Surabaya (Antara Jatim) - Tujuh perupa dari berbagai kota bereksperimen dengan media baru yang jarang digunakan pada karya-karya seni rupa murni dalam pameran seni rupa di Visma Art Gallery Surabaya, yang berlangsung 13 Oktober – 10 November.  
     
"Pameran kali ini kami ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa karya-karya seni rupa tak hanya lukisan dengan media cat minyak di atas kanvas ataupun patung yang biasanya menggunakan media tanah liat," ujar pengelola Visma Art Gallery Irawan Hadikusumo, dikonfirmasi usai pembukaan pameran, Sabtu dini hari.
     
Menurut dia, sejak awal 2017, sudah mulai dipelopori gerakan oleh sejumlah perupa yang memanfaatkan berbagai macam benda menjadi karya seni rupa.
     
Untuk itu Irawan menggandeng kurator seni rupa Hendro Wiyanto untuk memilih sejumlah perupa dari berbagai kota di Indonesia dalam pameran bertajuk "Jangan Sentuh" ini.  
     
Tujuh perupa tersebut adalah Irfan Hendrian asal Bandung, Jawa Barat, Iwan Yusuf (Batu, Jawa Timur), Mujahidin Nurrahman (Bandung), Oktaviyani (Padang, Sumatera Barat), dan Suranto "Kenyoeng" (Bantul, Yogyakarta). 
     
Selain itu Widi Pangesto Sugiono dan Yudi Sulistyo, keduanya asal Yogyakarta.
     
Perupa Suranto, misalnya, dalam pameran ini mengusung karya patung berjudul "Sarang Semut" berukuran 100 x 100 x 190 sentimeter dari bahan batu bata.   
     
Perupa Yudi Sulistyo memamerkan karya yang dari kejauhan tampak seperti lukisan berukuran 122 x 200 x 30 sentimeter. Karya berjudul "Menggapai Mimpi" itu terbuat dari bahan campuran yang didominasi kertas karton.
     
Lain halnya Iwan Yusuf yang selama ini dikenal sebagai pelukis realis dengan media cat krayon, dalam pameran ini tampak bereksperimen melukis berbagai bentuk menggunakan media benang, senar dan nilon.
     
Sedangkan Oktaviyani, mahasiswi jurusan seni rupa murni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini menyuguhkan karya realis dari bahan benang. 
     
Berbagai media yang digunakan para perupa tersebut selama ini lebih akrab digunakan untuk karya-karya kriya atau kerajinan. 
     
"Memang menurut dosen saya di ISI Yogyakarta, karya-karya yang saya pamerkan di sini disebut masih tergolong sebagai kriya, tidak diakui sebagai karya seni rupa," kata Oktaviyani. 
     
Namun mahasiswi berusia 23 tahun itu mengaku tidak peduli dengan komentar dosennya dan akan tetap menekuni. 
     
"Biar saya jalan sendiri dan akan membuktikan kalau karya-karya saya yang menggunakan media benang ini adalah bagian dari seni rupa," katanya. (*)

Pewarta: Hanif N

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017