Surabaya (Antaranews Jatim) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta dinas sosial setempat mengecek kondisi keluarga atau tiga orang anak yang hidup sebatang kara karena orang tuanya meninggal akibat penyakit HIV di kawasan eks lokasisasi Dolly.
"Nanti kita memberikan bantuan permakanan setiap harinya kepada semua anggota keluarga termasuk ibu yang merawat salah anak tersebut," kata Risma di Surabaya, Sabtu.
Risma mengatakan bahwa kondisi ini diketahui pada saat dirinya bersama lima orang jurnalis televisi dari Belanda dan Aljazira meninjau eks lokalisasi Dolly pada Jumat, (20/4).
Dalam kunjungan itu, Risma mendengarkan cerita salah seorang ibu yang mengatakan ada tiga orang anak yang hidup sebatang kara karena orang tuanya meninggal akibat penyakit HIV.
Dari tiga anak tersebut, seorang anak ikut dengan ibu itu, dan dua orang anak lainnya tinggal dengan neneknya. Hanya saja, neneknya tersebut saat ini dalam kondisi sakit keras.
Mendengar hal tersebut, Risma memerintahkan Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya untuk segera mendata dan mengecek kondisi keluarga dan tiga anak tersebut.
Tidak hanya itu, Risma juga menggratiskan biaya kesehatan bagi seorang ibu yang mengalami sakit keras usai melalukan pemeriksaan di salah salah tempat pemeriksaan orang sakit di eks Dolly.
"Ibu itu menangis dan bercerita kalau dirinya diwajibkan dokter cuci darah. Namun menolak karenakan tidak ada biaya. Saya katakan kepada ibu itu, tidak usah mikir biaya, nanti dikasih fasilitas kesehatan gratis dan diberi permakanan serta uang setiap bulannya," ujarnya.
Selain masalah kesejahteraan sosial, Risma juga mendata anak-anak yang mengalami putus sekolah di eks Dolly. Menurut data dinsos ada sekitar 22 anak SD dan SMP yang mengalami putus sekolah.
Menurut Risma, beragam alasan dilontarkan anak-anak ketika ditanya alasan mengapa mereka putus sekolah di antaranya, belum membayar SPP dan akhirnya tidak bisa ikut ujian, ada juga yang ingin melanjutkan ke jenjang SMK tetapi putus karena tidak ada biaya.
"Kalau ingin mengubah nasib lewat pendidikan, jadi tidak boleh putus sekolah. Tidak usah mikir biaya, nanti saya carikan solusinya," katanya.
Sementara itu, salah seorang jurnalis asal Aljazira, Stef menceritakan tujuan datang ke Surabaya terinspirasi dari seorang perempuan Belanda yang dulu melakukan perjalanan berkeliling dunia, termasuk Surabaya.
Dalam hal ini, dirinya bersama tim ingin mengkampayekan hak-hak perempuan. "Kami ingin mendokumentasikan sosok perempuan Belanda itu dengan perempuan kekinian yaitu Wali Kota Risma," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Nanti kita memberikan bantuan permakanan setiap harinya kepada semua anggota keluarga termasuk ibu yang merawat salah anak tersebut," kata Risma di Surabaya, Sabtu.
Risma mengatakan bahwa kondisi ini diketahui pada saat dirinya bersama lima orang jurnalis televisi dari Belanda dan Aljazira meninjau eks lokalisasi Dolly pada Jumat, (20/4).
Dalam kunjungan itu, Risma mendengarkan cerita salah seorang ibu yang mengatakan ada tiga orang anak yang hidup sebatang kara karena orang tuanya meninggal akibat penyakit HIV.
Dari tiga anak tersebut, seorang anak ikut dengan ibu itu, dan dua orang anak lainnya tinggal dengan neneknya. Hanya saja, neneknya tersebut saat ini dalam kondisi sakit keras.
Mendengar hal tersebut, Risma memerintahkan Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya untuk segera mendata dan mengecek kondisi keluarga dan tiga anak tersebut.
Tidak hanya itu, Risma juga menggratiskan biaya kesehatan bagi seorang ibu yang mengalami sakit keras usai melalukan pemeriksaan di salah salah tempat pemeriksaan orang sakit di eks Dolly.
"Ibu itu menangis dan bercerita kalau dirinya diwajibkan dokter cuci darah. Namun menolak karenakan tidak ada biaya. Saya katakan kepada ibu itu, tidak usah mikir biaya, nanti dikasih fasilitas kesehatan gratis dan diberi permakanan serta uang setiap bulannya," ujarnya.
Selain masalah kesejahteraan sosial, Risma juga mendata anak-anak yang mengalami putus sekolah di eks Dolly. Menurut data dinsos ada sekitar 22 anak SD dan SMP yang mengalami putus sekolah.
Menurut Risma, beragam alasan dilontarkan anak-anak ketika ditanya alasan mengapa mereka putus sekolah di antaranya, belum membayar SPP dan akhirnya tidak bisa ikut ujian, ada juga yang ingin melanjutkan ke jenjang SMK tetapi putus karena tidak ada biaya.
"Kalau ingin mengubah nasib lewat pendidikan, jadi tidak boleh putus sekolah. Tidak usah mikir biaya, nanti saya carikan solusinya," katanya.
Sementara itu, salah seorang jurnalis asal Aljazira, Stef menceritakan tujuan datang ke Surabaya terinspirasi dari seorang perempuan Belanda yang dulu melakukan perjalanan berkeliling dunia, termasuk Surabaya.
Dalam hal ini, dirinya bersama tim ingin mengkampayekan hak-hak perempuan. "Kami ingin mendokumentasikan sosok perempuan Belanda itu dengan perempuan kekinian yaitu Wali Kota Risma," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018