Kiev, (Antara/Reuters) - Pelatih Real Madrid Zinedine Zidane dengan senang hati mengakui dirinya jauh dari juru taktik terbaik namun jika timnya mampu mengalahkan Liverpool pada final Liga Champions yang akan berlangsung Sabtu, ia akan menjadi satu-satunya pelatih yang mampu memenangi tiga Piala Eropa secara berturut-turut.

Mantan gelandang itu telah menyamai pencapaian sejumlah pelatih hebat seperti Arrigo Sacchi, Alex Ferguson, Pep Guardiola, dan Jose Mourinho dalam dua kali memenangi trofi tersebut, meski ia baru mengambil alih Real pada 2016 setelah mencatatkan torehan yang tidak meyakinkan saat mengarsiteki tim cadangan mereka.

Zidane telah mengompensasi minimnya pengalaman dan strateginya dengan senyum hangat dan pengetahuan luas mengenai permainan di level tertinggi, memimpin tim itu meraih delapan trofi yang berpeluang menjadi sembilan trofi di Kiev.

"Saya merupakan seorang pemain selama 18 tahun. Saya telah berurusan dengan banyak pelatih, banyak pemain yang sangat bagus, banyak ego. Saya mengetahui ruang ganti dengan sangat baik dan saya tahu pasti apa yang melintas di kepala para pesepak bola," kata Zidane kepada para pewarta pada Rabu.

"Itu sangat penting bagi saya namun itu bukan satu-satunya hal. Ada banyak pekerjaan dan filosofi di belakang ini. Saya bukan pelatih terbaik, saya bukan juru taktik terbaik, namun saya memiliki sesuatu yang lain, hasrat dan harapan. Itu lebih bernilai."

Pria Prancis itu merupakan sosok yang sangat berkebalikan dengan pendahulunya Rafael Benitez, juru taktik yang tidak memiliki karier bermain dan kesulitan untuk mendekati skuad Real sebelum ia kemudian dipecat.

"Zidane paham benar bagaimana untuk menangani ruang ganti yang rumit dengan sensitifitas. Kami senang bahwa ia merupakan kapten di kapal ini dan saya berharap ia bertahan untuk kurun waktu yang lama," kata kapten Real Sergio Ramos.

Bagaimanapun, tidak semua orang puas dengan pekerjaan pria Prancis itu.

Sebagian media Spanyol menyebut Zidane hanya beruntung, menuding dirinya menikmati undian yang mudah sepanjang laju timnya di Liga Champions 2016 dan mendapat keuntungan dari keputusan wasit pada dua musim terakhir.

Sementara itu, mantan rekan setimnya di Juventus Alessandro del Piero, mengatakan pada tahun lalu bahwa Zidane "tahu bagaimana mengatur ruang ganti namun ia terbantu dengan fakta bahwa ia memiliki skuad yang luar biasa, yang terbaik di dunia."

Musim domestik yang buruk, di mana timnya finis dengan tertinggal 17 poin dari juara Liga Spanyol Barcelona, telah melahirkan pemikiran bahwa ia lebih bertindak sebagai pengawas para pemain bintang ketimbang pelatih papan atas.

    
Dampak besar
Namun Zidane juga mendapat kredit untuk manajemen permainannya. Dua pergantian pemainnya, Marco Asensio dan Lucas Vazquez, memiliki dampak besar saat mereka menang 3-1 atas Paris St Germain (PSG) pada leg pertama 16 besar.

Pada leg pertama semifinal melawan Bayern Munich ia kembali mengandalkan Asensio ketika Isco cedera, dan mendorong Vazquez untuk menghuni posisi bek kanan di mana sang pemain sayap itu begitu merepotkan Franck Ribery.

Ia juga merupakan sosok yang memegang kendali tim, membangku cadangkan pemain termahal Real Gareth Bale pada fase akhir kompetisi tahun ini dan menepikan rekrutan mahal lainnya James Rodriguez pada musim lalu.

"Ia adalah pekerja keras, ia benci untuk kalah, ia menginginkan kesempurnaan," kata mantan gelandang Real Madrid Cristian Karembeu kepada Reuters.

"Ia ingin lolos dan Anda dapat melihat cetakan-cetakan Zidane pada tim Madrid saat ini. Operannya begitu bagus, para pemain harus berada di posisi tepat, dan Anda dapat melihat pengaruhnya di tim. Tentu saja, ketika Anda melihat kepada para pemain Anda melihat bakat di sana, namun bakat semata tidak mendatangkan kesuksesan kepada Anda." (*)

Pewarta: Supervisor

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018