Surabaya (Antaranews Jatim) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta semua ibu pemantau jentik (Bumantik) dilibatkan dalam upaya pencegahan terorisme di Kota Pahlawan.
"Ibu-ibu tidak harus seperti densus, saya minta menjadi mata untuk mencegah terorisme. Ini penting karena kalau bergandeng tangan, saya yakin itu bisa dicegah," kata Tri Rismaharini saat mengumpulkan semua Bumantik di Gedung Sawunggaling, Surabaya, Rabu.
Menurut dia, polisi di Kota Surabaya hanya sekitar 3 ribuan personil, tentara 600 personil dan pegawai Pemkot Surabaya semuanya sekitar 4 ribuan, sedangkan penduduk Surabaya berjumlah 3,3 juta.
Oleh karena itu, lanjut dia, butuh peran dan dukungan dari semua pihak untuk mencegah bahaya terorisme itu, salah satunya Bumantik.
"Jadi, bukan hanya tangan, kaki dan pikiran, tapi mata dan mulut juga bisa berkontribusi. Kalau Bumantik ini bisa diperankan betul, maka saya yakin bisa menjadi informan pertama dalam pencegahan terorisme karena bisa masuk ke rumah-rumah warga. Jadi, saya minta tolong jadi informan," katanya.
Risma menjelaskan ketika bumantik masuk ke rumah-rumah warga untuk memeriksa jentik-jentik nyamuk di kamar mandi, maka tidak ada salahnya melirik-lirik isi rumah warga.
Salah satu contohnya apabila di dalam rumah itu tidak ada kompornya, kemungkinan jika itu teroris, maka sengaja tidak membawa bahan-bahan yang panas ke dalam rumahnya supaya bahan peledak yang telah dipersiapkan tidak meledak di dalam rumahnya.
"Pokoknya, kalau ada sesuatu yang mencurigakan ketika masuk ke dalam rumah warga, maka itu harus dilaporkan kepada Pak RT. Yang paling penting laporannya itu adalah alamat rumah warga itu," ujarnya.
Setelah laporan kepada Ketua RT, lanjut dia, maka tugas Bumantik sudah selesai. Selanjutnya, tinggal Ketua RT akan melaporkan kepada jajaran Pemkot Surabaya melalui aplikasi Sipandu. "Hal ini penting karena ini musuh bersama," katanya.
Selain itu, kata dia, apabila Bumantik menemukan rumah warga yang ketika diketuk pintunya tidak boleh masuk atau ketika diketok pintunya tidak keluar-keluar rumah, maka hal itu juga perlu dilaporkan kepada Ketua RT.
"Tolong dilaporkan supaya kami tahu, karena kalau tidak tahu, kami sulit untuk mendeteksinya, terutama di perumahan-perumahan," katanya.
Wali Kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu menjelaskan bahwa semua pontensi di Kota Surabaya dikerahkan untuk mencegah bahaya terorisme, mulai dari RT/RW/Kepala Sekolah, takmir masjid, guru agama dan berbagai element lainnya.
"Habis ini saya masih berencana untuk mengumpulkan para rektor-rektor," katanya.
Semua elemen itu, kata dia, sama-sama diajak untuk melakukan deteksi dini pencegahan terorisme di Kota Surabaya. Hal ini sangat penting karena dia tidak ingin kejadian serupa terjadi di Surabaya, sehingga Risma berkali-kali meminta tolong kepada Bumantik untuk memberikan informasi hal-hal yang mencurigakan.
"Semakin banyak informasi yang kami dapatkan, maka semakin bagus pula bagi kami untuk mengantisipasinya. Jadi, saya benar-benar nyuwun tulung," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Ibu-ibu tidak harus seperti densus, saya minta menjadi mata untuk mencegah terorisme. Ini penting karena kalau bergandeng tangan, saya yakin itu bisa dicegah," kata Tri Rismaharini saat mengumpulkan semua Bumantik di Gedung Sawunggaling, Surabaya, Rabu.
Menurut dia, polisi di Kota Surabaya hanya sekitar 3 ribuan personil, tentara 600 personil dan pegawai Pemkot Surabaya semuanya sekitar 4 ribuan, sedangkan penduduk Surabaya berjumlah 3,3 juta.
Oleh karena itu, lanjut dia, butuh peran dan dukungan dari semua pihak untuk mencegah bahaya terorisme itu, salah satunya Bumantik.
"Jadi, bukan hanya tangan, kaki dan pikiran, tapi mata dan mulut juga bisa berkontribusi. Kalau Bumantik ini bisa diperankan betul, maka saya yakin bisa menjadi informan pertama dalam pencegahan terorisme karena bisa masuk ke rumah-rumah warga. Jadi, saya minta tolong jadi informan," katanya.
Risma menjelaskan ketika bumantik masuk ke rumah-rumah warga untuk memeriksa jentik-jentik nyamuk di kamar mandi, maka tidak ada salahnya melirik-lirik isi rumah warga.
Salah satu contohnya apabila di dalam rumah itu tidak ada kompornya, kemungkinan jika itu teroris, maka sengaja tidak membawa bahan-bahan yang panas ke dalam rumahnya supaya bahan peledak yang telah dipersiapkan tidak meledak di dalam rumahnya.
"Pokoknya, kalau ada sesuatu yang mencurigakan ketika masuk ke dalam rumah warga, maka itu harus dilaporkan kepada Pak RT. Yang paling penting laporannya itu adalah alamat rumah warga itu," ujarnya.
Setelah laporan kepada Ketua RT, lanjut dia, maka tugas Bumantik sudah selesai. Selanjutnya, tinggal Ketua RT akan melaporkan kepada jajaran Pemkot Surabaya melalui aplikasi Sipandu. "Hal ini penting karena ini musuh bersama," katanya.
Selain itu, kata dia, apabila Bumantik menemukan rumah warga yang ketika diketuk pintunya tidak boleh masuk atau ketika diketok pintunya tidak keluar-keluar rumah, maka hal itu juga perlu dilaporkan kepada Ketua RT.
"Tolong dilaporkan supaya kami tahu, karena kalau tidak tahu, kami sulit untuk mendeteksinya, terutama di perumahan-perumahan," katanya.
Wali Kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu menjelaskan bahwa semua pontensi di Kota Surabaya dikerahkan untuk mencegah bahaya terorisme, mulai dari RT/RW/Kepala Sekolah, takmir masjid, guru agama dan berbagai element lainnya.
"Habis ini saya masih berencana untuk mengumpulkan para rektor-rektor," katanya.
Semua elemen itu, kata dia, sama-sama diajak untuk melakukan deteksi dini pencegahan terorisme di Kota Surabaya. Hal ini sangat penting karena dia tidak ingin kejadian serupa terjadi di Surabaya, sehingga Risma berkali-kali meminta tolong kepada Bumantik untuk memberikan informasi hal-hal yang mencurigakan.
"Semakin banyak informasi yang kami dapatkan, maka semakin bagus pula bagi kami untuk mengantisipasinya. Jadi, saya benar-benar nyuwun tulung," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018