Lumajang (Antaranews Jatim) - BMKG Karangkates Malang akan melakukan pengamatan terhadap peristiwa gerhana bulan total yang terjadi pada 28 Juli 2018 karena peristiwa tersebut merupakan fenomena yang langka.

"BMKG sebagai institusi pemerintah akan memberikan informasi peristiwa gerhana bulan total pada 28 Juli 2018 yang merupakan gerhana bulan total terlama pada abad ke 21," kata Kepala Stasiun Geofisika BMKG Karangkates saat dihubungi dari Lumajang, Jawa Timur, Jumat.

Menurutnya gerhana bulan merupakan peristiwa terhalangnya cahaya matahari oleh bumi, sehingga cahaya tidak semuanya sampai ke bulan dan peristiwa itu terjadi akibat dinamisnya pergerakan posisi matahari, bumi, dan bulan yang hanya berlangsung saat fase purnama dan dapat diprediksi sebelumnya.

"Totalitas gerhana bulan total itu mencapai 103 menit dan ini merupakan yang terlama hingga lebih dari 100 tahun ke depan," tuturnya.

Ia menjelaskan gerhana bulan total yang akan datang dengan fase totalitas lebih lama adalah gerhana bulan yang terjadi pada 9 Juni 2123 yang waktunya mencapai 106 menit, namun sayangnya gerhana tersebut tidak teramati dari Indonesia.

"Gerhana bulan total dengan fase totalitas diamati dari Indonesia pada 19 Juni 2141 mencapai 106 menit, sedangkan gerhana bulan total sebelumnya dengan totalitas lebih lama daripada gerhana bulan total yang terjadi pada 28 Juli 2018 adalah gerhana bulan total yang terjadi pada 16 Juli 2000 dengan fase totalitas mencapai 106 menit," katanya.

Mengingat peristiwa gerhana bulan total 28 Juli 2018 merupakan peristiwa langka dan terkait tugas pokok BMKG, lanjut dia, maka BMKG Karangkates Malang akan melakukan pengamatan gerhana bulan total pada Sabtu (28/7) di halaman kantor BMKG Karangkates atau langsung melalui laman http://www.bmkg.go.id/gbt.

Menurutnya proses gerhana bulan total yang terjadi pada 28 Juli 2018 dimulai ketika piringan bulan mulai memasuki penumbra bumi pukul 00.13 WIB, setelah itu, kecerlangan bulan lebih redup dibandingkan dengan kecerlangannya sebelum gerhana.

"Perubahan kecerlangan itu tidak dapat dideteksi oleh mata tanpa alat, sehingga hanya dapat dideteksi dari hasil perbandingan perekaman antara sebelum gerhana dan setelah gerhana," ujarnya.

Ketika piringan bulan memasuki umbra bumi pukul 01.24 WIB, maka fase gerhana sebagian dimulai dan hal itu ditandai dengan sedikit lebih gelapnya bagian bulan yang mulai memasuki umbra bumi. 

"Semakin lama, maka bagian gelap itu semakin besar, hingga akhirnya seluruh piringan bulan memasuki umbra bumi pukul 02.30 WIB. Sejak itu, bagian bulan memerah dan mencapai puncak merah yang merupakan saat puncak gerhana pada pukul 03.22 WIB," katanya.

Ia menjelaskan memerahnya piringan bulan itu karena cahaya matahari dihamburkan atmosfer bumi, selanjutnya bagian cahaya merahnya diteruskan sampai bulan, kemudian fase totalitas,maka gerhana bulan total akan berwarna kemerahan.

Peristiwa memerahnya piringan bulan saat fase totalitas itu berakhir pukul 04.13 WIB ketika piringan bulan memasuki penumbra bumi. Sejak itu, piringan bulan terlihat gelap kembali dan adanya bagian terang pada piringan bulan, yang menandakan peristiwa gerhana bulan sebagian kembali terjadi.

"Seiring waktu bagian terang semakin besar hingga akhirnya seluruh piringan bulan meninggalkan umbra bumi pukul 05.19 WIB. Saat itu, bulan berada di bagian penumbra bumi, sehingga peristiwa gerhana bulan penumbra kembali terjadi," katanya.

Musripan mengatakan bulan semakin cemerlang, meskipun kurang cemerlang dibandingkan purnama biasa hingga gerhana selesai pukul 06.30 WIB saat bulan meninggalkan penumbra bumi.  (*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018