Jakarta (Antaranews Jatim) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Menteri Sosial Idrus Marham pada Kamis sebagai saksi untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Idrus sudah tiba di gedung KPK, Jakarta sekitar pukul 10.00 WIB.
"Sesuai dengan janji saya dengan penyidik bahwa tanggal 26 saya akan hadir, dan karena itu hari ini saya hadir dalam rangka melanjutkan apa-apa yang ditanyakan oleh penyidik kepada saya. Pokoknya hari ini masih pemeriksaan lanjutan sebagai saksi," ucap Idrus saat tiba di gedung KPK, Jakarta.
Sebelumnya, Idrus sudah diperiksa pada Kamis (19/7) pekan lalu dalam kasus yang sama, dan mengaku mengenal kedua tersangka dalam kasus itu, yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Selain Idrus, KPK juga memanggil tiga petinggi PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budistrisno Kotjo, yakni Direktur Operasional PT PJBI Dwi Hartono, Direktur Keuangan PT PJBI Amir Faisal, dan Corporate Secretary PT PJBI Lusiana Ester.
Sebelumnya, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.
Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.
Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Idrus sudah tiba di gedung KPK, Jakarta sekitar pukul 10.00 WIB.
"Sesuai dengan janji saya dengan penyidik bahwa tanggal 26 saya akan hadir, dan karena itu hari ini saya hadir dalam rangka melanjutkan apa-apa yang ditanyakan oleh penyidik kepada saya. Pokoknya hari ini masih pemeriksaan lanjutan sebagai saksi," ucap Idrus saat tiba di gedung KPK, Jakarta.
Sebelumnya, Idrus sudah diperiksa pada Kamis (19/7) pekan lalu dalam kasus yang sama, dan mengaku mengenal kedua tersangka dalam kasus itu, yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Selain Idrus, KPK juga memanggil tiga petinggi PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budistrisno Kotjo, yakni Direktur Operasional PT PJBI Dwi Hartono, Direktur Keuangan PT PJBI Amir Faisal, dan Corporate Secretary PT PJBI Lusiana Ester.
Sebelumnya, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.
Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.
Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018