Tulungagung (Antaranews Jatim) - Sejumlah petani di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mulai mengeluhkan sulitnya mendapat pasokan pupuk bersubsidi selama kurun dua bulan terakhir.

"Musim hujan ini, kebutuhan pupuk banyak. Tapi sayang pasokannya tidak ada," kata Trisdianto, petani asal Sendang, Tulungagung, Selasa.

Ia mengatakan, tingginya kebutuhan pupuk di daerah kaki Gunung Wilis itu disebabkan mayoritas pertanian setempat bersifat tadah hujan.

Saat kemarau tidak banyak aktivitas pertanian karena keterbatasan/ketiadaan pasokan air.

Imbasnya, jatah pupuk bersubsidi yang telah dialokasikan sesuai rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) tidak seluruhnya terserap atau bersisa.

Sebaliknya, saat penghujan kebutuhan pupuk bersubsidi di daerah pegunungan melonjak tinggi.

Berbeda dengan areal pertanian di dataran yang rata-rata alokasi pupuk bersubsidi terserap merata seiring pasokan air yang stabil dari jaringan irigasi setempat.

"Kami berharap alokasi kembali normal dan petani tidak kesulitan mencari," kata Puryani, anggota kelompok tani di Desa Sendang, Kecamatan Sendang.

Keterbatasan pasokan pupuk bersubsidi ini diakui oleh pihak Dinas Pertanian Kabupaten Tulungagung.

Mereka menyebut, stok pupuk dari semua jenis pupuk di wilayahnya saat ini dalam kondisi menipis.

Kendati begitu, hingga kini pihak Disperta belum mengambil langkah realokasi pupuk, karena masih menunggu penandatanganan surat keputusan (SK) dari Pemerintahan Provinsi Jawa Timur mengenai realokasi.

"Saat ini persediaan pupuk bersubsidi memang dalam kondisi kritis. Jumlah yang tersedia sudah semakin menipis. Padahal permintaan pupuk oleh petani di musim tanam pertama seperti awal musim penghujan ini dipastikan cukup banyak," kata Kasi Pupuk, Pestisida, dan Teknologi Pangan Triwidyono Agus Basuki.

Menurutnya, dengan kondisi seperti ini pihak Disperta belum bisa berbuat banyak mengenai ini.

Sebab, semua urusan pupuk merupakan wewenang dari pusat. Pihaknya hanya menyalurkan lebih lanjut ke bawah, khususnya untuk para petani.

"Kuota yang diterima kabupaten ini berasal dari pusat. Kami hanya `break down` ke bawah," katanya.

Berdasarkan data Disperta, persediaan pupuk hingga Desember 2018, untuk urea tinggal 918 ton, ZA tinggal 249 ton, SP-36 sisa 94, phonska 921 ton.

Sedangkan pupuk organik terhitung lumayan banyak, yakni 4.537 ton.

Okky melanjutkan, pola penggunaan pupuk di setiap kecamatan memang agak berbeda.

Petani di wilayah pegunungan pada awal tahun atau saat musim kemarau memang jarang yang mencairkan kuotanya.

Namun, saat awal masa tanam di musim penghujan, mereka langsung mencairkan dalam jumlah besar.

"Kalau masyarakat di dataran rendah sejak awal tahun langsung mencairkan. Ya maka dari itu, kuota di wilayah dataran mesti cepat habis," tuturnya.

Menurutnya, dengan kondisi seperti ini pihak Disperta belum bisa berbuat banyak mengenai ini. Sebab, semua urusan pupuk merupakan wewenang dari pusat. Pihaknya hanya menyalurkan lebih lanjut ke bawah, khususnya untuk para petani.

"Kuota yang diterima kabupaten ini berasal dari pusat. Kami hanya break down ke bawah," katanya.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Disperta, persediaan pupuk hingga Desember 2018, untuk urea tinggal 918 ton, ZA tinggal 249 ton, SP-36 sisa 94, phonska 921 ton. Sedangkan pupuk organik terhitung lumayan banyak, yakni 4.537 ton.

Okky panggilan akrabnya melanjutkan, pola penggunaan pupuk di setiap kecamatan memang agak berbeda.

Petani di wilayah pegunungan pada awal tahun atau saat musim kemarau memang jarang yang mencairkan kuotanya.

Namun, saat awal masa tanam di musim penghujan, mereka langsung mencairkan dalam jumlah besar. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018