Surabaya (Antaranews Jatim) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta Pemerintah Provinsi Jatim bersikap adil terkait biaya pendidikan SMA/SMK menyusul banyaknya laporan dari warga yang mengeluhkan biaya pendidikan SMA/SMK tinggi dan mengancam anak putus sekolah.
     
"Kenapa dulu saya membuat kebijakan sekolah itu gratis terutama sekolah negeri karena disitulah letak keadilannya," kata Risma saat menggelar jumpa pers di rumah dinas Wali Kota Surabaya, Rabu.
     
Menurut dia, dalam UUD pasal 34 ayat 1 tertulis bahwa fakir miskin dan anak terlantar dirawat oleh negara. Selain itu, lanjut dia, dalam Pancasila di ayat kelima disebutkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
     
"Itu diartikan bahwa pemerintah harus bersikap adil," katanya.
     
Namun realitanya, lanjut dia, masih banyak pelajar SMA/SMK yang memiliki kecerdasan cukup baik tapi tidak bisa sekolah karena terkendala biaya pendidikan yang tinggi. 
     
"Kalau begini pemerintah berpihak ke siapa, kalau hanya orang kaya, pemimpin, pejabat saja yang bisa sekolah sama saja dengan penjajahan zaman kolonial dulu. Apa itu adil, dimana negara ini, dimana pemerintah ini," ujarnya.
     
Melihat hal ini, Risma terus berupaya agar biaya pendidikan SMA/SMK dapat digratiskan, salah satunya dengan menyampaikan permasalahan ini kepada media serta mengumpulkan uang dari masjid. 
     
"Tapi semua ada batasannya. Kalau naik lagi kan semakin berat, uang muka ada yang minta Rp10 juta sampai Rp15 juta, uang dari mana anak-anak itu," ujarnya.
     
Selain itu, Risma berencana membuat cabang di beberapa sekolah dengan meminta izin provinsi untuk menampung anak-anak SMA/SMK yang tidak mampu dari segi biaya. 
     
"Ini dilakukan untuk mengantisipasi anak-anak yang terancam putus sekolah," kata wali kota perempuan pertama di Surabaya ini.  
     
Ditanya berapa jumlah anak Surabaya yang terancam putus sekolah, Risma tidak mengetahui secara pasti jumlahnya. "Nanti datanya minta dinas sosial karena saya tidak hafal," ujarnya.
     
Risma berharap di tahun ajaran baru nanti, Pemprov perlu mengkaji kembali biaya pendidikan SMA/SMK, mengingat tidak semua orang di Surabaya dan Jawa Timur sama dari segi finansial.
     
"Tidak semua kaya, tapi apa ya mereka tidak berhak untuk mengeyam pendidikan. Kalau itu terjadi, sama saja kembali ke zaman Belanda, lalu apa gunanya kita merdeka," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018