Surabaya (Antaranews Jatim) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan penertiban pedagang kaki lima di kawasan Gembong Jalan Kapasari, Kota Surabaya, Jatim, Senin (12/11), yang sempat ricuh antara pedagang dan petugas Satpol PP, hanyalah untuk keadilan.
     
"Sudah sejak beberapa tahun silam, pemilik rumah di sepanjang jalan itu  tidak bisa leluasa keluar masuk rumahnya karena ditutup oleh PKL. Bahkan, mereka juga banyak yang menutup usahanya," kata Wali Kota Risma di Surabaya, Selasa.
     
Padahal, lanjut dia, pemilik rumah ini sudah bayar pajak, bayar PBB, tapi kemudian tidak bisa banyak yang meninggalkan rumahnya dan tidak bisa membuka usahanya. 
     
"Saya mohon pengertiannya, itu banyak usahanya yang mati," ujar risma.
     
Menurut Risma, Pemkot Surabaya tidak hanya mengusir mereka, namun juga sudah menyiapkan sentra PKL di Gembong Asih. Ia juga menjelaskan, apabila saat ini masih sepi, itu hal yang biasa, tapi ke depannya ia yakin sentra PKL itu akan ramai. 
     
"Kalau sekarang masih sepi, ya biasalah. Dulu di Keputran juga awalnya begitu, tapi sekarang sudah puluhan juta rupiah penghasilannya. Pasar ikan di Gunungsari juga begitu, tapi coba sekarang dilihat," ujarnya.
     
Pada kesempatan itu, Wali kota perempuan pertama di Kota Surabaya ini juga memastikan bahwa yang boleh masuk ke sentra PKL itu hanya PKL warga Kota Surabaya. 
     
Ia juga mengaku tidak bisa memasukkan PKL warga luar Surabaya ke sentra PKL itu, alasannya karena di sentra PKL itu gratis dan merupakan aset Pemkot Surabaya. 
     
"Jadi, itu masalahnya. Tidak bisa saya memasukkan. Itu untuk warga Surabaya dan sudah dihitung semuanya. Saya mohon sekali lagi pengertiannya," kata dia.
     
Pada kesempatan itu, Risma juga mengakui bahwa ke depannya masih ada beberapa pekerjaan rumah (PR) dalam menertibkan para PKL dan mengembalikan fungsi jalan. 
     
Ia mengaku masih berusaha untuk mengatur PKL di sekitar Tugu Pahlawan dan juga Pasar di Wonokromo yang malam hari. "Kalau yang PT Iglas menang (dari kasasi), maka Pasar Wonokromo yang malam itu bisa dimasukkan ke situ, pabrik karung juga bisa. Kalau sudah masuk, maka tidak akan lagi diusir oleh Satpol PP dan tidak akan diobrak-obrak lagi," katanya.
     
Sementara itu, Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto memastikan bahwa penertiban itu sudah dilakukan sosialisasi dan juga perjanjian bersama. 
     
Bahkan, ia juga memastikan bahwa pada awal November 2018 sudah ada pertemuan dan pengundian nomor stan. "Jadi, mereka itu sudah kami data sejak 2017 dan kemudian kami sosialisasikan. Karena sudah waktunya relokasi, maka kami melakukan penertiban," kata Irvan.
     
Dari pendataan itu, diketahui ada 118 pedagang dan mereka sudah sepakat untuk berjualan atau masuk ke sentra PKL di Gembong Asih. Bahkan, mereka juga sudah membuat pernyataan untuk tidak lagi berjualan di tepi jalan. 
     
Namun, lanjut dia, nyatanya  masih ada pedagang yang berjualan di tempat terlarang itu, sehingga petugas Satpol PP pun bertindak menertibkannya. 
     
"Jika ini dibiarkan, tentu akan menimbulkan kecemburuan atau ketidakadilan. Jadi, ini demi rasa keadilan," katanya.
     
Irvan menambahkan, di sentra PKL Gembong Asih itu terdapat 200 stan. 160 stan di antaranya sudah ditempati, sehingga saat ini ada sebanyak 40 stan yang masih kosong atau belum ditempati. 
     
"Kami mengajak kepada para PKL itu untuk berpindah ke sentra yang telah disediakan itu," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018