Surabaya (Antaranews Jatim) - Kepolisian Daerah Jawa Timur membantah adanya praktik mafia hukum dan rekayasa dalam penanganan kasus penipuan oleh PT Sipoa Group seperti laporan pengacara PT Bumi Samudera Jedine Edi Dwi Martono kepada Divisi Propam Mabes Polri.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera di Surabaya, Rabu mengatakan kasus PT Sipoa Grup melalui perjalanan panjang dan tidak serta merta muncul pada bulan Mei tahun 2018.

"Sejak 2014 Sipoa Group dan kelompoknya ini melakukan promosi luar biasa, merekrut semua konsumen di Surabaya dan Sidoarjo termasuk Bali. Ada 1.104 nasabah yang direkrut dan 600 lebih yang sudah lunas," kata Barung.

Pada bulan Juni hingga bulan Desember tahun 2017, kata Barung, seharusnya sudah dilakukan penyerahan apartemen oleh salah satu pengembang PT Sipoa Group. Namun hingga tahun 2018, perusahaan tidak memenuhi janjinya terhadap para nasabah.

"80 orang yang mewakili korban melakukan pertemuan dengan Sipoa Group dan tidak ada kata sepakat karena pada prinsipnya tidak ada yang dilakukan pembangunan. Hanya tiang pancang saja," kata Barung.

Selanjutnya, para korban membentuk Paguyuban Pembeli Proyek Sipoa (P2S). Paguyuban ini lalu menggelar unjuk rasa pada akhir tahun 2017 untuk meminta pertanggung jawaban PT Sipoa Group dan pihak manajemen pun sepakat mengembalikan sebagian dana yang telah disetor dengan menerbitkan cek, bilyet serta giro kepada nasabah.

"Tanggal 15 Januari mereka kembali melakukan unjuk rasa lagi, karena yang mereka terima baik bilyet, cek dan giro kosong. Manajemen mengeluarkan cek kosong, giro kosong tanpa dana kepada `customer` yang telah melunasi, membayar atau yang mencicil," ujar Barung.

Setelah itu, nasabah membuat laporan polisi atas kasus penipuan PT Sipoa Group sejak bulan Desember 2017 hingga Mei 2018. Total ada sebanyak 15 laporan polisi yang telah dibuat dengan berbagai macam aduan.

Polisi kemudian melakukan penyelidikan dilapangan dan pemeriksaan terhadap manajemen PT Sipoa Group dan pada April 2018, Polda Jatim memutuskan menetapkan enam tersangka dan menahan Direktur PT Bumi Samudera Jedine SC dan BS.

"Sebelumnya tidak kita tahan tapi tidak ada perkembangan pembangunan. Hanya berupa tiang pancang saja. Ini satu proyek, belum proyek yang lain. Padahal manajemen sudah menerima dana dari nasabah," ucapnya.

Barung menegaskan, Polda Jatim tidak akan melakukan penahanan tanpa bukti yuridis baik formal dan materi yang sudah dikuatkan. Mengenai perlakuan diskriminasi di tahanan, dia mengajak wartawan untuk melihat sendiri karena semua orang perlakuannya sama di mata hukum.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Hardabangtah Direskrimum Polda Jawa Timur AKBP Ruruh Wicaksono menjelaskan, kerugian atas tindakan penipuan yang dilakukan PT Samudera Bumi Jedine dalam proyek Royal Avatar World di samping tol Menanggal satu di antara pengembang PT Sipoa Group, ditafsir mencapai Rp165 miliar.

"Sebagaimana disampaikan Pak Kabid Humas, ada sekitar 1.104 korban untuk `customer` Royal Avatar World, 619 sudah lunas dibayar sejak bulan Desember tahun 2013 dan beberapa nasabah dijanjikan akan menerima penyerahan unit apartemen. Nyatanya masih berupa tiang pancang," kata Ruruh.

Ruruh mengungkapkan, pada bulan Maret 2018 pihaknya juga menangani satu laporan polisi (LP) terkait dengan cek kosong. Pelaporan itu diawali dari satu rangkaian yang sama seperti di atas.

Korban membentuk paguyuban dengan beranggotakan 76 orang. Ketika mereka mengecek unit yang ditawarkan ternyata juga belum ada pembangunan dan akhirnya melapor.

"Terhadap perkara ini kita sudah melakukan gelar perkara dan menetapkan enam tersangka termasuk dua tersangka yang ditahan. Selanjutnya kita akan melakukan pemanggilan," ujarnya.(*)

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018