Bojonegoro (Antaranews Jatim) - Tidak semua orang berani menyantap kuliner khusus yang satu ini. Namanya entung (kepompong ulat) atau ulat jati goreng atau oseng-oseng entung.

Tapi, bagi pengemarnya, masakan entung masuk kategori masakan yang lezat, bisa langsung dimakan khusus untuk entung goreng atau oseng-oseng hanya dengan nasi, meskipun bagi yang fisiknya tidak tahan bisa mengakibatkan alergi kulit (bahasa Jawanya biduren).

"Saya menjual masakan oseng-oseng entung sejak sepekan terakhir," kata Susi, seorang penjual makanan di Desa Campurejo, Kecamatan Kota, Bojonegoro, dalam perbincangan dengan Antara, Selasa (18/12).

Di awal musim hujan tahun ini, di Bojonegoro dan Tuban, Jawa Timur, juga sejumlah daerah lainnya yang memiliki kawasan hutan jati banyak dijumpai masyarakat yang mencari entung di hutan.

Bahkan, di daerah Bojonegoro dengan mudah banyak penjual makanan dengan menu entung yang bisa disantap dengan nasi atau langsung dimakan biasa.

Mengenai tingkat penjualan menu entung, Susi mengaku mampu menjual sekitar lima cangkir per harinya dengan harga Rp10.000/porsi, sudah termasuk nasi.  
Tapi, sajian masakan entung di warung Susi itu sifatnya musiman, karena musim berkembangnya entung hanya berlangsung sekitar sebulan.

"Saya bisa menjual masakan entung maksimal lima cangkir per hari. Entung saya peroleh dari pasar dengan harga Rp5.000 per cangkir. Pada awal musim dulu harga entung sempat mencapai Rp15.000 per cangkirnya," ucapnya.

Hal itu dibenarkan Darwati, seorang pedagang entung di Pasar Kota, Bojonegoro. Setiap hari dia bisa menjual entung mentah rata-rata 5 kilogram dengan harga Rp5.000/cangkir.

Menurut Darwati, entung mentah itu diperoleh dari para pencari entung di kawasan hutan jati, baik di Bojonegoro maupun Tuban.

"Ada juga pembeli entung yang langsung makan entung mentah," ujar Darwati, yang mengaku selama ini tidak pernah makan masakan entung.

Tidak hanya itu, maraknya entung di kawasan hutan juga mengakibatkan warga melapor ke Dinas Pemadam Kebakaran, karena banyak ulat jati yang belum menjadi entung bergelantungan sehingga mengganggu pemakai jalan.

Kepala Bidang Pencegahan Dinas Damkar Bojonegoro Teguh Aris mengatakan, petugasnya telah menyemprot ulat yang bergelantungan yang menganggu jalan di Desa Mejuwet, Kecamatan Sumberrejo, pada 16 Desember lalu.

"Warga melapor banyak ulat jati bergelantungan sehingga mengganggu pemakai jalan," ujarnya.

Untuk mengatasi hal itu, lanjut dia, Dinas Damkar Bojonegoro membawa satu unit mobil pemadam kebakaran, kemudian menyemprotkan air di lokasi ulat jati yang bergelantungan di pohon jati di tepi jalan.

"Dengan disemprot air mobil damkar, maka ulat jati berjatuhan," ucapnya.

Mengenai kelezatan menu entung dibenarkan seorang warga asal Desa Campurejo, Kecamatan Kota, Bojonegoro, Voni, yang mengatakan rasa oseng-oseng entung tidak hanya gurih, tapi juga lezat.

"Saya termasuk pengemar makanan entung, tapi kalau terlalu banyak takut juga menderita alergi," ujarnya.  

Namun, ia menyarankan bagi orang yang ingin mencicipi menu masakan entung, tapi takut alergi sebelumnya bisa meminum obat anti-alergi.

"Minum obat anti-alergi dulu baru menyantap menu entung," ujarnya.

Seorang dokter di Bojonegoro dr Ani Fajar Rachmawati, menjelaskan entung mengandung protein yang tinggi sama dengan ikan gabus.

"Hanya saja, protein ikan gabus tidak mengakibatkan elergi, tapi protein entung bisa mengakibatkan alergi bagi yang tidak tahan," ucapnya. (*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018