Surabaya (Antara Jatim) –  Empowerment and Justice Action (EJA) menilai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan Surat Edaran Kejaksaan Agung (SEJA) tentang penempatan korban penyalahgunaan narkoba ke lembaga rehabilitasi medis dan sosial dalam sistem peradilan tidak efektif.

Koordinator EJA, Ikke Sartika, dalam debat publik "Meninjau Rehabilitas Pengguna Narkoba dalam Praktik Peradilan" di Surabaya, Rabu mengatakan tidak efektifnya SEJA dan SEMA lantaran aparat penegak hukum, yakni jaksa, polisi dan hakim di Surabaya tidak mengindahkan surat edaran tersebut.

Dia mengungkapkan, dari hasil penelitian yang dilakukan perkumpulan korban penyalahguna narkoba itu terhadap 32 putusan kasus narkoba yang ada di Pengadilan Negeri Surabaya menyebutkan ada 94 persen putusan menjatuhkan pidana penjara dan hanya enam persen penyalahguna narkoba yang mendapat vonis rehabilitasi.

"SEMA dan SEJA masih dianggap sebagai aturan sampah yang tidak perlu diperhatikan. Karena kasus narkoba masih enak menjadi komoditas bagi para penegak hukum di Indonesia," kata Ikke.

Ikke menyatakan SEMA Nomor 3 tahun 2011 dan SEJA nomor SE-002/A/JA/02/2013 tentang penempatan korban penyalahguna narkoba di dalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dalam sistem peradilan tindak pidana narkoba tampaknya jauh dari pelaksanaan, bahkan dianggap gagal.

Hal ini tampak mulai dari proses penyidikan, di mana semangat memejarakan penyalahguna sangat terlihat. Ikke mengatakan hasil penelitian dari surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus-kasus berkaitan dengan pengguna narkoba menyebutkan mayoritas JPU menggunakan dakwaan model alternatif. Artinya jaksa masih menginginkan pecandu dan penyalahguna dipenjarakan dari pada direhabilitasi.

"Ini tidak sejalan dengan program pemeritah yang ingin merehabilitasi seratus ribu peyalahguna dan pecandu," katanya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan 90 persen tuntutan JPU adalah pidana penjara, dan hanya 10 persennya tuntutan rehabilitas. "Ini membuktikan bahwa SEJA dan SEMA masih belum efektif bagi penegak hukum di Indonesia. Upaya pemerintah merehabilitas korban peredaran gelap narkoba dinilai gagal," katanya.

Hakim pun, kata dia, masih berperspektif pemenjaraan bagi penyalahguna dan pecandu narkoba. Ini terbukti dari hasil penelitian EJA terhadap 32 amar putusan kasus narkoba yang sudah mendapat kepastian hukum tetap (incraht) di PN Surabaya mayoritas memutus pidana penjara bagi korban penyalahguna narkoba yang rata-rata usia remaja. Hanya tiga putusan dari 32 amar putusan yang divonis rehab.

Namun dua dari tiga amar putusan rehab ini sebelumnya ditahan di tempat rehabilitasi. "Artinya hanya terpidana yang sebelumnya ditahan di rehabilitasi yang kemudian mendapat vonis rehab. Kalau sebelumnya tidak ditahan direhabilitasi, kemungkinan mendapat vonis rehab juga sangat kecil," tutur Ikke.(*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017