya.
"Metode itu lebih baik dibandingkan rumah garam prisma yang sebelumnya saya terapkan saat musim pancaroba dan musim hujan karena rumah garam prisma saya rusak terkena angin kencang," kata Iskandar, petani garam Probolinggo lainnya.
Ia mengatakan sebagian petani garam akan beralih budi daya bandeng atau udang saat musim hujan, namun ia memilih tetap memproduksi garam dengan menggunakan metode "katup gadis" karena keuntungannya lebih besar dibandingkan budi daya bandeng.
"Faktor selisih pendapatan itulah yang membuat saya nekat tetap produksi garam saat musim hujan dengan bantuan inovasi rumah garam yang pertama kali dikenalkan oleh Ketua Kelompok Usaha Garam Rakyat Kalibuntu Sejahtera I," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Petani mengeluhkan harga garam yang tak kunjung naik dan stagnan sejak bulan lalu yakni Rp1.000 per kilogram. Harga tersebut yang dtawarkan tengkulak kepada petani garam," kata petani garam Nasution di Probolinggo, Kamis.
Menurutnya petani tidak mengetahui alasan masih rendahnya harga jual garam, padahal harga garam pada periode yang sama tahun lalu cukup tinggi diatas Rp1.500 per kilogram, bahkan harganya terus meningkat karena mayoritas petani tidak memproduksi garam saat musim hujan.
"Para petani tidak memproduksi garam kalau sudah musim hujan, sehingga hanya mengandalkan persediaan garam yang disimpan di dalam gudang karena petani menyimpan sebagian garamnya saat musim kemarau untuk dijual pada musim hujan," tuturnya.
Ia berharap harga jual garam terus naik seperti harga jual garam di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2018 yang sempat menembus Rp3.000 per kilogram karena ia mengaku memiliki persediaan sebanyak 80 ton garam di gudang.
Sementara itu, sebagian petani tetap memproduksi garam selama musim hujan dengan menggunakan metode buka tutup garam jadi super (Katup Gadis) yang dicetuskan oleh petani garam asal Kabupaten Probolinggo Suparyono, bahkan diadopsi oleh petani garam dari berbagai daerah lainnya.
"Metode itu lebih baik dibandingkan rumah garam prisma yang sebelumnya saya terapkan saat musim pancaroba dan musim hujan karena rumah garam prisma saya rusak terkena angin kencang," kata Iskandar, petani garam Probolinggo lainnya.
Ia mengatakan sebagian petani garam akan beralih budi daya bandeng atau udang saat musim hujan, namun ia memilih tetap memproduksi garam dengan menggunakan metode "katup gadis" karena keuntungannya lebih besar dibandingkan budi daya bandeng.
"Faktor selisih pendapatan itulah yang membuat saya nekat tetap produksi garam saat musim hujan dengan bantuan inovasi rumah garam yang pertama kali dikenalkan oleh Ketua Kelompok Usaha Garam Rakyat Kalibuntu Sejahtera I," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019