Bojonegoro (Antara Jatim) - Masakan ayam goreng Kartini di warung milik Salim di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, sudah lama menjadi menu favorit para pecinta dan pemburu kuliner.
Menu ayam goreng Kartini yang warungnya ada di Jalan WR Supratman dikenal pelanggannya memiliki keistimewaan, karena ayam kampung, dilengkapi sambal terasi dengan lalapan kubis, timun, terong gelatik, bahkan juga petai sehingga semakin nikmat disantap malam hari.
"Saya hanya meneruskan warung ayam goreng Kartini ini. Perintisnya bapak saya (Salim) sudah lama sekitar 30 tahun lalu," kata penjual ayam goreng Kartini di Bojonegoro Dulkarim (30) dalam perbicangan dengan Antara, Jumat (6/10).
Meski demikian, lanjut dia, orang tuanya juga membuka restoran ayam goreng Kartini di depan rumahnya di Jalan Dr. Cipto yang lokasinya masih di dalam kota.
Menurut alumnus Fisip Unigoro Bojonegoro itu, omzet ayam goreng Kartini di dua tempat penjualan itu dalam beberapa tahun terakhir masih tetap stabil rata-rata sekitar 50 ekor ayam kampung dan berkisar 50-60 burung dara per hari.
"Pembelinya tidak hanya lokal Bojonegoro, tetapi juga Tuban, Lamongan dan Cepu, Jawa Tengah, bahkan juga Surabaya," ucap dia menjelaskan.
Untuk pembeli di dalam kota bisa langsung datang ke warung setempat, tetapi pembeli dari luar kota, katanya, biasanya menghubungi dulu memesan porsi menu ayam goreng sesuai kebutuhan ketika masih dalam perjalanan.
"Pembeli luar kota menelepon karena khawatir ayam goreng sudah habis," ucap dia yang mengaku membuka warung sejak sore hari pukul 17.00 WIB dan biasanya sudah habis sekitar pukul 22.00 WIB.
Sebagaimana dijelaskan Salim, dirinya merintis menjual ayam goreng Kartini di kaki lima di Jalan Kartini di dekat gedung bioskop Pakri sekitar 30 tahun lalu.
Karena tempatnya berjualan di Jalan Kartini itulah kemudian nama ayam gorengnya menjadi ayam goreng Kartini, meskipun sekarang sudah menempati sebuah warung di Jalan WR. Supratman.
Tetapi, ia mengaku memperoleh resep memasak ayam goreng kampung dari seorang keluarga keturunan di Bojonegoro yang pernah menjadi tempatnya bekerja.
Dalam merebus ayam kampung yang sudah dipotong-potong,kata dia, memanfaatkan air kelapa yang dicampur dengan bumbu masakan khas Tionghoa "ngo hiong".
"Adanya tambahan bumbu "ngo hiong" bau amis ayam hilang, bahkan bau daging ayam menjadi sedap," ucapnya.
Salim mengaku tidak pernah merahasiakan resep masakan ayam goreng Kartini kepada siapa saja, bahkan ada beberapa pelangganya yang sudah bisa membuat sendiri.
Berdasarkan catatan Wikipedia bahwa "ngo hiong merupakan bubuk lima rempah meliputi kelima rasa manis, asam, pahit, pedas, dan asin.
Bumbu ini sangat popular dalam masakan Tionghoa, tetapi juga digunakan dalam masakan Asia lainnya. Bahan-bahan untuk membuat bumbu ini ada bermacam-macam varian. Yang paling umum adalah bunga lawang, cengkih, kayu manis, andaliman dan biji adas yang ditumbuk.
Paduan rempah-rempah ini didasarkan pada falsafah Tionghoa dalam menyeimbangkan yin dan yang dalam makanan.
"Untuk bumbu "ngo hiong" tidak banyak,. Bumbu "ngo hiong" banyak dijual di pedagang pracangan di Bojonegoro," ujarnya.
Meskipun ayam kampung harganya sering berfluktuasi naik, Dulkarim juga Salim, menjual porsi ayam goreng Kartini bisa dada, paha, atau dara termasuk nasi, sambal terasi dan lalapan Rp25.000/porsi.
"Harga menu ayam goreng Kartini itu tidak termasuk minuman," ujarnya.
Menyantap ayam goreng Kartini selama ini menjadi favorit karena tidak lepas rasa sambal terasi yang mampu membuat ketagihan pelanggannya.
"Saya sejak dulu bagian membuat sambal terasi, ya jelas hapal kemauan pelanggan soal rasa pedas, biasa juga rasa lainnya," kata karyawan pembuat sambal Panijah seraya menambahkan untuk kebutuhan cabai lompong dan cabai rawit rata-rata sekitar 5 kilogram per harinya. (*)
Video oleh Slamet Agus Sudarmojo
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Menu ayam goreng Kartini yang warungnya ada di Jalan WR Supratman dikenal pelanggannya memiliki keistimewaan, karena ayam kampung, dilengkapi sambal terasi dengan lalapan kubis, timun, terong gelatik, bahkan juga petai sehingga semakin nikmat disantap malam hari.
"Saya hanya meneruskan warung ayam goreng Kartini ini. Perintisnya bapak saya (Salim) sudah lama sekitar 30 tahun lalu," kata penjual ayam goreng Kartini di Bojonegoro Dulkarim (30) dalam perbicangan dengan Antara, Jumat (6/10).
Meski demikian, lanjut dia, orang tuanya juga membuka restoran ayam goreng Kartini di depan rumahnya di Jalan Dr. Cipto yang lokasinya masih di dalam kota.
Menurut alumnus Fisip Unigoro Bojonegoro itu, omzet ayam goreng Kartini di dua tempat penjualan itu dalam beberapa tahun terakhir masih tetap stabil rata-rata sekitar 50 ekor ayam kampung dan berkisar 50-60 burung dara per hari.
"Pembelinya tidak hanya lokal Bojonegoro, tetapi juga Tuban, Lamongan dan Cepu, Jawa Tengah, bahkan juga Surabaya," ucap dia menjelaskan.
Untuk pembeli di dalam kota bisa langsung datang ke warung setempat, tetapi pembeli dari luar kota, katanya, biasanya menghubungi dulu memesan porsi menu ayam goreng sesuai kebutuhan ketika masih dalam perjalanan.
"Pembeli luar kota menelepon karena khawatir ayam goreng sudah habis," ucap dia yang mengaku membuka warung sejak sore hari pukul 17.00 WIB dan biasanya sudah habis sekitar pukul 22.00 WIB.
Sebagaimana dijelaskan Salim, dirinya merintis menjual ayam goreng Kartini di kaki lima di Jalan Kartini di dekat gedung bioskop Pakri sekitar 30 tahun lalu.
Karena tempatnya berjualan di Jalan Kartini itulah kemudian nama ayam gorengnya menjadi ayam goreng Kartini, meskipun sekarang sudah menempati sebuah warung di Jalan WR. Supratman.
Tetapi, ia mengaku memperoleh resep memasak ayam goreng kampung dari seorang keluarga keturunan di Bojonegoro yang pernah menjadi tempatnya bekerja.
Dalam merebus ayam kampung yang sudah dipotong-potong,kata dia, memanfaatkan air kelapa yang dicampur dengan bumbu masakan khas Tionghoa "ngo hiong".
"Adanya tambahan bumbu "ngo hiong" bau amis ayam hilang, bahkan bau daging ayam menjadi sedap," ucapnya.
Salim mengaku tidak pernah merahasiakan resep masakan ayam goreng Kartini kepada siapa saja, bahkan ada beberapa pelangganya yang sudah bisa membuat sendiri.
Berdasarkan catatan Wikipedia bahwa "ngo hiong merupakan bubuk lima rempah meliputi kelima rasa manis, asam, pahit, pedas, dan asin.
Bumbu ini sangat popular dalam masakan Tionghoa, tetapi juga digunakan dalam masakan Asia lainnya. Bahan-bahan untuk membuat bumbu ini ada bermacam-macam varian. Yang paling umum adalah bunga lawang, cengkih, kayu manis, andaliman dan biji adas yang ditumbuk.
Paduan rempah-rempah ini didasarkan pada falsafah Tionghoa dalam menyeimbangkan yin dan yang dalam makanan.
"Untuk bumbu "ngo hiong" tidak banyak,. Bumbu "ngo hiong" banyak dijual di pedagang pracangan di Bojonegoro," ujarnya.
Meskipun ayam kampung harganya sering berfluktuasi naik, Dulkarim juga Salim, menjual porsi ayam goreng Kartini bisa dada, paha, atau dara termasuk nasi, sambal terasi dan lalapan Rp25.000/porsi.
"Harga menu ayam goreng Kartini itu tidak termasuk minuman," ujarnya.
Menyantap ayam goreng Kartini selama ini menjadi favorit karena tidak lepas rasa sambal terasi yang mampu membuat ketagihan pelanggannya.
"Saya sejak dulu bagian membuat sambal terasi, ya jelas hapal kemauan pelanggan soal rasa pedas, biasa juga rasa lainnya," kata karyawan pembuat sambal Panijah seraya menambahkan untuk kebutuhan cabai lompong dan cabai rawit rata-rata sekitar 5 kilogram per harinya. (*)
Video oleh Slamet Agus Sudarmojo
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017