Surabaya (Antara Jatim) - Kemajuan bidang perekonomian di tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK sebagian besar sudah dirasakan masyarakat, seperti keberadaan infrastruktur tol laut dengan beberapa pembenahan pelabuhan nasional.

Ditambah lagi infrastruktur ruas jalan tol di berbagai daerah yang sebagian besar sudah bisa digunakan sebagai penunjang perekonomian warga, sehingga harga barang semakin terjangkau dan "multiplier effect" lainnya pun mengikuti.

Di Jawa Timur, rampungnya beberapa infrastuktur tol laut juga dirasakan dengan lancarnya suplai barang yang dipelopori 26 Kantor Perwakilan Dagang (KPD) di berbagai daerah bentukan pemerintah provinsi setempat.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Surabaya, Jamhadi mengakui keberadaan tol laut yang menjadi konsep utama pemerintahan Jokowi-JK dalam tiga tahun ini mampu membawa multiefek di berbagai struktur ekonomi.

Konsep tol laut yang selaras dengan bentukan 26 KPD Jatim, kata Jamhadi, telah membawa wilayah setempat mengalami surplus perdagangan.

Jamhadi yang juga sebagai Tim Ahli Kadin Jawa Timur itu mengatakan, keberadaan KPD yang dibentuk tahun 2010 dan mulai aktif pada 2011 itu mampu meningkatkan perdagangan antardaerah.

Ia menyebut, pada tahun 2016 dari total perdagangan Jawa Timur berkisar mencapai Rp808 trilun, sebesar Rp272 triliun merupakan segmen ekpsor, dan sisanya Rp535,9 triliun adalah pedagangan antardaerah.

"Artinya, proporsi perdagangan antardaerah di Jawa Timur cukup besar, dan dalam catatan kami tercatat surplus sebesar Rp100,56 triliun. Tentunya, ini juga karena dukungan keberadaan tol laut," katanya.

Sebelumnya, KPD Jatim juga menjadi model nasional bagi perdagangan di Indonesia yang menghubungkan jalur menguntungkan perdagangan dalam negeri.

KPD juga berperan memotong jalur distribusi yang terlalu panjang dari sebuah industri perdagangan, sehingga masyarakat bisa mendapatkan barang dengan harga lebih murah karena biaya transportasi dan penyaluran lebih pendek.

Jamhadi mengatakan, sampai saat ini untuk penyuplai barang ke 26 KPD sebagai besar juga berasal dari level Industri UMKM, sisanya diambil dari industri menengah dan atas.

Dalam catatan Kadin Surabaya, secara presentase jumlah industri UMKM di Jatim adalah mayoritas dengan nilai 97,3 persen, sedangkan industri menengah sebesar 2,47 persen, sisanya 0,13 hingga 0,14 persen adalah industri besar. 

Masukan

Namun demikian, Jamhadi mengakui dukungan pemerintah pusat terhadap UMKM dalam hal permodalan masih kurang, sebab suku bunga komersial yang menyasar sektor bawah masih kurang.

Ia menyebut, pemerintah seharusnya lebih berani berkoordinasi dengan BI untuk menurunkan suku bunga komersial dari 11 persen yang ada saat ini menjadi sekitar 9,5 persen.

Jamhadi mengatakan, pemberian kredit dengan bunga yang rendah kepada sektor industri UMKM perlu dilakukan, sebab sektor itu kini menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

"Kalangan pengusaha mengakui, dalam dua tahun terakhir nilai rupiah sangat stabil berada di kisaran Rp13.500. Hal itu juga didorong bergeliatnya sektor UMKM," katanya.

Selain meminta pemerintah merendahkan bunga kredit untuk sektor UMKM, Jamhadi juga meminta agar koordinasi antarpemerintah pusat dan daerah perlu dilakukan dalam kurun dua tahun terakhir sisa kepemimpinan Jokowi-JK.

Hal yang sama juga diminta Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Ali Afandi.

Ia meminta agar pemerintah membentuk tim untuk mengawal regulasi kebijakan ekonomi, sebab sejumlah kebijakan tidak langsung bisa diterapkan di daerah.

"Secara fakta di lapangan, beberapa kebijakan ekonomi yang terangkum dalam paket kebijakan ekonomi tidak bisa dirasakan langsung di daerah dalam kurun tiga tahun kepemimpinan Jokowi-JK, hal ini membuat beberapa pengusaha menanyakan komitmen pemerintah," kata Ali.

Ali yang dalam struktur Kadin Jatim berada di bidang hubungan antarkelembagaan kebijakan publik otonomi daerah mengakui, yang dibutuhkan pengusaha saat ini adalah adanya perubahan administrasi dan kepastian hukum.

"Yang paling penting ada kepastian hukum dalam iklim usaha, dan bisa mengawal dari awal sampai akhir. Dengan begitu kami harapkan ada sentimen positif," tuturnya, menjelaskan.

Anggota Ombusman RI Ahmad Alamsyah Saragih mengakui, dua kepastian yang paling diminta pengusaha dalam iklim investasi pemerintahan Jokowi-JK adalah kepastian hukum dan politik.

"Ada pelaku usaha asal Singapura mendatangi saya, mereka berdua sengaja datang untuk menanyakan secara langsung kenyataan iklim usaha di Indonesia, dan intinya mereka menanyakan kepastian hukum dan iklim politik," katanya.

Dua kepastian ini, kata dia, menjadi pekerjaan rumah di sisa dua tahun kepemimpinan Jokowi-JK, agar iklim usaha semakin bergairah.

Ia menyebut, setiap tahunnya laporan mengenai iklim usaha yang kurang bagus dari berbagai daerah yang masuk ke Ombudsman mencapai sekitar 10 ribu.

Laporan itu, kata Saragih, berasal dari dua pihak yakni pelaku usaha serta masyarakat yang sengaja melapor karena dirugikan oleh sistem administrasi yang ada.

Oleh karena itu, ia berterima kasih kepada Kadin yang memberikan masukan terkait iklim usaha, sehingga diharapkan adanya perbaikan manajemen administrasi.(*)




 

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017