Banyuwangi (Antaranews) - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dijadwalkan meresmikan Taman Gandrung Terakota dengan seribu patung gerabah penari Gandrung Banyuwangi, 20 Oktober 2018.
"Sekarang prosesnya sedang berjalan. Insya Allah nanti Ibu Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Menteri Pariwisata berkenan meresmikan. Taman ini menjadi ikon baru wisata Banyuwangi, diinisiasi oleh swasta tanpa APBD. Kami bersyukur dengan dukungan banyak pihak untuk mengembangkan wisata di Banyuwangi," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Jumat.
Taman Gandrung Terakota (TGT) itu berada di lahan sawah terasering di kaki Gunung Ijen, tepatnya di kawasan sekitar Jiwa Jawa Ijen Resort, Kecamatan Licin, Banyuwangi.
Tanggal 20 Oktober atau saat peresmian taman itu juga merupakan jadwal pelaksanaan Festival Gandrung Sewu, sebuah parade kolosal yang melibatkan ribuan penari gandrung beraksi di bibir Pantai Marina Boom. Bupati Anas menjelaskan bahwa Tari Gandrung merupakan kesenian yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak-Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tari itu kerap tampil di berbagai acara Istana Negara, bahkan sampai di kancah internasional.
Terakota sendiri adalah nama lain dari tembikar atau gerabah sebagai bahan dasar pembuatan patung penari gandrung.
"Taman ini adalah situs untuk merawat dan meruwat Tari Gandrung sebagai salah satu identitas budaya Banyuwangi," ujar Sigit Pramono, penggagas Taman Gandrung Terakota yang juga pemilik Jiwa Jawa Resort.
Sigit menambahkan, upaya merawat dan meruwat budaya tersebut sengaja dilakukan dengan pendekatan kawasan, di mana situs budaya terhampar di puluhan hektare lahan persawahan yang dibiarkan tetap alami alias tidak mengganggu aktivitas pertanian.
"Pada intinya, kesenian Gandrung memang berasal dari tradisi rakyat, yang awalnya adalah wujud syukur atas hasil pertanian yang melimpah. Karena itu, situs rawat-ruwat Tari Gandrung ini pun kita hamparkan berdampingan dengan aktivitas rakyat, yaitu petani yang tetap membajak sawah dengan kerbau, menanam dan memanen padi," ujar bankir senior yang juga mantan Direktur Utama BNI tersebut.
Berada di taman tersebut, pengunjung bisa menikmati keindahan Gunung Ijen yang memiliki tinggi 2.443 meter di atas permukaan laut (mdpl) di sisi barat. Di Ijen itulah terdapat kawah yang memancarkan api biru (blue flame) pada malam hari dan keindahannya tersohor hingga mendunia. Melihat ke arah timur, akan terlihat indahnya Selat Bali.
Sigit mengatakan, pihaknya sengaja memilih bahan tanah liat yang lebih rentan untuk pembuatan patung penari gandrung itu. Namun, dari kerentanan itulah, ada nilai tersendiri yang akan diusung dalam galeri raksasa terbuka itu. "Justru itulah makna dan nilai yang kita tawarkan, kesenian dan ketidakabadian. Karena, yang abadi adalah proses, makna dan nilai-nilai yang melekat di dalamnya," katanya.
Sigit bercerita, Taman Gandrung Terakota terinspirasi dari Terracotta Warrior and Horses di Tiongkok yang dibangun pada masa Kaisar Qin Shi Huang (259-210 SM). Penataan TGT itu melibatkan kurator seni rupa dari Galeri Nasional Indonesia sekaligus dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Dr Suwarno Wisetrotomo.
Taman Gandrung Terakota tidak hanya menyajikan deretan patung-patung penari gandrung. Memasuki kawasan itu, pengunjung dipertontonkan bukit hijau dan hamparan sawah dan aktivitas petani di sawah, kebun kopi, pohon durian, beraneka jenis bambu, dan tanaman endemik setempat.
Di tengah hamparan tersebut ada amfiteater terbuka yang biasa digunakan untuk pertunjukan kesenian berjadwal dan perhelatan musik jaz yang digelar setiap tahun sebagai rangkaian dari Banyuwangi Festival.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Sekarang prosesnya sedang berjalan. Insya Allah nanti Ibu Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Menteri Pariwisata berkenan meresmikan. Taman ini menjadi ikon baru wisata Banyuwangi, diinisiasi oleh swasta tanpa APBD. Kami bersyukur dengan dukungan banyak pihak untuk mengembangkan wisata di Banyuwangi," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Jumat.
Taman Gandrung Terakota (TGT) itu berada di lahan sawah terasering di kaki Gunung Ijen, tepatnya di kawasan sekitar Jiwa Jawa Ijen Resort, Kecamatan Licin, Banyuwangi.
Tanggal 20 Oktober atau saat peresmian taman itu juga merupakan jadwal pelaksanaan Festival Gandrung Sewu, sebuah parade kolosal yang melibatkan ribuan penari gandrung beraksi di bibir Pantai Marina Boom. Bupati Anas menjelaskan bahwa Tari Gandrung merupakan kesenian yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak-Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tari itu kerap tampil di berbagai acara Istana Negara, bahkan sampai di kancah internasional.
Terakota sendiri adalah nama lain dari tembikar atau gerabah sebagai bahan dasar pembuatan patung penari gandrung.
"Taman ini adalah situs untuk merawat dan meruwat Tari Gandrung sebagai salah satu identitas budaya Banyuwangi," ujar Sigit Pramono, penggagas Taman Gandrung Terakota yang juga pemilik Jiwa Jawa Resort.
Sigit menambahkan, upaya merawat dan meruwat budaya tersebut sengaja dilakukan dengan pendekatan kawasan, di mana situs budaya terhampar di puluhan hektare lahan persawahan yang dibiarkan tetap alami alias tidak mengganggu aktivitas pertanian.
"Pada intinya, kesenian Gandrung memang berasal dari tradisi rakyat, yang awalnya adalah wujud syukur atas hasil pertanian yang melimpah. Karena itu, situs rawat-ruwat Tari Gandrung ini pun kita hamparkan berdampingan dengan aktivitas rakyat, yaitu petani yang tetap membajak sawah dengan kerbau, menanam dan memanen padi," ujar bankir senior yang juga mantan Direktur Utama BNI tersebut.
Berada di taman tersebut, pengunjung bisa menikmati keindahan Gunung Ijen yang memiliki tinggi 2.443 meter di atas permukaan laut (mdpl) di sisi barat. Di Ijen itulah terdapat kawah yang memancarkan api biru (blue flame) pada malam hari dan keindahannya tersohor hingga mendunia. Melihat ke arah timur, akan terlihat indahnya Selat Bali.
Sigit mengatakan, pihaknya sengaja memilih bahan tanah liat yang lebih rentan untuk pembuatan patung penari gandrung itu. Namun, dari kerentanan itulah, ada nilai tersendiri yang akan diusung dalam galeri raksasa terbuka itu. "Justru itulah makna dan nilai yang kita tawarkan, kesenian dan ketidakabadian. Karena, yang abadi adalah proses, makna dan nilai-nilai yang melekat di dalamnya," katanya.
Sigit bercerita, Taman Gandrung Terakota terinspirasi dari Terracotta Warrior and Horses di Tiongkok yang dibangun pada masa Kaisar Qin Shi Huang (259-210 SM). Penataan TGT itu melibatkan kurator seni rupa dari Galeri Nasional Indonesia sekaligus dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Dr Suwarno Wisetrotomo.
Taman Gandrung Terakota tidak hanya menyajikan deretan patung-patung penari gandrung. Memasuki kawasan itu, pengunjung dipertontonkan bukit hijau dan hamparan sawah dan aktivitas petani di sawah, kebun kopi, pohon durian, beraneka jenis bambu, dan tanaman endemik setempat.
Di tengah hamparan tersebut ada amfiteater terbuka yang biasa digunakan untuk pertunjukan kesenian berjadwal dan perhelatan musik jaz yang digelar setiap tahun sebagai rangkaian dari Banyuwangi Festival.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018