Blitar (Antaranews Jatim) - Dinas Kesehatan Kota Blitar, Jawa Timur, berencana mengumpulkan pedagang di kota ini, guna melakukan sosialisasi bahan pangan yang sehat, sehingga masyarakat sebagai konsumen juga merasa nyaman mengonsumsinya.
"Kami akan mengundang mereka (pedagang) untuk kami lakukan pertemuan, pembinaan dari makanan siap saji," kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Blitar Darma Setyawan di Blitar, Rabu.
Ia mengatakan, tim telah melakukan pematuan tentang makanan yang dijual para pedagang di sejumlah pedagang takjil wilayah Kota Blitar, awal pekan lalu. Hasilnya, ditemukan ada beberapa makanan yang ternyata mengandung pengawet makanan.
Pengawet itu, kata dia, banyak terdapat pada kerupuk. Para pembuat kerupuk mencampurkan bahan pengawet makanan yang sering disebut dengan "Uyah bleng".
Ia juga menambahkan, telah mengambil sampel hingga 20 barang dari berbagai macam barang jualan para pedagang di sejumlah titik pasar dadakan di Kota Blitar. Sampel itu dibeli langsung dari pedagang untuk dilakukan tes.
Dalam tes tersebut, dilakukan pemeriksaan makanan apakah mengandung boraks, formalin, zat pewarna. Dan, mayoritas ditemukan zat pengawet di kerupuk yang dijual para pedagang.
Setelah pemeriksaan tersebut, pihaknya melakukan evaluasi dan berencana mengumpulkan para pedagang pada Kamis (24/5), guna memberikan sosialisasi tentang makanan yang berbahaya dan yang sehat dikonsumsi.
Menurut dia, penting dilakukan perlindungan serta pengawasan makanan yang dijual ke konsumen. Hal itu sekaligus sebagai bagian dari memberikan perlindungan ke konsumen, agar makanan yang dikonsumsinya sehat.
Ia menambahkan, makanan yang mengandung bahan berbahaya seperti boraks, zat pengawet makanan, zat pewarna memang mayoritas tidak secara langsung memberikan dampak pada tubuh, melainkan efeknya akan terjadi pada jangka panjang.
Bahkan, seringnya mengonsumsi makanan mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian.
"Karena produk yang dikonsumsi tidak memberikan dampak langsung ke masyarakat (tubuh), untuk itu kami berikan edukasi agar mereka mengerti, makanan yang harus dihindari," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Kami akan mengundang mereka (pedagang) untuk kami lakukan pertemuan, pembinaan dari makanan siap saji," kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Blitar Darma Setyawan di Blitar, Rabu.
Ia mengatakan, tim telah melakukan pematuan tentang makanan yang dijual para pedagang di sejumlah pedagang takjil wilayah Kota Blitar, awal pekan lalu. Hasilnya, ditemukan ada beberapa makanan yang ternyata mengandung pengawet makanan.
Pengawet itu, kata dia, banyak terdapat pada kerupuk. Para pembuat kerupuk mencampurkan bahan pengawet makanan yang sering disebut dengan "Uyah bleng".
Ia juga menambahkan, telah mengambil sampel hingga 20 barang dari berbagai macam barang jualan para pedagang di sejumlah titik pasar dadakan di Kota Blitar. Sampel itu dibeli langsung dari pedagang untuk dilakukan tes.
Dalam tes tersebut, dilakukan pemeriksaan makanan apakah mengandung boraks, formalin, zat pewarna. Dan, mayoritas ditemukan zat pengawet di kerupuk yang dijual para pedagang.
Setelah pemeriksaan tersebut, pihaknya melakukan evaluasi dan berencana mengumpulkan para pedagang pada Kamis (24/5), guna memberikan sosialisasi tentang makanan yang berbahaya dan yang sehat dikonsumsi.
Menurut dia, penting dilakukan perlindungan serta pengawasan makanan yang dijual ke konsumen. Hal itu sekaligus sebagai bagian dari memberikan perlindungan ke konsumen, agar makanan yang dikonsumsinya sehat.
Ia menambahkan, makanan yang mengandung bahan berbahaya seperti boraks, zat pengawet makanan, zat pewarna memang mayoritas tidak secara langsung memberikan dampak pada tubuh, melainkan efeknya akan terjadi pada jangka panjang.
Bahkan, seringnya mengonsumsi makanan mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian.
"Karena produk yang dikonsumsi tidak memberikan dampak langsung ke masyarakat (tubuh), untuk itu kami berikan edukasi agar mereka mengerti, makanan yang harus dihindari," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018