Surabaya (Antaranews Jatim) - Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah Kota Surabaya, Jawa Timur, menyebut banyak masyarakat yang menjadi korban akibat melakukan pinjaman daring melalui "financial technology" atau perusahaan teknologi keuangan ilegal atau belum jelas kredibilitasnya.
     
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Kota Surabaya Yusron Sumartono, di Surabaya, Kamis, mengatakan biasanya jasa "financial technology" (fintech) yang belum jelas legalitasnya akan memberikan kemudahan-kemudahan syarat peminjaman seperti tanpa adanya biaya pendaftaran dan status bunga yang tidak jelas bagi pemohon, sehingga berakibat membengkaknya tagihan-tagihan di belakang.
     
"Karena menggunakan aplikasi berbasis daring, dimungkinkan saja mereka juga bisa menarik data-data pribadi kita. Kadang juga mau bayar sulit, sehingga lambat laun timbul bunga tinggi, akhirnya membengkak bunganya," kata Yusron.
     
Sebetulnya, lanjut dia, regulasi pinjaman berbasis daring telah diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati dengan lembaga pinjaman daring yang belum terdaftar status legalitasnya di OJK. 
     
"Masyarakat harus hati-hati dengan maraknya penggunaan jasa pinjam secara online. Karena sebetulnya, semuanya sudah diatur dalam peraturan OJK dan sudah diedarkan melalui website," katanya.
     
Yusron menjelaskan daftar penyelenggara jasa pinjaman daring bisa dicek di laman resmi OJK, melalui situs www.ojk.go.id. Ia berharap, masyarakat yang membutuhkan dana pinjaman, diimbau agar sebelumnya melakukan pengecekan terlebih dahulu status legalitas lembaga fintech tersebut. 
     
"Perlu dicek kembali apakah ini masuk ke dalam daftar resmi OJK. Karena, jika lembaga fintech resmi pasti terdaftar ke OJK," katanya.
     
Namun, lanjut dia, jika masyarakat ragu terhadap lembaga fintech berbasis daring, lebih baik disarankan datang langsung ke bank-bank resmi yang telah disediakan. Yusron berharap, masyarakat tidak mudah tergiur dengan penawaran-penawaran dari perusahaan fintech yang belum jelas legalitasnya itu. 
     
"Tidak hanya dalam bentuk pinjaman, tapi dalam bentuk penawaran apapun, satu langkah lagi yang harus dilakukan yakni mengecek dan meneliti jika ada penawaran," katanya. (*)

 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019