Surabaya (Antaranews Jatim) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Bambang Harjo Soekartono mengupayakan santunan layak bagi ratusan warga penghuni lahan sengketa di kawasan kampung Pulosari Surabaya yang terancam tergusur.
"Memanfaatkan waktu reses, saya sempatkan untuk menemui warga terdampak di lahan sengketa Kampung Pulosari Surabaya ini," ujarnya kepada wartawan di sela kegiatan menemui warga.
Diperoleh informasi, lahan seluas 6,5 hektar di kampung tersebut berstatus ?Eigendom?, yang dihuni secara turun temurun oleh sekitar 500 kepala keluarga sejak tahun 1958.
Pada tahun yang sama PT Pertamina juga menguasai lahan tersebut karena terdapat kandungan gas bumi di puncak gunung kampung tersebut.
"Pertamina sempat mengelola gas bumi di puncak gunung kampung ini tapi hanya berlangsung selama lima tahun, yaitu hingga awal tahun 1960-an," ujar Martono, warga setempat.
Diakuinya, pada awal-awal tahun itu, warga yang menghuni dan beraktivitas cocok tanam di lingkungan sekitar kandungan gas bumi itu menandatangani kontrak perjanjian dengan Pertamina.
Tapi, lanjut dia, setelah tahun 1960-an, pertamina sudah tidak aktif lagi mengelola gas bumi di kampung ini, sehingga kontrak perjanjian bagi warga sekitar yang menghuni selanjutnya menjadi terabaikan.
Namun begitu, Martono mengatakan, di tahun 1970-an, Pertamina membuat pagar pembatas untuk menandai bahwa lahan di sekitar kandungan gas bumi wilayah Kampung Pulosari itu adalah miliknya.
"Cuma dipagari begitu saja tapi pertamina tidak pernah kembali beraktivitas di sini," katanya. Warga pun melanjutkan hidupnya di kawasan ini. Hingga belakangan, PT Pertamina melalui anak usahanya, PT Patra Jasa, meminta warga untuk pindah dan bahkan melakukan penggusuran secara paksa dengan merobohkan rumah-rumah warga pada tanggal 9 Februari lalu, dengan memberikan santunan alakadarnya.
"Sebanyak 139 kepala keluarga sudah tergusur. Sedagkan 203 kepala keluarga sampai sekarang masih bertahan tinggal di tempat ini karena kami tidak sepakat dengan jumlah santunan yang ditawarkan pertamina," ucap Martono.
Dia menyatakan, warga bersedia pindah jika Pertamina memberikan ganti rugi sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP) yang berlaku sekarang.
Bambang Harjo berjanji akan memperjuangkan tuntutan warga. "Mereka berhak mendapat ganti rugi yang layak karena sejak tahun 1958 turut merawat dan melestarikan lingkungan di Kampung Pulosari ini," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Memanfaatkan waktu reses, saya sempatkan untuk menemui warga terdampak di lahan sengketa Kampung Pulosari Surabaya ini," ujarnya kepada wartawan di sela kegiatan menemui warga.
Diperoleh informasi, lahan seluas 6,5 hektar di kampung tersebut berstatus ?Eigendom?, yang dihuni secara turun temurun oleh sekitar 500 kepala keluarga sejak tahun 1958.
Pada tahun yang sama PT Pertamina juga menguasai lahan tersebut karena terdapat kandungan gas bumi di puncak gunung kampung tersebut.
"Pertamina sempat mengelola gas bumi di puncak gunung kampung ini tapi hanya berlangsung selama lima tahun, yaitu hingga awal tahun 1960-an," ujar Martono, warga setempat.
Diakuinya, pada awal-awal tahun itu, warga yang menghuni dan beraktivitas cocok tanam di lingkungan sekitar kandungan gas bumi itu menandatangani kontrak perjanjian dengan Pertamina.
Tapi, lanjut dia, setelah tahun 1960-an, pertamina sudah tidak aktif lagi mengelola gas bumi di kampung ini, sehingga kontrak perjanjian bagi warga sekitar yang menghuni selanjutnya menjadi terabaikan.
Namun begitu, Martono mengatakan, di tahun 1970-an, Pertamina membuat pagar pembatas untuk menandai bahwa lahan di sekitar kandungan gas bumi wilayah Kampung Pulosari itu adalah miliknya.
"Cuma dipagari begitu saja tapi pertamina tidak pernah kembali beraktivitas di sini," katanya. Warga pun melanjutkan hidupnya di kawasan ini. Hingga belakangan, PT Pertamina melalui anak usahanya, PT Patra Jasa, meminta warga untuk pindah dan bahkan melakukan penggusuran secara paksa dengan merobohkan rumah-rumah warga pada tanggal 9 Februari lalu, dengan memberikan santunan alakadarnya.
"Sebanyak 139 kepala keluarga sudah tergusur. Sedagkan 203 kepala keluarga sampai sekarang masih bertahan tinggal di tempat ini karena kami tidak sepakat dengan jumlah santunan yang ditawarkan pertamina," ucap Martono.
Dia menyatakan, warga bersedia pindah jika Pertamina memberikan ganti rugi sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP) yang berlaku sekarang.
Bambang Harjo berjanji akan memperjuangkan tuntutan warga. "Mereka berhak mendapat ganti rugi yang layak karena sejak tahun 1958 turut merawat dan melestarikan lingkungan di Kampung Pulosari ini," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018