Banyuwangi (Antaranews Jatim) - Amnesty International Indonesia mengecam putusan 10 bulan penjara yang dijatuhkan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Banyuwangi terhadap Budi Pego seorang petani yang memprotes pendirian tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Budi Pego atau Heri Budiawan divonis bersalah melanggar pasal 107a UU Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara karena dinilai menyebarkan paham marxisme, komunisme, dan Leninisme yang sidang putusannya digelar di Pengadilan Negeri Kabupaten Banyuwangi, Selasa.
"Putusan itu merupakan bentuk represi judisial terhadap hak konstitusional warga untuk berpendapat, sehingga kami meminta otoritas judisial yang lebih tinggi untuk segera membebaskan Budi Pego yang memperjuangkan pelestarian lingkungan hidup dan hak masyarakat di sekitar hutan lindung Gunung Tumpang Pitu," kata Direktur Amnesty Internationnal Indonesia Usman Hamid dalam siaran pers yang diterima Antara di Banyuwangi.
Amnesty International Indonesia menganggap Budi Pego sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan meminta untuk segera dibebaskan tanpa syarat karena putusan itu akan membuat orang-orang menjadi takut untuk memberikan kritik atas segala ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.
"Kasus Budi Pego itu tidak berhasil menemukan kebenaran materil dan keadilan karena lemahnya pendasaran tuduhan dan bukti yuridis penghakiman bersalah kepada Budi Pego," tuturnya.
Majelis hakim di Pengadilan Negeri Banyuwangi memvonis bersalah Budi Pego atas tuduhan "menyebarkan" paham komunisme, setelah ditemukan nya gambar palu-arit yang identik dengan simbol Partai Komunis Indonesia (PKI) di salah satu spanduk yang dibentangkan dalam demonstrasi tolak tambang pada 4 April 2017.
Ia mengatakan hakim seharusnya berpihak pada perlindungan hak yang mendasar, yakni hak atas berekspresi yang dijamin oleh konstitusi dengan membebaskan Budi Pego dari segala tuduhan pidana yang didakwakan oleh jaksa.
"Walaupun putusan tersebut jauh lebih rendah dari tututan jaksa yakni tujuh tahun, ini tetap menciderai rasa keadilan karena tuduhan menyebarkan komunisme digunakan oleh aparat untuk mengkriminalisasi seseorang yang menyuarakan kritiknya secara damai," katanya.
Menurutnya putusan tersebut dijatuhkan, meskipun saksi yang dihadirkan oleh jaksa dan pengacara terdakwa di persidangan tidak tahu asal usul spanduk yang memiliki gambar palu arit tersebut.
Pengacara Budi Pego mengatakan bahwa terdapat pihak tidak dikenal yang secara sengaja membagikan dan mendokumentasikan spanduk yang memuat gambar yang dianggap mirip palu-arit tersebut.
Sementara itu, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) juga mengajukan "amicus curiae" kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi yang memeriksa perkara tuduhan penyebaran ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme terhadap Heri Budiawan alias Budi Pego.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Budi Pego atau Heri Budiawan divonis bersalah melanggar pasal 107a UU Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara karena dinilai menyebarkan paham marxisme, komunisme, dan Leninisme yang sidang putusannya digelar di Pengadilan Negeri Kabupaten Banyuwangi, Selasa.
"Putusan itu merupakan bentuk represi judisial terhadap hak konstitusional warga untuk berpendapat, sehingga kami meminta otoritas judisial yang lebih tinggi untuk segera membebaskan Budi Pego yang memperjuangkan pelestarian lingkungan hidup dan hak masyarakat di sekitar hutan lindung Gunung Tumpang Pitu," kata Direktur Amnesty Internationnal Indonesia Usman Hamid dalam siaran pers yang diterima Antara di Banyuwangi.
Amnesty International Indonesia menganggap Budi Pego sebagai tahanan nurani (prisoner of conscience) dan meminta untuk segera dibebaskan tanpa syarat karena putusan itu akan membuat orang-orang menjadi takut untuk memberikan kritik atas segala ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.
"Kasus Budi Pego itu tidak berhasil menemukan kebenaran materil dan keadilan karena lemahnya pendasaran tuduhan dan bukti yuridis penghakiman bersalah kepada Budi Pego," tuturnya.
Majelis hakim di Pengadilan Negeri Banyuwangi memvonis bersalah Budi Pego atas tuduhan "menyebarkan" paham komunisme, setelah ditemukan nya gambar palu-arit yang identik dengan simbol Partai Komunis Indonesia (PKI) di salah satu spanduk yang dibentangkan dalam demonstrasi tolak tambang pada 4 April 2017.
Ia mengatakan hakim seharusnya berpihak pada perlindungan hak yang mendasar, yakni hak atas berekspresi yang dijamin oleh konstitusi dengan membebaskan Budi Pego dari segala tuduhan pidana yang didakwakan oleh jaksa.
"Walaupun putusan tersebut jauh lebih rendah dari tututan jaksa yakni tujuh tahun, ini tetap menciderai rasa keadilan karena tuduhan menyebarkan komunisme digunakan oleh aparat untuk mengkriminalisasi seseorang yang menyuarakan kritiknya secara damai," katanya.
Menurutnya putusan tersebut dijatuhkan, meskipun saksi yang dihadirkan oleh jaksa dan pengacara terdakwa di persidangan tidak tahu asal usul spanduk yang memiliki gambar palu arit tersebut.
Pengacara Budi Pego mengatakan bahwa terdapat pihak tidak dikenal yang secara sengaja membagikan dan mendokumentasikan spanduk yang memuat gambar yang dianggap mirip palu-arit tersebut.
Sementara itu, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) juga mengajukan "amicus curiae" kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi yang memeriksa perkara tuduhan penyebaran ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme terhadap Heri Budiawan alias Budi Pego.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018