Tulungagung (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur menemukan 20 kasus penyakit kusta (lepra) baru yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan pinggiran daerah tersebut selama kurun Januari hingga akhir September 2017.
"Ini temuan baru, dan jumlahnya lebih besar dibanding kasus yang kami identifikasi pada 2016," kata Kasi Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Tulungagung Didik Eka di Tulungagung, Jumat.
Kendati lebih besar, Didik menyatakan tidak serta-merta menyatakan telah terjadi peningkatan kasus.
Ia berdalih kasus lepra mirip penyakit tuberculosis, dimana penyakit kusta masih diidentikkan sebagai penyakit orang miskin, turunan dan lainnya.
"Selain itu, faktor ketidaktahuan masyarakat yang menderita Kusta untuk berobat ke layanan kesehatan, sehingga baru banyak ditemukan tahun ini. Jadi mereka ini sudah lama (menderita) namun baru teridentifikasi baru-baru ini," ujarnya.
Didik menjelaskan, penyakit kusta disebabkan oleh bakteri "mycobacerium leprae" yang bisa ditularkan melalui kontak langsung dan melalui udara dari penderita.
Biasanya, kata Didik, gejala yang akan muncul akibat tertularnya bakteri tersebut meliputi munculnya bercak ditubuh mirip panu, hingga mati rasa.
"Mereka terkadang menyepelekan, padahal seharusnya ditangani serius," ujarnya.
Apabila penderita kusta tidak segera ditangani dan sudah dalam tahap lanjut, lanjut Didik, mereka biasanya akan mengalami madarosis, yakni alis mata dan bulu mata rontok dan hidung membengkak seperti hidung pelana dan hingga cacat progresif.
"Satu-satunya jalan menjaga daya tahan tubuh dan lingkungan bersih bisa menekan penularan. Dan pada penderita yang positif kusta jangan didiskriminasi, tapi harusnya segera diobati agar tidak menyebarkan bakteri kusta," katanya.
Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Tulungagung Anna Saripah mengatakan pengobatan harus diterapkan dengan disiplin terhadap penderita kusta.
"Misal untuk para penderita kusta 'pause basiler' (kering), harus dilakukan pengobatan selama enam bulan. Sedangkan penderita kusta 'multi basiler' (basah) dilakukan pengobatan selama 12 bulan," katanya menjelaskan.
Jika langkah pengobatan rutin itu tidak dilakukan, kata dia, maka bakteri tersebut akan tumbuh.
"Untuk obat kusta, hanya tersedia di puskesmas dan tidak dijualbelikan di apotek. Sebenarnya, obat kusta 1 kali minum bisa membunuh kuman sebanyak 90 persen," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Ini temuan baru, dan jumlahnya lebih besar dibanding kasus yang kami identifikasi pada 2016," kata Kasi Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Tulungagung Didik Eka di Tulungagung, Jumat.
Kendati lebih besar, Didik menyatakan tidak serta-merta menyatakan telah terjadi peningkatan kasus.
Ia berdalih kasus lepra mirip penyakit tuberculosis, dimana penyakit kusta masih diidentikkan sebagai penyakit orang miskin, turunan dan lainnya.
"Selain itu, faktor ketidaktahuan masyarakat yang menderita Kusta untuk berobat ke layanan kesehatan, sehingga baru banyak ditemukan tahun ini. Jadi mereka ini sudah lama (menderita) namun baru teridentifikasi baru-baru ini," ujarnya.
Didik menjelaskan, penyakit kusta disebabkan oleh bakteri "mycobacerium leprae" yang bisa ditularkan melalui kontak langsung dan melalui udara dari penderita.
Biasanya, kata Didik, gejala yang akan muncul akibat tertularnya bakteri tersebut meliputi munculnya bercak ditubuh mirip panu, hingga mati rasa.
"Mereka terkadang menyepelekan, padahal seharusnya ditangani serius," ujarnya.
Apabila penderita kusta tidak segera ditangani dan sudah dalam tahap lanjut, lanjut Didik, mereka biasanya akan mengalami madarosis, yakni alis mata dan bulu mata rontok dan hidung membengkak seperti hidung pelana dan hingga cacat progresif.
"Satu-satunya jalan menjaga daya tahan tubuh dan lingkungan bersih bisa menekan penularan. Dan pada penderita yang positif kusta jangan didiskriminasi, tapi harusnya segera diobati agar tidak menyebarkan bakteri kusta," katanya.
Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Tulungagung Anna Saripah mengatakan pengobatan harus diterapkan dengan disiplin terhadap penderita kusta.
"Misal untuk para penderita kusta 'pause basiler' (kering), harus dilakukan pengobatan selama enam bulan. Sedangkan penderita kusta 'multi basiler' (basah) dilakukan pengobatan selama 12 bulan," katanya menjelaskan.
Jika langkah pengobatan rutin itu tidak dilakukan, kata dia, maka bakteri tersebut akan tumbuh.
"Untuk obat kusta, hanya tersedia di puskesmas dan tidak dijualbelikan di apotek. Sebenarnya, obat kusta 1 kali minum bisa membunuh kuman sebanyak 90 persen," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017