Surabaya, (Antaranews Jatim) - Pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama Jawa Timur merekomendasikan penghapusan iklan susu kental manis (SKM) yang menyebutnya sebagai susu dan disajikan sebagai minuman tunggal, baik di media massa maupun tayangan di media televisi.
Alasan penghapusan itu, karena sudah ada aturan dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bahwa produk ini tidak cocok untuk bayi di bawah usia 12 tahun dan bukan pengganti ASI, serta bukan satu-satunya sumber gizi.
"BPOM kami minta tegas dan menindak produsen SKM yang terus-menurus mengiklankan SKM sebagai susu," kata Ketua PW Muslimat NU Jawa Timur Masruroh Wahid, usai diskusi "Membangun Generasi Emas Indonesia 2045, Bijak menggunakan SKM" di Surabaya, Minggu.
Ia mengatakan, iklan SKM sebagai susu sudah mengelabui masyarakat selama puluhan tahun dan kini sudah saatnya iklan itu dihapuskan. BPOM juga harus tegas menindak produsen yang melecehkan aturan.
Ia mengatakan, Muslimat mempertanyakan kenapa hingga kini produsen SKM terang-terangan mengiklankan produknya sebagai susu, padahal ini merupakan iklan tidak jujur, tidak sesuai dengan peruntukannya.
Ahli Madya Pengawas Farmasi dan Makanan BPOM Provinsi Jatim Yuli Ekowati mengatakan, adalah tugas ibu-ibu melaporkan ke BPOM jika ada produsen yang tidak mengikuti aturan, sehingga BPOM bisa menindak.
Ia menjelaskan, BPOM kadang tidak mengekpos kasus-kasus yang ditangani karena takut menimbulkan keresahan.
"Tapi, jika sudah keterlaluan, BPOM akan memberitahukan secara terang-terangan," katanya.
Sementara itu, Ketua Harian Yayasan Abhiparaya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat, yang hadir sebagai narasumber dalam acara itu mengatakan, kandungan protein dari SKM yang diproduksi di Indonesia hanya 2,3 persen lebih rendah dari ketentuan BPOM sebesar 6,5 persen dan ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 6,9 persen.
Begitu pula kandungan gula lebih tinggi, yakni di atas 50 persen, padahal WHO mensyaratkan hanya 20 persen.
"Jadi, kalau minum SKM, bukan minum susu, tapi minum gula rasa susu," ujar Arif.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim Kohar Hari Santoso mengatakan, SKM hanya cocok untuk topping, bukan untuk pengganti ASI, sehingga konsumen perlu memeriksa kemasannya.
Menurut dia, saat ini bukan hanya gizi buruk yang sedang dihadapi di Indonesia, melainkan gizi ganda. Lebih banyak penyakit tidak menular daripada penyakit menular.
Penyakit tidak menular seperti diabetes, jantung, stroke dan obesitas. Penyakit tidak menular disebabkan karena salah pola konsumsi dan gaya hidup tidak sehat.
"Saya mengapresiasi kegiatan sosialisasi SKM bukan susu, karena ini sangat penting agar masyarakat bisa teredukasi," kata Kohar.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Alasan penghapusan itu, karena sudah ada aturan dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bahwa produk ini tidak cocok untuk bayi di bawah usia 12 tahun dan bukan pengganti ASI, serta bukan satu-satunya sumber gizi.
"BPOM kami minta tegas dan menindak produsen SKM yang terus-menurus mengiklankan SKM sebagai susu," kata Ketua PW Muslimat NU Jawa Timur Masruroh Wahid, usai diskusi "Membangun Generasi Emas Indonesia 2045, Bijak menggunakan SKM" di Surabaya, Minggu.
Ia mengatakan, iklan SKM sebagai susu sudah mengelabui masyarakat selama puluhan tahun dan kini sudah saatnya iklan itu dihapuskan. BPOM juga harus tegas menindak produsen yang melecehkan aturan.
Ia mengatakan, Muslimat mempertanyakan kenapa hingga kini produsen SKM terang-terangan mengiklankan produknya sebagai susu, padahal ini merupakan iklan tidak jujur, tidak sesuai dengan peruntukannya.
Ahli Madya Pengawas Farmasi dan Makanan BPOM Provinsi Jatim Yuli Ekowati mengatakan, adalah tugas ibu-ibu melaporkan ke BPOM jika ada produsen yang tidak mengikuti aturan, sehingga BPOM bisa menindak.
Ia menjelaskan, BPOM kadang tidak mengekpos kasus-kasus yang ditangani karena takut menimbulkan keresahan.
"Tapi, jika sudah keterlaluan, BPOM akan memberitahukan secara terang-terangan," katanya.
Sementara itu, Ketua Harian Yayasan Abhiparaya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat, yang hadir sebagai narasumber dalam acara itu mengatakan, kandungan protein dari SKM yang diproduksi di Indonesia hanya 2,3 persen lebih rendah dari ketentuan BPOM sebesar 6,5 persen dan ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 6,9 persen.
Begitu pula kandungan gula lebih tinggi, yakni di atas 50 persen, padahal WHO mensyaratkan hanya 20 persen.
"Jadi, kalau minum SKM, bukan minum susu, tapi minum gula rasa susu," ujar Arif.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim Kohar Hari Santoso mengatakan, SKM hanya cocok untuk topping, bukan untuk pengganti ASI, sehingga konsumen perlu memeriksa kemasannya.
Menurut dia, saat ini bukan hanya gizi buruk yang sedang dihadapi di Indonesia, melainkan gizi ganda. Lebih banyak penyakit tidak menular daripada penyakit menular.
Penyakit tidak menular seperti diabetes, jantung, stroke dan obesitas. Penyakit tidak menular disebabkan karena salah pola konsumsi dan gaya hidup tidak sehat.
"Saya mengapresiasi kegiatan sosialisasi SKM bukan susu, karena ini sangat penting agar masyarakat bisa teredukasi," kata Kohar.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018