Surabaya (Antaranews Jatim) - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menargetkan bebas pertambangan ilegal pada 2019, aktivitas yang merusak lingkungan dan tidak pernah membayar pajak daerah, serta mengganggu penambang legal atau resmi.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jatim Setiajit di Surabaya, Kamis, mengatakan telah mendata beberapa wilayah atau kabupaten/kota di Jatim yang ada aktivitas pertambangan ilegal dan tercatat ada sekitar 400 aktivitas pertambang ilegal.
"Pertambangan ilegal itu bukan hanya masalah Jatim, namun nasional. Untuk Jatim, kami akan memberantas pada 2019 dengan menambah petugas khusus inspektur tambang," kata Setiajit usai acara seminar tentang industri dengan tema Potensi Perusahaan Tambang Emas dalam Peningkatan Ekonomi, Lingkungan dan Sosial Kemasyarakatan.
Aktivitas pertambangan ilegal di Jatim, kata dia, tercatat ada di 29 kabupaten dan kota, dan terdapat di sekitar Madura serta wilayah tapal kuda yang meliputi Pasuruan, Bondowoso, Situbondo, Jember, Probolinggo, Lumajang hingga Banyuwangi dengan mayoritas tembang jenis galian C serta logam.
Potensi pertambangan di Jawa Timur cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah seperti Banyuwangi, Jember, Lumajang, Tulungagung, Pacitan hingga Malang dan Blitar dengan berbagai jenis pertambangan antara lain logam, emas dan pasir besi.
"Untuk saat ini yang sedang eksplorasi adalah di Trenggalek dengan luas lahan 20 ribu hektare. Kami harapkan, tahun 2019 bisa berproduksi dan menambah pemasukan bagi Jawa Timur," katanya.
Dia berharap dengan upaya tegas terhadap aktivitas pertambangan ilegal dapat memberikan nilai tambah bagi daerah serta untuk kemajuan Jawa Timur.
Sementara terkait pembiaran aktivitas penambangan ilegal selama ini, kata Setiajit, Pemprov Jatim telah melakukan pembinaan secara rutin, namun masih tetap dilakukan oleh masyarakat.
"Mereka berdalih tanah dan tambang itu kan milik negara dan rakyat, sehingga mereka bebas mengambil. Namun, saya rasa tidak begitu," kata dia.
Pemprov Jatim telah memberikan tenggat waktu untuk menghentikan aktivitas tersebut hingga awal 2019, dan diharapkan bisa berhenti karena telah merusak lingkungan dan merugikan negara. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jatim Setiajit di Surabaya, Kamis, mengatakan telah mendata beberapa wilayah atau kabupaten/kota di Jatim yang ada aktivitas pertambangan ilegal dan tercatat ada sekitar 400 aktivitas pertambang ilegal.
"Pertambangan ilegal itu bukan hanya masalah Jatim, namun nasional. Untuk Jatim, kami akan memberantas pada 2019 dengan menambah petugas khusus inspektur tambang," kata Setiajit usai acara seminar tentang industri dengan tema Potensi Perusahaan Tambang Emas dalam Peningkatan Ekonomi, Lingkungan dan Sosial Kemasyarakatan.
Aktivitas pertambangan ilegal di Jatim, kata dia, tercatat ada di 29 kabupaten dan kota, dan terdapat di sekitar Madura serta wilayah tapal kuda yang meliputi Pasuruan, Bondowoso, Situbondo, Jember, Probolinggo, Lumajang hingga Banyuwangi dengan mayoritas tembang jenis galian C serta logam.
Potensi pertambangan di Jawa Timur cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah seperti Banyuwangi, Jember, Lumajang, Tulungagung, Pacitan hingga Malang dan Blitar dengan berbagai jenis pertambangan antara lain logam, emas dan pasir besi.
"Untuk saat ini yang sedang eksplorasi adalah di Trenggalek dengan luas lahan 20 ribu hektare. Kami harapkan, tahun 2019 bisa berproduksi dan menambah pemasukan bagi Jawa Timur," katanya.
Dia berharap dengan upaya tegas terhadap aktivitas pertambangan ilegal dapat memberikan nilai tambah bagi daerah serta untuk kemajuan Jawa Timur.
Sementara terkait pembiaran aktivitas penambangan ilegal selama ini, kata Setiajit, Pemprov Jatim telah melakukan pembinaan secara rutin, namun masih tetap dilakukan oleh masyarakat.
"Mereka berdalih tanah dan tambang itu kan milik negara dan rakyat, sehingga mereka bebas mengambil. Namun, saya rasa tidak begitu," kata dia.
Pemprov Jatim telah memberikan tenggat waktu untuk menghentikan aktivitas tersebut hingga awal 2019, dan diharapkan bisa berhenti karena telah merusak lingkungan dan merugikan negara. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018