Surabaya (Antaranews Jatim) - Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya menyikapi adanya usulan dari pemerintah kota yang berencana mengubah Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1975 khususnya pasal yang terkait perubahan nama jalan.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Vinsensius Awey, di Surabaya, Rabu, mengatakan dalam pasal itu disebutkan perubahan nama jalan ditetapkan Wali Kota Surabaya setelah mendapat persetujuan dewan.
"Namun dengan adanya usulan perubahan perda, dewan nantinya tidak diberi hak untuk menyetujui ataupun menolak perubahan nama jalan. Itu sama halnya Pemkot mengebiri suara wakil rakyat," katanya.
Menurut dia, DPRD Surabaya bakal melawan bila hal itu terjadi lantaran dewan merupakan representasi suara rakyat.
Bahkan, apabila dalam pelaksanaan perubahan perda ada anggota dewan yang setuju dan tidak berbuat apa-apa, maka patut dipertanyakan keberpihaknya kepada rakyat.
"Satu orang saja yang setuju, maka patut dipertanyakan dan konstiten mereka suruh menilai sendiri," katanya.
Politikus Partai Nasdem yang rencananya maju dalam pencalegen DPR RI ini menilai kurang tepat jika ada anggota dewan yang diam saja ketika hak kedewanan mereka yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dipangkas begitu saja.
Awey menambahkan nama jalan merupakan milik publik karena diawali dengan konsensus publik sehingga DPRD yang merupakan representasi dari publik berhak ikut menentukan.
"Ini perlu diketahui Pemkot Surabaya bahwa nama jalan bukan semata-mata diciptakan oleh nagara, namun ada konsensus publik di situ," katanya.
Persoalan perubahan nama jalan ini muncul setelah adanya pertemuan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan HB X dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dalam acara rekonsiliasi budaya antara Sunda dan Jawa dengan tema "Harmoni Budaya Sunda Jawa" di Surabaya pada Selasa (6/3).
Dalam pertemuan tersebut Gubernur Jatim Soekarwo mengusulkan perubahan nama Jalan Gunungsari menjadi Prabu Siliwangi dan Jalan Dinoyo menjadi Pasundan kepada Pemerintah Kota Surabaya.
Alasan pergantian nama jalan menandai rekonsiliasi antara Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat sekaligus mengakhiri 661 tahun "perselisihan" antaretnis Sunda dan Jawa.
Mendapati hal itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melayangkan surat Nomor 640/1433/436.7.5/2018 tentang usulan perubahan nama jalan itu merespons adanya surat dari Gubernur Jatim.
Kabag Humas Pemkot Surabaya M. Fikser mengatakan dalam surat tersebut, Pemkot Surabaya hanya memberikan masukan yang seharusnya dilakukan dalam perubahan nama jalan dengan batasan mana saja.
Selain itu, lanjut dia, Pemkot Surabaya juga minta bantuan kepada Pemerintah Provinsi Jatim untuk ikut membantu mensosialisasikan pergantian nama jalan tersebut kepada warga terdampak. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Vinsensius Awey, di Surabaya, Rabu, mengatakan dalam pasal itu disebutkan perubahan nama jalan ditetapkan Wali Kota Surabaya setelah mendapat persetujuan dewan.
"Namun dengan adanya usulan perubahan perda, dewan nantinya tidak diberi hak untuk menyetujui ataupun menolak perubahan nama jalan. Itu sama halnya Pemkot mengebiri suara wakil rakyat," katanya.
Menurut dia, DPRD Surabaya bakal melawan bila hal itu terjadi lantaran dewan merupakan representasi suara rakyat.
Bahkan, apabila dalam pelaksanaan perubahan perda ada anggota dewan yang setuju dan tidak berbuat apa-apa, maka patut dipertanyakan keberpihaknya kepada rakyat.
"Satu orang saja yang setuju, maka patut dipertanyakan dan konstiten mereka suruh menilai sendiri," katanya.
Politikus Partai Nasdem yang rencananya maju dalam pencalegen DPR RI ini menilai kurang tepat jika ada anggota dewan yang diam saja ketika hak kedewanan mereka yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dipangkas begitu saja.
Awey menambahkan nama jalan merupakan milik publik karena diawali dengan konsensus publik sehingga DPRD yang merupakan representasi dari publik berhak ikut menentukan.
"Ini perlu diketahui Pemkot Surabaya bahwa nama jalan bukan semata-mata diciptakan oleh nagara, namun ada konsensus publik di situ," katanya.
Persoalan perubahan nama jalan ini muncul setelah adanya pertemuan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan HB X dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dalam acara rekonsiliasi budaya antara Sunda dan Jawa dengan tema "Harmoni Budaya Sunda Jawa" di Surabaya pada Selasa (6/3).
Dalam pertemuan tersebut Gubernur Jatim Soekarwo mengusulkan perubahan nama Jalan Gunungsari menjadi Prabu Siliwangi dan Jalan Dinoyo menjadi Pasundan kepada Pemerintah Kota Surabaya.
Alasan pergantian nama jalan menandai rekonsiliasi antara Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat sekaligus mengakhiri 661 tahun "perselisihan" antaretnis Sunda dan Jawa.
Mendapati hal itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melayangkan surat Nomor 640/1433/436.7.5/2018 tentang usulan perubahan nama jalan itu merespons adanya surat dari Gubernur Jatim.
Kabag Humas Pemkot Surabaya M. Fikser mengatakan dalam surat tersebut, Pemkot Surabaya hanya memberikan masukan yang seharusnya dilakukan dalam perubahan nama jalan dengan batasan mana saja.
Selain itu, lanjut dia, Pemkot Surabaya juga minta bantuan kepada Pemerintah Provinsi Jatim untuk ikut membantu mensosialisasikan pergantian nama jalan tersebut kepada warga terdampak. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018