Surabaya (Antaranews Jatim) - Koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Siti Zuhro menantang KAHMI Jatim untuk bisa menerapkan konsep membangun desa cerdas.
Siti Zuhro, di Surabaya, Minggu, mengatakan sebagai peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pihaknya sudah membuat konsep "Smart Village" atau Desa Cerdas yang sudah diterapkan di Tanggerang Selatan dan Kudus.
"Kalau Jatim mau mengadopsi ini silahkan konsep sudah ada, kita berikan untuk KAHMI," katanya.
Hal ini juga disampaikan Siti Zuhro pada saat memberikan sambutan di acara peresmian Graha KAHMI Jatim di Jalan Gayungsari Timur 10 KAV 22 A Kota Surabaya, Sabtu (21/7) malam.
Menurut dia, konsep Desa Cerdas untuk tahun pertama tidak bekerja sama dengan dengan LIPI, melainkan dengan Pergerakan Indonesia Maju (PIM) yang didirikan dengan Din Syamsudin selaku Ketua Dewan Nasional PIM.
Pada tahun berikutnya, Siti Zuhro baru menggandeng LIPI untuk mengaplikasikan konsep Desa Cerdas di Kudus, Jawa Tengah. "Tapi hak paten tetap ada di saya, karena saya yang melakukan itu. Tapi sekarang, saya ingin itu menjadi model Desa Cerdas alah Kahmi," katanya.
Secara umum desa cerdas dan berkelanjutan adalah desa inovatif yang menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan cara-cara lainnya untuk mencapai kebahagiaan hidup, meningkatkan kualitas hidup, efisiensi, dan daya saing, sambil memastikan pemenuhan kebutuhan generasi masa kini dan masa depan dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Selain itu, desa cerdas juga menarik bagi warga, pengusaha, dan pekerja, serta menyediakan ruang yang lebih aman dengan layanan yang lebih baik dan lingkungan inovatif yang mendorong solusi kreatif, sehingga menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketidaksetaraan.
Dalam kaitannya hal ini, Siti Zuhro menilai Jatim memiliki potensi untuk menerapkan konsep "Desa Cerdas" seperti halnya desa yang ada di Kabupaten Banyuwangi.
Untuk bisa menerapkan konsep "Desa Cerdas" diperlukan empat pilar yaitu yaitu "smart people", "smart Environment/living", "smart economy", dan "smart governance".
Adapun pengertian "smart people" adalah warga mempunyai kemauan untuk selalu belajar, menerima perbedaan dalam bentuk apapun, kreatif, dan selalu berpartisipasi dalam kegiatan publik, "smart living" adalah sisi kehidupan masyarakat yang menyediakan fasilitas budaya, infrastruktur kesehatan yang memadai, fasilitas pendidikan lengkap, dan kehidupan sosial yang menyatu.
"Smart economy" adalah semangat untuk terus berinovasi, mempunyai jiwa kewirausahaan, selalu berusaha produktif dan mempunyai kemampuan untuk berubah dan "smart governance" adalah birokrasi yang transparan, melayani publik dan tidak menyulitkan masyarakat. Selain itu juga mempunyai strategi dan pandangan politik yang jelas dan bermanfaat bagi khalayak.
"Empat itu kita bangun secara simultan, sudah kita uji cobakan. Ketika kita turun dan berkontribusi jangan berfikir uang dulu, dedikasi kita yang tulus dan ikhlas," katanya.
Ia mengatakan untuk membangun desa cerdas tidak harus dengan uang, tapi sinergi yang dimintakan antara pemerintah daerah dengan desa. "KAHMI harus hadir untuk memberikan satu dorongan, pencerahan dan pencerdasan kepada desa itu. Ini yang bisa dilakukan. Saya melihat nuansa yang bersemangat di KAHMI Jatim," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, dengan adanya Graha Kahmi ini, ia berharap bisa difungsikan dengan baik dan gunakan semaksimal mungkin. Ia menyarankan agar dibuat perencanaaan untuk penggunaan graha pada tahun pertama dan selanjtunya.
"Apakah ekonomi kreatif dulu atau berbarengan dengan pendampingan desa. Atau juga sebagai sentra budaya. Tapi nilai KAHMI-nya harus tetap hadir," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Siti Zuhro, di Surabaya, Minggu, mengatakan sebagai peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pihaknya sudah membuat konsep "Smart Village" atau Desa Cerdas yang sudah diterapkan di Tanggerang Selatan dan Kudus.
"Kalau Jatim mau mengadopsi ini silahkan konsep sudah ada, kita berikan untuk KAHMI," katanya.
Hal ini juga disampaikan Siti Zuhro pada saat memberikan sambutan di acara peresmian Graha KAHMI Jatim di Jalan Gayungsari Timur 10 KAV 22 A Kota Surabaya, Sabtu (21/7) malam.
Menurut dia, konsep Desa Cerdas untuk tahun pertama tidak bekerja sama dengan dengan LIPI, melainkan dengan Pergerakan Indonesia Maju (PIM) yang didirikan dengan Din Syamsudin selaku Ketua Dewan Nasional PIM.
Pada tahun berikutnya, Siti Zuhro baru menggandeng LIPI untuk mengaplikasikan konsep Desa Cerdas di Kudus, Jawa Tengah. "Tapi hak paten tetap ada di saya, karena saya yang melakukan itu. Tapi sekarang, saya ingin itu menjadi model Desa Cerdas alah Kahmi," katanya.
Secara umum desa cerdas dan berkelanjutan adalah desa inovatif yang menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan cara-cara lainnya untuk mencapai kebahagiaan hidup, meningkatkan kualitas hidup, efisiensi, dan daya saing, sambil memastikan pemenuhan kebutuhan generasi masa kini dan masa depan dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Selain itu, desa cerdas juga menarik bagi warga, pengusaha, dan pekerja, serta menyediakan ruang yang lebih aman dengan layanan yang lebih baik dan lingkungan inovatif yang mendorong solusi kreatif, sehingga menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketidaksetaraan.
Dalam kaitannya hal ini, Siti Zuhro menilai Jatim memiliki potensi untuk menerapkan konsep "Desa Cerdas" seperti halnya desa yang ada di Kabupaten Banyuwangi.
Untuk bisa menerapkan konsep "Desa Cerdas" diperlukan empat pilar yaitu yaitu "smart people", "smart Environment/living", "smart economy", dan "smart governance".
Adapun pengertian "smart people" adalah warga mempunyai kemauan untuk selalu belajar, menerima perbedaan dalam bentuk apapun, kreatif, dan selalu berpartisipasi dalam kegiatan publik, "smart living" adalah sisi kehidupan masyarakat yang menyediakan fasilitas budaya, infrastruktur kesehatan yang memadai, fasilitas pendidikan lengkap, dan kehidupan sosial yang menyatu.
"Smart economy" adalah semangat untuk terus berinovasi, mempunyai jiwa kewirausahaan, selalu berusaha produktif dan mempunyai kemampuan untuk berubah dan "smart governance" adalah birokrasi yang transparan, melayani publik dan tidak menyulitkan masyarakat. Selain itu juga mempunyai strategi dan pandangan politik yang jelas dan bermanfaat bagi khalayak.
"Empat itu kita bangun secara simultan, sudah kita uji cobakan. Ketika kita turun dan berkontribusi jangan berfikir uang dulu, dedikasi kita yang tulus dan ikhlas," katanya.
Ia mengatakan untuk membangun desa cerdas tidak harus dengan uang, tapi sinergi yang dimintakan antara pemerintah daerah dengan desa. "KAHMI harus hadir untuk memberikan satu dorongan, pencerahan dan pencerdasan kepada desa itu. Ini yang bisa dilakukan. Saya melihat nuansa yang bersemangat di KAHMI Jatim," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, dengan adanya Graha Kahmi ini, ia berharap bisa difungsikan dengan baik dan gunakan semaksimal mungkin. Ia menyarankan agar dibuat perencanaaan untuk penggunaan graha pada tahun pertama dan selanjtunya.
"Apakah ekonomi kreatif dulu atau berbarengan dengan pendampingan desa. Atau juga sebagai sentra budaya. Tapi nilai KAHMI-nya harus tetap hadir," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018