Surabaya (Antaranews Jatim) - Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya menyikapi adanya kasus dugaan penyimpangan dana jaring aspirasi masyarakat (Jasmas) 2016 yang kini ditangani Kejaksaan Tanjung Perak.

Ketua Komisi C DPRD kota Surabaya, Syaifudin Zuhri, di Surabaya, Senin, menjelaskan bahwa program Jasmas itu ada dua macam yakni fisik meliputi pembangunan saluran dan pavingisasi, sedang jasmas belanja barang berbentuk hibah yang dananya diberikan kepada warga pemohon.

"Intinya Jasmas tersebut hasil aspirasi masyarakat yang disampaikan oleh dewan. Pelaksanaannya ya pemkot untuk fisiknya, setelah dianggarkan tahun ketiga. Kalau hibah pemkot memberikan dananya ke warga pemohon, kemudian warga yang belanja," katanya.

Menurut dia, pemkot sebagai pelaksana biasanya menunjuk kontraktor, konsultan dan pengawas pelaksana untuk mengkontrol kualitas pekerjaan. Jika sekarang ditemukan dugaan penyimpangan pada proyek jasmas pavingisasi, maka kesalahan bukan pada DPRD yang mengusulkan, tapi bagaimana pengawasannya.

"Sebelum dikerjakan, pemkot mengeluarkan SPK (surat perintah kerja). Itupun setelah Pemkot melakukan perencanaan yang di kerjakan oleh konsultan. Baru muncullah pengawasan," ujarnya.

Politikus PDIP ini juga menjelaskan soal anggaran pengawasan yang di alokasikan utuh dalam satu paket proyek. Paket proyek tersebut nilainya sampai milliaran rupiah yang terdiri dari pengawasan, PPKM, konsultan dan kontraktor.

"Kalau tidak salah nilainya mencapai Rp3 milliar dan bentuknya bermacam-macam yakni ada pengawasan, PPKM dan kontraktor. Kemudian Pemkot menggelar lelang untuk melaksanakannya," katanya.

Nantinya, lanjut dia, menjadi kewenangan Pemkot untuk pemeliharaannya. "Jadi kalau dewan cuma mengusulkan saja. Itu kalau jasmas fisik atau program pembangunan lingkungan," katanya.

Sementara mengenai jasmas hibah, lanjut dia, memang sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga disinilah yang kemungkinan sering terjadi persoalan hukum, karena lemahnya kontrol.

"Di pemkot sebenarnya juga ada jasmas, cuma namanya Musrenbang yang juga menampung aspirasi warga. Kalau Jasmas hibah yang ramai seperti pengadaan terop dan sound sistem, terjadi penyimpangan maka kembali lagi bagaimana pemkot mengkontrolnya dan pendampingannya. Karena hibah ini sifatnya lepas yakni pemerintah memberikan barang ke warga tanpa ada pemeliharaan," katanya.

Jika sekarang pihak Kejari Tanjung Perak tengah menyidik kasus dugaan penyimpangan dana Hibah terop dan sound sistem, dengan memanggil para penerima Jasmas yakni RT/RW, maka menurut Syaifufdin hal itu merupakan tanggung jawab pemkot yang lalai memberikan pendampingan sejak awal.

"Pendampingan itu, mulai dari cara pelaporan sampai belanjanya, jika warga pemohon tidak paham penggunaan dana hibah. Ya kalau dibiarkan, maka kasihan RT/RW atau tokoh masyarakat penerima dana hibah," katanya.

Sementara itu, Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak terus menggali keterangan sejumlah pihak tentang alur adanya penyelewengan dana hibah Pemkot Surabaya 2016 yang berbentuk jaring asiprasi masyarakat (Jasmas).

Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak, Lingga Nuarie mengatakan jasmas merupakan produk politik, dimana proses pengajuannya dilakukan oleh anggota DPRD Kota Surabaya melalui konstituennya sesuai dengan daerah pemilihan (Dapil) para legislator itu terpilih.

"Jasmas itu memang milik dewan, sehingga bisa dibilang itu adalah produk politik, karena dijaring melalui reses" katanya.

Kendati penyelewengan Jasmas 2016 itu merupakan produk politik DPRD Kota Surabaya, lanjut dia, namun penyidikkan kasus ini belum menyentuh ke para legislator yang diduga terlibat pada dugaan korupsi berjamaah tersebut.

"Sementara kami belum ke arah sana, karena kami masih terus menggali keterangan tentang alur pengajuan proposal hingga penyalurannya," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018