Kediri (Antaranews Jatim) - Warga Desa Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, mengeluhkan limbah pabrik tekstil dari PT Mahatex di wilayah setempat yang diduga mengalami kebocoran dan mendesak manajemen pabrik segera menanganinya.
"Yang dikeluhkan warga dari bising suara, asap dan debu yang menyebabkan gatal hingga limbah. Ada cairan berwarna seperti teh bercampur dengan air sungai di dekat pabrik," kata Dedi Rahmat, salah seorang warga sekitar lokasi pabrik, saat ditemui di Kediri, Jumat.
Ia mengatakan, dugaan kebocoran limbah itu diketahui sejak awal pabrik beroperasi sekitar dua bulan lalu. Warga sangat khawatir sebab pabrik yang beroperasi itu adalah tekstil dengan berbagai macam produk kain.
Rembesan air yang diduga bercampur dengan limbah pabrik bisa menyebar hingga ke perkampungan warga. Selain limbah yang diduga mencemari air sungai, warga juga mencium aroma seperti ban terbakar.
Warga juga sudah memberikan aduan terkait dengan berbagai masalah itu ke pihak pabrik, namun hingga kini belum ada langkah yang pasti untuk mengatasinya.
"Sejak beroperasi kami sudah mediasi secara kekeluargaan, sudah dikumpulkan di rumah kasun dan dari pihak pabrik berjanji dua pekan. Namun, dua pekan kami tunggu tidak ada respons," kata dia.
Puluhan warga Desa Badas melakukan aksi di depan pabrik tekstil itu. Mereka ramai-ramai mendatangi pabrik yang baru beroperasi, namun aparat kepolisian yang sudah di lokasi meminta warga membubarkan diri dengan alasan aksi tidak ada izin.
Setelah negosiasi, sekitar lima orang perwakilan diizinkan masuk untuk berdialog dengan manajemen.
Sementara itu, Manajer HRD PT Mahatex Indah Tri Rahayu mengakui ada kebocoran di sarana IPAL (instalasi Pengolahan Air Limbah) yang ada di dalam pabrik.
Ia juga tidak menyangka jika hal itu terjadi, sebab sebelum pabrik resmi beroperasi sudah dilakukan uji coba dan saat itu tidak ada masalah.
"Ada sedikit masalah kebocoran. Nanti kami benahi kebocoran yang ada. Nanti juga kami buatkan dam permanen, jadi jika ada kebocoran tidak mengganggu warga, tapi mengganggu kami sendiri. Jadi, kami harus menghindari human error," kata dia.
Indah Tri Rahayu menduga kebocoran itu karena timbulnya pori-pori di kolam sehingga menimbulkan tekanan dan gerakan, sehingga nantinya akan dievaluasi konsultan IPAL dari perusahaan.
Selain itu, nantinya juga masih dibutuhkan tim untuk konstruksi hingga tenaga bangunan memperbaiki fasilitas di pabrik.
Menanggapi keluhan warga soal debu dan bau tidak sedap, Indah Tri menambahkan aktivitas pabrik akan dihentikan sementara mulai 5 Desember 2018 hingga sekitar dua pekan.
Diharapkan dalam tempo waktu itu proses perbaikan selesai, sehingga pabrik bisa kembali beroperasi dan warga bisa kembali bekerja.
Di pabrik tekstil itu ada sekitar 90 orang yang bekerja di berbagai tempat dan mayoritas warga Desa Badas dan sekitarnya.
Perusahaan juga berencana menyerahkan hasil penelitian untuk uji laboratorium limbah pabrik yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga warga dan perangkat desa bisa mengetahui. Proses pengambilan sampel itu dilakukan tim dari manajemen pabrik, yang disaksikan dari Polres Kediri, BLH Kabupaten Kediri, hingga perwakilan warga. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Yang dikeluhkan warga dari bising suara, asap dan debu yang menyebabkan gatal hingga limbah. Ada cairan berwarna seperti teh bercampur dengan air sungai di dekat pabrik," kata Dedi Rahmat, salah seorang warga sekitar lokasi pabrik, saat ditemui di Kediri, Jumat.
Ia mengatakan, dugaan kebocoran limbah itu diketahui sejak awal pabrik beroperasi sekitar dua bulan lalu. Warga sangat khawatir sebab pabrik yang beroperasi itu adalah tekstil dengan berbagai macam produk kain.
Rembesan air yang diduga bercampur dengan limbah pabrik bisa menyebar hingga ke perkampungan warga. Selain limbah yang diduga mencemari air sungai, warga juga mencium aroma seperti ban terbakar.
Warga juga sudah memberikan aduan terkait dengan berbagai masalah itu ke pihak pabrik, namun hingga kini belum ada langkah yang pasti untuk mengatasinya.
"Sejak beroperasi kami sudah mediasi secara kekeluargaan, sudah dikumpulkan di rumah kasun dan dari pihak pabrik berjanji dua pekan. Namun, dua pekan kami tunggu tidak ada respons," kata dia.
Puluhan warga Desa Badas melakukan aksi di depan pabrik tekstil itu. Mereka ramai-ramai mendatangi pabrik yang baru beroperasi, namun aparat kepolisian yang sudah di lokasi meminta warga membubarkan diri dengan alasan aksi tidak ada izin.
Setelah negosiasi, sekitar lima orang perwakilan diizinkan masuk untuk berdialog dengan manajemen.
Sementara itu, Manajer HRD PT Mahatex Indah Tri Rahayu mengakui ada kebocoran di sarana IPAL (instalasi Pengolahan Air Limbah) yang ada di dalam pabrik.
Ia juga tidak menyangka jika hal itu terjadi, sebab sebelum pabrik resmi beroperasi sudah dilakukan uji coba dan saat itu tidak ada masalah.
"Ada sedikit masalah kebocoran. Nanti kami benahi kebocoran yang ada. Nanti juga kami buatkan dam permanen, jadi jika ada kebocoran tidak mengganggu warga, tapi mengganggu kami sendiri. Jadi, kami harus menghindari human error," kata dia.
Indah Tri Rahayu menduga kebocoran itu karena timbulnya pori-pori di kolam sehingga menimbulkan tekanan dan gerakan, sehingga nantinya akan dievaluasi konsultan IPAL dari perusahaan.
Selain itu, nantinya juga masih dibutuhkan tim untuk konstruksi hingga tenaga bangunan memperbaiki fasilitas di pabrik.
Menanggapi keluhan warga soal debu dan bau tidak sedap, Indah Tri menambahkan aktivitas pabrik akan dihentikan sementara mulai 5 Desember 2018 hingga sekitar dua pekan.
Diharapkan dalam tempo waktu itu proses perbaikan selesai, sehingga pabrik bisa kembali beroperasi dan warga bisa kembali bekerja.
Di pabrik tekstil itu ada sekitar 90 orang yang bekerja di berbagai tempat dan mayoritas warga Desa Badas dan sekitarnya.
Perusahaan juga berencana menyerahkan hasil penelitian untuk uji laboratorium limbah pabrik yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga warga dan perangkat desa bisa mengetahui. Proses pengambilan sampel itu dilakukan tim dari manajemen pabrik, yang disaksikan dari Polres Kediri, BLH Kabupaten Kediri, hingga perwakilan warga. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018