Surabaya (Antaranews Jatim) - Kementerian Perhubungan akan melakukan identifikasi berkaitan dengan ambruknya jembatan Widang, Tuban, Jawa Timur, bagaimana itu bisa terjadi, kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ketika ditemui di Kompleks Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat, Selasa.
Sebagian masyarakat, mungkin sependapat dengan pertanyaan keheranan yang disampaikan Menhub ketika ditanya wartawan terkait runtuhnya jembatan yang menghubungkan Kabupaten Tuban dan Lamongan, Jawa Timur tersebut.
Apalagi, terdapat korban jiwa dalam musibah itu, artinya keheranan masyarakat semakin jelas bahwa jembatan itu sebelumnya difungsikan secara normal dan tidak ada peringatan bagi yang melintas, sehingga benak publik pun menilai jembatan itu telah memenuhi standar kelayakan, tapi mengapa bisa runtuh?.
Berdasarkan literasi pemberitaan, jembatan itu sebenarnya sudah memperlihatkan tanda tidak normal dan tidak layak pakai pada 2017, karena sempat mengalami pergeseran atau ambles sedalam 15 centimeter, sehingga Polres sempat memberi tanda agar pengguna jalan berhati-hati karena kondisi jalannya rusak.
Seiring berjalannya waktu, tanda peringatan itu pun hilang dengan alasan bahwa jembatan telah diperbaiki dan normal kembali, dan masyarakat tidak ragu lagi untuk melewati jembatan yang melintasi di atas Bengawan Solo tersebut.
Ketidakraguan masyarakat itu akhirnya harus dibayar mahal, jembatan runtuh pada Selasa (17/4) siang mengakibatkan korban meninggal dunia di lokasi, karena pada saat kejadian melintas tiga truk dan satu sepeda motor.
Kasat Lantas Polres Tuban AKP Eko Iskandar mengatakan saat kejadian posisi truk beriringan dan melintasi di sebelah selatan garis jembatan yang patah, akibatnya jembatan runtuh dan truk tercebur ke Bengawan Solo.
Direktur Pembangunan Jalan Bina Marga Kementerian PUPR A Ghani Ghazali Akman pun mengakui bahwa usia jembatan sudah lebih dari 30 tahun, dan menjadi salah satu faktor runtuhnya jembatan tersebut.
"Jadi memang yang terjadi itu adalah runtuhnya jembatan karena kalender jembatan itu yang sudah cukup lama, dan dari dulu memang sudah ada jembatan itu dan diduplikasi oleh jembatan rangka, rangkanya sekarang masih berdiri tidak jatuh," imbuhnya.
Ia mengatakan, pada dasarnya jembatan ini memang sudah diprogramkan untuk diganti bersamaan dengan jembatan serupa di jalur Pantura dari mulai Jawa Barat hingga Jawa Timur.
Tahapan
Program penggantian jembatan memang tidak dijelaskan secara detail oleh Kementerian PUPR kapan dilaksanakan, namun selayaknya jembatan yang menjadi akses rutin masyarakat Tuban dan Lamongan tersebut harus menjadi perhatian serius pemegang kebijakan.
Sebab, tanda-tanda jembatan tidak normal dan tidak layak pakai sudah diketahui sebelumnya, sehingga perlu adanya tahapan agar tidak terjadi korban jiwa akibat runtuh secara mendadak, tahapan itu seperti larangan truk bertonase besar melintasi jembatan, atau hanya roda dua yang boleh melintasi jembatan.
Tahapan-tahapan tesebut apabila dilaksanakan bisa memperpanjang usia jembatan, dan meminimalkan korban apabila terjadi runtuhan.
Pakar Konstruksi Jembatan asal Institut Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Prof Priyo Suprobo mengaku tidak ingin berandai-andai mengenai penyebab runtuhnya jembatan, sebab secara rutin posisi jembatan juga telah dilakukan perawatan.
Ia menyebut, memang ada beberapa poin yang bisa menyebabkan sebuah jembatan itu runtuh, salah satunya kelebihan kapasitas tonase kendaraan yang melintas. Namun, pihaknya belum bisa memberikan keterangan pasti terkait Jembatan Widang Tuban.
"Besok saya akan ke lokasi melihat secara detail runtuhnya Jembatan Widang, dan setelah itu akan memberikan keterangan pers apa yang menjadi penyebab runtuhnya jembatan," kata mantan Rektor ITS tersebut.
Hal yang sama disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Lamongan Akhmad Farikh. Ia tidak berani menjelaskan penyebab ambrolnya jembatan Widang bagian barat itu, namun ia mengaku jembatan Widang, di Kecamatan Widang, Tuban yang dibangun pada 1974 selalu memperoleh perawatan dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR.
Namun demikian, Pakar Struktur Jembatan asal Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Ir Bantot Sutriono menduga ambrolnya jembatan Widang Tuban dikarenakan kurangnya perawatan dan pemeliharaan.
Ia dikonfirmasi mengatakan, secara keseluruhan jembatan itu memiliki umur walaupun belum sampai umur rencana.
"Jembatan membutuhkan pemeliharaan, perawatan agar memiliki umur sesuai dengan yang direncanakan. Apabila perawatan dan pemeliharaan kurang maka akan berdampak pada kinerja dari jembatan menurun bisa juga mengakibatkan kegagalan atau bisa ambrol," kata dosen Teknik Untag itu.
Selain pemeliharaan, kata dia, kemungkinan lain adalah berkurangnya kinerja jembatan akibat kelebihan beban, sehingga "overload" dari desain yang dirancang.
"Ada banyak kendaraan yang memiliki terlalu banyak muatan berlebih akan berdampak jembatan akan mengalami lebih tua sebelumnya usianya atau penurunan kekuatan itu bisa membuat ambrol. Maka di situ pentingnya jembatan timbang," katanya.
Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi kejadian serupa perlu adanya pengamatan jembatan dalam satu periodik yang kontinyu sehingga bisa mengetahui, dan ada catatan khusus mengenai jembatan yang dibutuhkan untuk mengetahui penurunan walaupun itu hanya 1 centimeter saja.
"Ini menunjukkan sebagai peringatan bahwa pondasi terjadi penurunan atau miring. Ini harus dilakukan pemeliharaan apabila perlu ada peningkatan. Jika tidak bisa ditanggulangi maka tindakan yang harus diambil ya mengganti," ucapnya.
Sebelumnya, Jembatan Widang ambrol sekitar pukul 11.05 WIB, dan dalam kejadian itu tiga truk dan sebuah sepeda motor tercebur ke dalam Bengawan Solo.
Seorang pengemudi truk atas nama Muklisin (48), asal Desa Banter, Kecamatan Benjeng, Gresik, ditemukan meninggal dunia, dan seorang pengemudi truk lagi atas nama Samsul Arif (52) asal Trowulan, Mojokerto, selamat tetapi menderita luka-luka akibat truknya masuk ke Bengawan Solo.
Korban lainnya yaitu Afifudin (20), warga Desa Sumurgenuk, Kecamatan Babat, Lamongan dan Ubaidillah Maksum, asal Desa Rembes, Tuban, yang juga ikut tercebur bersama sepeda motornya ditemukan selamat.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Sebagian masyarakat, mungkin sependapat dengan pertanyaan keheranan yang disampaikan Menhub ketika ditanya wartawan terkait runtuhnya jembatan yang menghubungkan Kabupaten Tuban dan Lamongan, Jawa Timur tersebut.
Apalagi, terdapat korban jiwa dalam musibah itu, artinya keheranan masyarakat semakin jelas bahwa jembatan itu sebelumnya difungsikan secara normal dan tidak ada peringatan bagi yang melintas, sehingga benak publik pun menilai jembatan itu telah memenuhi standar kelayakan, tapi mengapa bisa runtuh?.
Berdasarkan literasi pemberitaan, jembatan itu sebenarnya sudah memperlihatkan tanda tidak normal dan tidak layak pakai pada 2017, karena sempat mengalami pergeseran atau ambles sedalam 15 centimeter, sehingga Polres sempat memberi tanda agar pengguna jalan berhati-hati karena kondisi jalannya rusak.
Seiring berjalannya waktu, tanda peringatan itu pun hilang dengan alasan bahwa jembatan telah diperbaiki dan normal kembali, dan masyarakat tidak ragu lagi untuk melewati jembatan yang melintasi di atas Bengawan Solo tersebut.
Ketidakraguan masyarakat itu akhirnya harus dibayar mahal, jembatan runtuh pada Selasa (17/4) siang mengakibatkan korban meninggal dunia di lokasi, karena pada saat kejadian melintas tiga truk dan satu sepeda motor.
Kasat Lantas Polres Tuban AKP Eko Iskandar mengatakan saat kejadian posisi truk beriringan dan melintasi di sebelah selatan garis jembatan yang patah, akibatnya jembatan runtuh dan truk tercebur ke Bengawan Solo.
Direktur Pembangunan Jalan Bina Marga Kementerian PUPR A Ghani Ghazali Akman pun mengakui bahwa usia jembatan sudah lebih dari 30 tahun, dan menjadi salah satu faktor runtuhnya jembatan tersebut.
"Jadi memang yang terjadi itu adalah runtuhnya jembatan karena kalender jembatan itu yang sudah cukup lama, dan dari dulu memang sudah ada jembatan itu dan diduplikasi oleh jembatan rangka, rangkanya sekarang masih berdiri tidak jatuh," imbuhnya.
Ia mengatakan, pada dasarnya jembatan ini memang sudah diprogramkan untuk diganti bersamaan dengan jembatan serupa di jalur Pantura dari mulai Jawa Barat hingga Jawa Timur.
Tahapan
Program penggantian jembatan memang tidak dijelaskan secara detail oleh Kementerian PUPR kapan dilaksanakan, namun selayaknya jembatan yang menjadi akses rutin masyarakat Tuban dan Lamongan tersebut harus menjadi perhatian serius pemegang kebijakan.
Sebab, tanda-tanda jembatan tidak normal dan tidak layak pakai sudah diketahui sebelumnya, sehingga perlu adanya tahapan agar tidak terjadi korban jiwa akibat runtuh secara mendadak, tahapan itu seperti larangan truk bertonase besar melintasi jembatan, atau hanya roda dua yang boleh melintasi jembatan.
Tahapan-tahapan tesebut apabila dilaksanakan bisa memperpanjang usia jembatan, dan meminimalkan korban apabila terjadi runtuhan.
Pakar Konstruksi Jembatan asal Institut Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Prof Priyo Suprobo mengaku tidak ingin berandai-andai mengenai penyebab runtuhnya jembatan, sebab secara rutin posisi jembatan juga telah dilakukan perawatan.
Ia menyebut, memang ada beberapa poin yang bisa menyebabkan sebuah jembatan itu runtuh, salah satunya kelebihan kapasitas tonase kendaraan yang melintas. Namun, pihaknya belum bisa memberikan keterangan pasti terkait Jembatan Widang Tuban.
"Besok saya akan ke lokasi melihat secara detail runtuhnya Jembatan Widang, dan setelah itu akan memberikan keterangan pers apa yang menjadi penyebab runtuhnya jembatan," kata mantan Rektor ITS tersebut.
Hal yang sama disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Lamongan Akhmad Farikh. Ia tidak berani menjelaskan penyebab ambrolnya jembatan Widang bagian barat itu, namun ia mengaku jembatan Widang, di Kecamatan Widang, Tuban yang dibangun pada 1974 selalu memperoleh perawatan dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR.
Namun demikian, Pakar Struktur Jembatan asal Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Ir Bantot Sutriono menduga ambrolnya jembatan Widang Tuban dikarenakan kurangnya perawatan dan pemeliharaan.
Ia dikonfirmasi mengatakan, secara keseluruhan jembatan itu memiliki umur walaupun belum sampai umur rencana.
"Jembatan membutuhkan pemeliharaan, perawatan agar memiliki umur sesuai dengan yang direncanakan. Apabila perawatan dan pemeliharaan kurang maka akan berdampak pada kinerja dari jembatan menurun bisa juga mengakibatkan kegagalan atau bisa ambrol," kata dosen Teknik Untag itu.
Selain pemeliharaan, kata dia, kemungkinan lain adalah berkurangnya kinerja jembatan akibat kelebihan beban, sehingga "overload" dari desain yang dirancang.
"Ada banyak kendaraan yang memiliki terlalu banyak muatan berlebih akan berdampak jembatan akan mengalami lebih tua sebelumnya usianya atau penurunan kekuatan itu bisa membuat ambrol. Maka di situ pentingnya jembatan timbang," katanya.
Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi kejadian serupa perlu adanya pengamatan jembatan dalam satu periodik yang kontinyu sehingga bisa mengetahui, dan ada catatan khusus mengenai jembatan yang dibutuhkan untuk mengetahui penurunan walaupun itu hanya 1 centimeter saja.
"Ini menunjukkan sebagai peringatan bahwa pondasi terjadi penurunan atau miring. Ini harus dilakukan pemeliharaan apabila perlu ada peningkatan. Jika tidak bisa ditanggulangi maka tindakan yang harus diambil ya mengganti," ucapnya.
Sebelumnya, Jembatan Widang ambrol sekitar pukul 11.05 WIB, dan dalam kejadian itu tiga truk dan sebuah sepeda motor tercebur ke dalam Bengawan Solo.
Seorang pengemudi truk atas nama Muklisin (48), asal Desa Banter, Kecamatan Benjeng, Gresik, ditemukan meninggal dunia, dan seorang pengemudi truk lagi atas nama Samsul Arif (52) asal Trowulan, Mojokerto, selamat tetapi menderita luka-luka akibat truknya masuk ke Bengawan Solo.
Korban lainnya yaitu Afifudin (20), warga Desa Sumurgenuk, Kecamatan Babat, Lamongan dan Ubaidillah Maksum, asal Desa Rembes, Tuban, yang juga ikut tercebur bersama sepeda motornya ditemukan selamat.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018