Surabaya (Antaranews Jatim) - Legislator menyesalkan adanya kasus yang dialami sejumlah anak dan remaja dengan cara menghirup aroma lem atau "ngelem" yang mengakibatkan efek mabuk terjadi di Kota Surabaya, Jatim, yang notabene sebagai Kota Layak Anak.
"Sebagai kota yang mendapatkan predikat Kota Layak Anak semestinya hal tersebut tidak boleh terjadi," kata anggota Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya Khusnul Khotimah kepada Antara di Surabaya, Selasa.
Fenomena anak dan remaja menghirup aroma lem sebelumnya terjadi di Kelurahan Kutisari, Tenggilis, Surabaya pada Minggu (11/11). Petugas Polsek Tenggilis berhasil menangkap 10 anak, dua di antaranya perempuan. Mereka diketahui berumur 10-18 tahun.
Kejadian serupa kembali terjadi di Jalan Banyu Urip, Surabaya pada Senin, (19/11). Tim Odong-Odong Satpol Polisi Pamong Praja (PP) Surabaya berhasil menangkap lima anak yang saat itu kedapatan mabuk saat menghirup lem. Mereka diketahui berumur sekitar 15-16 tahun.
Untuk itu, politisi PDI Perjuangan ini mengimbau kepada Pemkot Surabaya dan masyarakat untuk bersama-sama turut memantau anak-anak terutama pada jam luar sekolah.
"Jika ada hal yang mencurigakan bisa segera melaporkan ke pihak terkait," ujarnya.
Meskipun, lanjut dia, ada dua dari lima anak yang tertangkap tersebut saat ini diberikan pembinaan di Kampung Anak Negeri, namun bukan berarti tugas pemerintah selesai.
"Hendaknya terus memantau serta mengawasi kegiatan anak-anak di luar jam sekolah," katannya.
Ia berharap Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP2A) bisa dimanfaatkan secara maksimal memberikan layanan kepada perempuan dan Anak di Surabaya.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Junaedi mengatakan setelah adanya kejadian tersebut, sebaiknya Pemkot Surabaya membuat langkah atau upaya menjaga watak karakter dan moral anak serta remaja di Kota Surabaya dengan baik.
"Jadikan slogan Surabaya Kota Layak Anak benar-benar memberikan manfaat perlindungan kepada anak-anak di Surabaya," kata politisi Demokrat ini.
Bahkan, lanjut dia, pihaknya sempat mengusulkan Pemkot Surabaya setempat memberlakukan jam belajar anak mulai pukul 18.00-21.00 WIB untuk meminimalisir kenakalan di kalangan anak-anak.
"Ini juga untuk menumbuhkan tangung jawab anak Surabaya untuk belajar. Apalagi Surabaya merupakan kota layak anak sesuai Perda 6 Tahun 2011," katanya.
Menurut dia, peran Pemkot Surabaya bersama masyarakat dan keluarga ini penting dalam mewujudkan pemberlakuan jam belajar anak.
"Ini bagian kita melindungi, membimbing, mengarahkan serta menjaga anak yang merupakan aset bangsa dan tentunya menjaga karakter anak dengan baik," ujarnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan biasanya permasalahan anak terjadi karena beberapa faktor di antaranya seperti pengaruh lingkungan, faktor pergaulan dan adanya masalah dengan pihak keluarga. Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah anak, juga harus diimbangi dengan menyelesaikan masalah keluarga.
"Saya berharap anak-anak bisa menjadi lebih baik dan tidak lagi ada yang terkena masalah," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Sebagai kota yang mendapatkan predikat Kota Layak Anak semestinya hal tersebut tidak boleh terjadi," kata anggota Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya Khusnul Khotimah kepada Antara di Surabaya, Selasa.
Fenomena anak dan remaja menghirup aroma lem sebelumnya terjadi di Kelurahan Kutisari, Tenggilis, Surabaya pada Minggu (11/11). Petugas Polsek Tenggilis berhasil menangkap 10 anak, dua di antaranya perempuan. Mereka diketahui berumur 10-18 tahun.
Kejadian serupa kembali terjadi di Jalan Banyu Urip, Surabaya pada Senin, (19/11). Tim Odong-Odong Satpol Polisi Pamong Praja (PP) Surabaya berhasil menangkap lima anak yang saat itu kedapatan mabuk saat menghirup lem. Mereka diketahui berumur sekitar 15-16 tahun.
Untuk itu, politisi PDI Perjuangan ini mengimbau kepada Pemkot Surabaya dan masyarakat untuk bersama-sama turut memantau anak-anak terutama pada jam luar sekolah.
"Jika ada hal yang mencurigakan bisa segera melaporkan ke pihak terkait," ujarnya.
Meskipun, lanjut dia, ada dua dari lima anak yang tertangkap tersebut saat ini diberikan pembinaan di Kampung Anak Negeri, namun bukan berarti tugas pemerintah selesai.
"Hendaknya terus memantau serta mengawasi kegiatan anak-anak di luar jam sekolah," katannya.
Ia berharap Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP2A) bisa dimanfaatkan secara maksimal memberikan layanan kepada perempuan dan Anak di Surabaya.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Junaedi mengatakan setelah adanya kejadian tersebut, sebaiknya Pemkot Surabaya membuat langkah atau upaya menjaga watak karakter dan moral anak serta remaja di Kota Surabaya dengan baik.
"Jadikan slogan Surabaya Kota Layak Anak benar-benar memberikan manfaat perlindungan kepada anak-anak di Surabaya," kata politisi Demokrat ini.
Bahkan, lanjut dia, pihaknya sempat mengusulkan Pemkot Surabaya setempat memberlakukan jam belajar anak mulai pukul 18.00-21.00 WIB untuk meminimalisir kenakalan di kalangan anak-anak.
"Ini juga untuk menumbuhkan tangung jawab anak Surabaya untuk belajar. Apalagi Surabaya merupakan kota layak anak sesuai Perda 6 Tahun 2011," katanya.
Menurut dia, peran Pemkot Surabaya bersama masyarakat dan keluarga ini penting dalam mewujudkan pemberlakuan jam belajar anak.
"Ini bagian kita melindungi, membimbing, mengarahkan serta menjaga anak yang merupakan aset bangsa dan tentunya menjaga karakter anak dengan baik," ujarnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan biasanya permasalahan anak terjadi karena beberapa faktor di antaranya seperti pengaruh lingkungan, faktor pergaulan dan adanya masalah dengan pihak keluarga. Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah anak, juga harus diimbangi dengan menyelesaikan masalah keluarga.
"Saya berharap anak-anak bisa menjadi lebih baik dan tidak lagi ada yang terkena masalah," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018