Sampang (Antaranews Jatim) - Warga Sampang, Jawa Timur, Senin, menutup akses jalan menuju Waduk Nipah di Desa Montor, Kecamatan Banyuates, sebagai bentuk protes atas kebijakan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas yang belum membayar ganti rugi tanah kepada masyarakat di wilayah itu.
Penutupan jalan menuju waduk yang diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada 19 Maret 2016 itu dengan memasang bambu yang menutup jalan itu dan tulisan larangan melintas jalan.
"Mohon Maaf, Dilarang Lewat Karna Tanah Ini Belum Bebas,". Demikian tulisan yang dipasang pada bambu yang melintas di atas jalan menuju Waduk Nipah itu.
Akibat penutupan ini, warga tidak bisa menuju Waduk Nipah yang selama ini sering dijadikan objek wisata lokal masyarakat di wilayah itu.
Menurut pemilik tanah Haji Hasul, warga Dusun Tebanah, Desa Tebanah, Kecamatan Banyuates, penutupan jalan menuju Waduk Nipah itu terpaksa dilakukan, karena hingga kini tanah itu belum dibebaskan, meski secara simbolis telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 19 Maret 2016.
"Kami sudah berulangkali meminta agar pembebasan lahan kami segera direalisasikan, akan tetapi hingga kini belum dilaksanakan," ujar Hasul.
Tanah di sekiar Waduk Nipah yang belum dibebaskan oleh itu sekitar 1.000 meter persegi. Masyarakat dikitar Waduk ini mengaku, sudah berulang kali menemui perwakilan BBWS Brantas dan Pemkab Sampang, namun hingga kini sisa uang pembebasannya belum terealisasi.
"Bayangkan, kami sudah meminta agar pembebasan tanah kami segera direalisasikan sejak sebelum peresmian, dan hingga 2018 ini belum ada realisasinya," ujar Hasul.
Selain menutup akses jalan menuju Waduk Nipah itu, Warga juga menggugat Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas ke pangadilan negeri setempat terkait pembebasan tanah di sekitar Waduk Nipah.
Gugatan warga pemilik lahan itu terdaftar pada Nomor Perkara: 08/Pdt.G/2018/PN.Spg. Gugatan ini telah didaftarkan pada tanggal 20 Juli 2018.
Salah satu tuntutannya adalah memohon majelis hakim yang akan menangani perkara itu agar memutuskan BBWS segera memberikan ganti rugi atas penggunaan lahan milik M. Hasul dan meminta BBWS supaya tidak lagi menjadikan tanah miliknya sebagai akses jalan irigasi.
Pembangunan Waduk Nipah yang terletak di Desa Montor, Kecamatan Banyuates, Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur memang telah diresmikan langsung oleh Joko Widodo pada tanggal 19 Maret 2016.
Sementara itu, pembangunan Waduk Nipah dimulai pada tahun 1973 dengan meminta restu kepada sejumlah ulama dan tokoh masyarakat. Pembebasan lahan dimulai pada tahun 1982. Akan tetapi, pembangunannya berhenti pada tahun 1993. Setelah lama mandek, pengerjaan waduk dimulai lagi pada tahun 2008.
Menurut kuasa hukum warga dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Suparman, pihak BBWS selaku institusi penyelenggara pada proyek pembangunan waduk itu mengumumkan kepada publik bahwa pembebasan tanah waduk itu telah tuntas sehingga pembangunan dilanjutkan dan diresmikan langsung oleh Presiden Jokowi.
Faktanya, tidak demikian, dan masih ada sebagian tanah milik warga yang hingga kini belum dibebaskan, seperti yang dialami oleh warga Dusun Tebanah, Desa Tebanah, Kecamatan Banyuates, M. Hasul.
Tanah milik warga ini sejak 2009 dijadikan akses jalan untuk pembangunan irigasi belum dibebaskan atau diberi ganti rugi tetapi sudah dimanfaatkan sebagai akses jalan.
Ia juga sudah berulang kali meminta penjelasan kepada BBWS selaku instansi penanggung jawab pelaksana proyek. Akan tetapi, kurang diperhatikan.
"Saudara Hasul ini menilai bahwa pembebasan lahan ada indikasi penuh manipulasi data dan konspirasi. Hal ini tampak jelas di lapangan ada tanah yang sampai saat tidak dimanfaatkan oleh BBWS, tetapi dibebaskan atau mendapat ganti rugi. Anehnya lagi sampai sekarang tanah yang dibebaskan itu utuh tanpa tersentuh alat berat, ini ada apa?" katanya.
Waduk Nipah tersebut diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan irigasi untuk pengairan sawah dan perkebunan seluas 1.150 hektare. Waduk ini berada di atas lahan seluas 527 hektare. Pembangunan waduk tersebut telah menghabiskan anggaran sebesar Rp168,3 miliar untuk pembangunan fisik dan Rp43,9 miliar untuk pembebasan lahan.
"Yang menjadi pertanyaan masyarakat di Kabupaten Sampang karena pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran untuk pembebasan lahan, faktanya sampai saat ini masih ada lahan milik warga yang belum dibebaskan atau diberi ganti rugi," kata Suparman. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Penutupan jalan menuju waduk yang diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada 19 Maret 2016 itu dengan memasang bambu yang menutup jalan itu dan tulisan larangan melintas jalan.
"Mohon Maaf, Dilarang Lewat Karna Tanah Ini Belum Bebas,". Demikian tulisan yang dipasang pada bambu yang melintas di atas jalan menuju Waduk Nipah itu.
Akibat penutupan ini, warga tidak bisa menuju Waduk Nipah yang selama ini sering dijadikan objek wisata lokal masyarakat di wilayah itu.
Menurut pemilik tanah Haji Hasul, warga Dusun Tebanah, Desa Tebanah, Kecamatan Banyuates, penutupan jalan menuju Waduk Nipah itu terpaksa dilakukan, karena hingga kini tanah itu belum dibebaskan, meski secara simbolis telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 19 Maret 2016.
"Kami sudah berulangkali meminta agar pembebasan lahan kami segera direalisasikan, akan tetapi hingga kini belum dilaksanakan," ujar Hasul.
Tanah di sekiar Waduk Nipah yang belum dibebaskan oleh itu sekitar 1.000 meter persegi. Masyarakat dikitar Waduk ini mengaku, sudah berulang kali menemui perwakilan BBWS Brantas dan Pemkab Sampang, namun hingga kini sisa uang pembebasannya belum terealisasi.
"Bayangkan, kami sudah meminta agar pembebasan tanah kami segera direalisasikan sejak sebelum peresmian, dan hingga 2018 ini belum ada realisasinya," ujar Hasul.
Selain menutup akses jalan menuju Waduk Nipah itu, Warga juga menggugat Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas ke pangadilan negeri setempat terkait pembebasan tanah di sekitar Waduk Nipah.
Gugatan warga pemilik lahan itu terdaftar pada Nomor Perkara: 08/Pdt.G/2018/PN.Spg. Gugatan ini telah didaftarkan pada tanggal 20 Juli 2018.
Salah satu tuntutannya adalah memohon majelis hakim yang akan menangani perkara itu agar memutuskan BBWS segera memberikan ganti rugi atas penggunaan lahan milik M. Hasul dan meminta BBWS supaya tidak lagi menjadikan tanah miliknya sebagai akses jalan irigasi.
Pembangunan Waduk Nipah yang terletak di Desa Montor, Kecamatan Banyuates, Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur memang telah diresmikan langsung oleh Joko Widodo pada tanggal 19 Maret 2016.
Sementara itu, pembangunan Waduk Nipah dimulai pada tahun 1973 dengan meminta restu kepada sejumlah ulama dan tokoh masyarakat. Pembebasan lahan dimulai pada tahun 1982. Akan tetapi, pembangunannya berhenti pada tahun 1993. Setelah lama mandek, pengerjaan waduk dimulai lagi pada tahun 2008.
Menurut kuasa hukum warga dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Suparman, pihak BBWS selaku institusi penyelenggara pada proyek pembangunan waduk itu mengumumkan kepada publik bahwa pembebasan tanah waduk itu telah tuntas sehingga pembangunan dilanjutkan dan diresmikan langsung oleh Presiden Jokowi.
Faktanya, tidak demikian, dan masih ada sebagian tanah milik warga yang hingga kini belum dibebaskan, seperti yang dialami oleh warga Dusun Tebanah, Desa Tebanah, Kecamatan Banyuates, M. Hasul.
Tanah milik warga ini sejak 2009 dijadikan akses jalan untuk pembangunan irigasi belum dibebaskan atau diberi ganti rugi tetapi sudah dimanfaatkan sebagai akses jalan.
Ia juga sudah berulang kali meminta penjelasan kepada BBWS selaku instansi penanggung jawab pelaksana proyek. Akan tetapi, kurang diperhatikan.
"Saudara Hasul ini menilai bahwa pembebasan lahan ada indikasi penuh manipulasi data dan konspirasi. Hal ini tampak jelas di lapangan ada tanah yang sampai saat tidak dimanfaatkan oleh BBWS, tetapi dibebaskan atau mendapat ganti rugi. Anehnya lagi sampai sekarang tanah yang dibebaskan itu utuh tanpa tersentuh alat berat, ini ada apa?" katanya.
Waduk Nipah tersebut diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan irigasi untuk pengairan sawah dan perkebunan seluas 1.150 hektare. Waduk ini berada di atas lahan seluas 527 hektare. Pembangunan waduk tersebut telah menghabiskan anggaran sebesar Rp168,3 miliar untuk pembangunan fisik dan Rp43,9 miliar untuk pembebasan lahan.
"Yang menjadi pertanyaan masyarakat di Kabupaten Sampang karena pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran untuk pembebasan lahan, faktanya sampai saat ini masih ada lahan milik warga yang belum dibebaskan atau diberi ganti rugi," kata Suparman. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018