Surabaya (Antaranews Jatim) - Direktur Pemasaran dan Supply Chain PT Semen Indonesia (Persero) Tbk "SMGR", Adi Munandir mengatakan harga semen di Tanah Air saat ini tidak terpengaruh dengan pelemahan rupiah, dan masih stabil seperti sebelumnya.
"Sampai di tingkat pengguna atau konsumen paling bawah dampak pelemahan rupiah tidak ada atau tidak berpengaruh," kata Adi, saat memberikan keterangan pers usai kegiatan Investor Summit di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Surabaya, Rabu.
Meski demikian, secara internal perusahaan Adi mengaku ada beban biaya produksi yang naik, khususnya untuk bahan baku batu bara yang membelinya menggunakan dolar AS.
"Bahan produksi kami masih menggunakan batu bara, dan itu membelinya menggunakan dolar AS yang pada saat ini mengalami kenaikan," kata Adi, menjelaskan.
Namun demikian, kata dia, perusahaan telah melakukan penyeimbangan harga melalui efisiensi di tempat lainnya, agar pelemahan rupiah tidak berpengarug pada harga semen.
"Kami melakukan balance dengan harga efisiensi di tempat lain, sehingga kenaikan dolar AS tidak berpengaruh. Sebab kalau dinaikkan akan berpengaruh pada psikologi pasar," katanya.
Adi mengaku tidak bisa menjelaskan secara detail nominal kenaikan untuk biaya produksi batu bara, namun secara umum tidak membuat gejolak di perusahaan.
Sementara itu di tengah ketatnya persaingan industri semen dalam negeri, hingga bulan Agustus 2018 SMGR masih mampu mencatatkan kinerja penjualan positif.
Sekretaris perusahaan Semen Indonesia, Agung Wiharto mengatakan volume penjualan mencapai 20,67 juta ton, atau tumbuh 4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 19,88 juta ton.
Capaian penjualan tersebut terdiri dari penjualan dalam negeri sebesar 16,93 juta ton, ekspor sebesar 1,99 juta ton, serta penjualan dari Thang Long Cement Company Vietnam (TLCC) sebesar 1,75 juta ton.
"Saat ini dinamika industri semen di Indonesia telah mengalami pergeseran dengan masuknya 8 pemain baru sejak 2015, yang mana sebelumnya hanya terdapat 7 produsen semen," katanya.
Adanya pemain baru, kata dia, menyebabkan terjadinya over capacity di Indonesia sebesar 30 juta ton, dimana tingkat utilisasi industri tahun 2017 hanya sebesar 65 persen.
Ia mengatakan SMGR akan terus melakukan berbagai strategi untuk memenangkan persaingan.
"Kami melihat adanya potensi perbaikan melalui penguatan fungsi Semen Indonesia sebagai Holding Company. Kami tidak lagi memandang Semen Indonesia terdiri dari 3 perusahaan semen di Indonesia yang terpisah-pisah, dan kami akan fokus untuk mengoptimalkan kinerja Semen Indonesia secara terkonsolidasi," katanya.
Sejak Januari 2018, seluruh kegiatan pemasaran dan supply chain dipusatkan di Holding Company.
"Kami memastikan tidak lagi terdapat double brand milik SMGR yang saling bersaing di pasar yang sama. Hal ini terjadi sebelumnya dimana kita dapat menemukan brand Semen Gresik dan Semen Padang bersaing di Jakarta, atau Semen Gresik dan Semen Tonasa yang sama-sama dijual di Bali. Kondisi ini akan menambah tekanan persaingan di pasar dan berakibat pada persaingan harga jual," katanya.
Selain itu, SMGR akan melakukan rerouting atas jalur distribusi yang mampu memberikan biaya transportasi yang paling efisien.
"Kami juga akan melakukan renegosiasi dengan mitra penyedia jasa transportasi untuk menyesuaikan jenis kontrak seperti apa yang lebih efisien bagi perusahaan," katanya.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Sampai di tingkat pengguna atau konsumen paling bawah dampak pelemahan rupiah tidak ada atau tidak berpengaruh," kata Adi, saat memberikan keterangan pers usai kegiatan Investor Summit di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Surabaya, Rabu.
Meski demikian, secara internal perusahaan Adi mengaku ada beban biaya produksi yang naik, khususnya untuk bahan baku batu bara yang membelinya menggunakan dolar AS.
"Bahan produksi kami masih menggunakan batu bara, dan itu membelinya menggunakan dolar AS yang pada saat ini mengalami kenaikan," kata Adi, menjelaskan.
Namun demikian, kata dia, perusahaan telah melakukan penyeimbangan harga melalui efisiensi di tempat lainnya, agar pelemahan rupiah tidak berpengarug pada harga semen.
"Kami melakukan balance dengan harga efisiensi di tempat lain, sehingga kenaikan dolar AS tidak berpengaruh. Sebab kalau dinaikkan akan berpengaruh pada psikologi pasar," katanya.
Adi mengaku tidak bisa menjelaskan secara detail nominal kenaikan untuk biaya produksi batu bara, namun secara umum tidak membuat gejolak di perusahaan.
Sementara itu di tengah ketatnya persaingan industri semen dalam negeri, hingga bulan Agustus 2018 SMGR masih mampu mencatatkan kinerja penjualan positif.
Sekretaris perusahaan Semen Indonesia, Agung Wiharto mengatakan volume penjualan mencapai 20,67 juta ton, atau tumbuh 4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 19,88 juta ton.
Capaian penjualan tersebut terdiri dari penjualan dalam negeri sebesar 16,93 juta ton, ekspor sebesar 1,99 juta ton, serta penjualan dari Thang Long Cement Company Vietnam (TLCC) sebesar 1,75 juta ton.
"Saat ini dinamika industri semen di Indonesia telah mengalami pergeseran dengan masuknya 8 pemain baru sejak 2015, yang mana sebelumnya hanya terdapat 7 produsen semen," katanya.
Adanya pemain baru, kata dia, menyebabkan terjadinya over capacity di Indonesia sebesar 30 juta ton, dimana tingkat utilisasi industri tahun 2017 hanya sebesar 65 persen.
Ia mengatakan SMGR akan terus melakukan berbagai strategi untuk memenangkan persaingan.
"Kami melihat adanya potensi perbaikan melalui penguatan fungsi Semen Indonesia sebagai Holding Company. Kami tidak lagi memandang Semen Indonesia terdiri dari 3 perusahaan semen di Indonesia yang terpisah-pisah, dan kami akan fokus untuk mengoptimalkan kinerja Semen Indonesia secara terkonsolidasi," katanya.
Sejak Januari 2018, seluruh kegiatan pemasaran dan supply chain dipusatkan di Holding Company.
"Kami memastikan tidak lagi terdapat double brand milik SMGR yang saling bersaing di pasar yang sama. Hal ini terjadi sebelumnya dimana kita dapat menemukan brand Semen Gresik dan Semen Padang bersaing di Jakarta, atau Semen Gresik dan Semen Tonasa yang sama-sama dijual di Bali. Kondisi ini akan menambah tekanan persaingan di pasar dan berakibat pada persaingan harga jual," katanya.
Selain itu, SMGR akan melakukan rerouting atas jalur distribusi yang mampu memberikan biaya transportasi yang paling efisien.
"Kami juga akan melakukan renegosiasi dengan mitra penyedia jasa transportasi untuk menyesuaikan jenis kontrak seperti apa yang lebih efisien bagi perusahaan," katanya.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018