Surabaya (Antaranews Jatim) - Ribuan ibu pemantau jentik atau dikenal bumantik menghadiri apel gebyar Pemberantasan Sarang Nyamuk yang digelar di Lapangan Thor, Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan meski angka penderita demam berdarah di Kota Surabaya turun dan terendah di Jawa Timur, namun pihaknya tetap meminta kepada semua pihak untuk selalu gencar turun memantau jentik.
"Khususnya bumantik agar gencar memantau jentik di rumah-rumah warga," kata Risma pada saat memimpin apel gebyar Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 2019.
Kota Surabaya memiliki 23 ribu kader Ibu Pemantau Jentik (Bumantik). Selain bumantik, apel juga dihadiri Guru Pemantau Jentik (Rumantik), Siswa Pemantau Jentik (Wamantik), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), dan jajaran kecamatan di Surabaya.
Wali Kota Risma menjelaskan ada dua kecamatan di Surabaya yang angka penderita demam berdarahnya tertinggi, yaitu Kecamatan Tandes dan Kecamatan Wonokromo. Bahkan, pada saat itu apel PSN, Camat Tandes Dodot Wahluyo dan Camat Wonokromo Tomi Ardiyanto sempat dipanggil ke hadapan Risma yang sedang sambutan di panggung kehormatan. Dua camat itu pun berdiri di hadapan Wali Kota Risma hingga apel PSN itu selesai.
"Dua kecamatan ini yang tertinggi jumlah kasusnya. Jadi, ayo terus bergerak. Buktikan kalau kita bisa memberantas demam berdarah. Ayo kita beri rambu-rambu ke nyamuk-nyamuk itu, dilarang masuk Surabaya," katanya.
Menurut Risma, apabila berusaha memberantas demam berdarah, maka tidak hanya mendapatkan manfaat di dunia, tapi juga bisa mendapatkan pahala di akhirat nanti. Bahkan, ia mengaku apabila berbuat baik kepada sesama manusia, maka Risma yakin Tuhan tidak akan tinggal diam.
"Bayangkan kalau itu kepala keluarga dan sampek kejadian meninggal dunia. Maka anak-anaknya akan jadi anak yatim piatu dan kemungkinan kalau ibunya tidak bisa membiayai sekolah akan putus sekolah. Kalau sudah putus sekolah lalu akan jadi anak nakal, sehingga kita juga ikut salah," ujarnya.
Ia juga mengaku selalu sedih apabila mendengar atau ada laporan bahwa ada warga Surabaya yang cerai. Sebab, beberapa anak yang tertangkap minuman keras atau pun narkoba, rata-rata karena ditinggal oleh orang tuanya.
"Makanya, mari kita selamatkan anak-anak dan tetangga kita. Mari jangan ada korban di Surabaya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan meski angka penderita demam berdarah di Kota Surabaya turun dan terendah di Jawa Timur, namun pihaknya tetap meminta kepada semua pihak untuk selalu gencar turun memantau jentik.
"Khususnya bumantik agar gencar memantau jentik di rumah-rumah warga," kata Risma pada saat memimpin apel gebyar Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 2019.
Kota Surabaya memiliki 23 ribu kader Ibu Pemantau Jentik (Bumantik). Selain bumantik, apel juga dihadiri Guru Pemantau Jentik (Rumantik), Siswa Pemantau Jentik (Wamantik), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), dan jajaran kecamatan di Surabaya.
Wali Kota Risma menjelaskan ada dua kecamatan di Surabaya yang angka penderita demam berdarahnya tertinggi, yaitu Kecamatan Tandes dan Kecamatan Wonokromo. Bahkan, pada saat itu apel PSN, Camat Tandes Dodot Wahluyo dan Camat Wonokromo Tomi Ardiyanto sempat dipanggil ke hadapan Risma yang sedang sambutan di panggung kehormatan. Dua camat itu pun berdiri di hadapan Wali Kota Risma hingga apel PSN itu selesai.
"Dua kecamatan ini yang tertinggi jumlah kasusnya. Jadi, ayo terus bergerak. Buktikan kalau kita bisa memberantas demam berdarah. Ayo kita beri rambu-rambu ke nyamuk-nyamuk itu, dilarang masuk Surabaya," katanya.
Menurut Risma, apabila berusaha memberantas demam berdarah, maka tidak hanya mendapatkan manfaat di dunia, tapi juga bisa mendapatkan pahala di akhirat nanti. Bahkan, ia mengaku apabila berbuat baik kepada sesama manusia, maka Risma yakin Tuhan tidak akan tinggal diam.
"Bayangkan kalau itu kepala keluarga dan sampek kejadian meninggal dunia. Maka anak-anaknya akan jadi anak yatim piatu dan kemungkinan kalau ibunya tidak bisa membiayai sekolah akan putus sekolah. Kalau sudah putus sekolah lalu akan jadi anak nakal, sehingga kita juga ikut salah," ujarnya.
Ia juga mengaku selalu sedih apabila mendengar atau ada laporan bahwa ada warga Surabaya yang cerai. Sebab, beberapa anak yang tertangkap minuman keras atau pun narkoba, rata-rata karena ditinggal oleh orang tuanya.
"Makanya, mari kita selamatkan anak-anak dan tetangga kita. Mari jangan ada korban di Surabaya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019