Surabaya (Antara Jatim) - Perusahaan Pembangkit Jawa Bali (PJB) melakukan penandatanganan nota kesepakatan (Mou) dengan Pemerintah Kota Surabaya pengembangan energi terbaru dan terbarukan serta teknologi ramah lingkungan di Surabaya, Senin.
     
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengucapkan terima kasih kepada PJB dan rektor ITS yang membantu Pemkot Surabaya dalam mewujudkan kota yang ramah lingkungan atau yang biasa disebut "smart city". 

"Sekali lagi kami sangat berterima kasih sekali karena ini sangat mendukung program Pemkot Surabaya sendiri," kata Risma di kantor pusat PJB Jl. Ketintang baru No 11. 

Hadir dalam acara tersebut Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Joni Hermana, Direktur Utama Pembangkit Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firsantara dan Wali Kota surabaya Tri Rismaharini beserta jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. 

Menurut dia, ke depan jumlah penduduk termasuk kebutuhan lahan dan pangan serta kebutuhan yang lain akan semakin banyak. Melihat hal itu, wali kota meminta kepada masyarakat agar cerdas mengelola energi yang ada, jika tidak maka ke depan akan mengalami kesulitan. 

Oleh sebab itu, lanjut dia, dirinya mengucapkan terima kasih atas terobosan yang dilakukan PJB kepada Surabaya.  "Ini langkah preventif, lebih baik mengantispasi sekarang dari pada nanti ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya. 

Lebih lanjut, wali kota perempuan di Surabaya juga menjelaskan pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo yang sejak lama dikonsep dan bakal direalisasikan wujudnya akhir 2018 untuk menambah pasokan aliran listrik bagi PLN dan warga Surabaya. 

"Insyallah akhir 2018 TPA Benowo mampu menghasilkan 11–12 megawatt, saat ini komponen barang impor yang sudah datang sekitar 30 persen, sedangkan konstruksi sudah hampir selesai," ujarnya.

Guna mewujudkan terobosan ini, wali kota akan menyediakan lahan bagi PJB agar mampu menghasilkan energi listrik yang ramah lingkungan. Menurutnya, di Surabaya ada banyak lahan khususnya di wilayah barat. 

Namun, kata dia, pemilihan lahan terlebih dahulu melewati hasil survei dari  tim ITS dan PJB, apakah memenuhi standar atau tidak.  "Ketimbang mereka kerja di atas gunung atau hutan, lebih baik kita survei dulu untuk memilih lokasi mana yang sesuai agar bisa dimaksimalkan untuk solar panel. Di samping jangkauanya yang mudah, dari segi biaya juga lebih murah," katanya. 

Sementara itu, Direktur utama PJB Iwan Agung Firsantara menambahkan, bentuk kerja sama antara PJB dan Pemkot Surabaya adalah membuat solar panel di beberapa daerah-daerah yang tidak digunakan. 

"Jadi dalam kerja sama ini, pemkot menyediakan lahan, lalu PJB menyediakan solar panel yang mana di dalamnya terdapat pendanaan sedangkan ITS menyediakan engineering-nya," kata Iwan. 

Ditanya soal jumlah megawatt yang mampu dihasilkan dalam satu hektare, Iwan mengatakan, satu hektare lahan mampu menghasilkan 1 megawatt dengan mengeluarkan dana sekitar 1,2 juta dolar. "Nanti kita lihat dan kapasitas akan disesuaikan," ujarnya. 

Selain solar panel, Iwan mengatakan pemkot dan PJB berencana untuk memanfaatkan potensi-potensi lain yang mungkin bisa dijadikan sebagai energi listrik misalnya di sungai-sungai yang ada di Surabaya. 

"Contohnya sungai Jagir, itu aliran airnya masih bisa digunakan dengan melihat sisi potensi dan engineering-nya," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017