Trenggalek (Antara Jatim) - Puluhan warga yang dipelopori tokoh muda pesantren di Desa Sukorejo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Selasa berunjuk rasa menuntut penutupan sebuah usaha pertambangan andesit karena dinilai merusak lingkungan serta polusi udara.
    
Aksi berlangsung damai mulai pukul 08.00 WIB hingga 10.00 WIB dengan mendapat pengamanan ketat aparat kepolisian setempat.
    
Begitu datang dan berkumpul di depan pintu masuk area pertambangan andesit, perwakilan massa diberi izin masuk kawasan pertambangan untuk bernegosiasi dengan pengelola pertambangan.
    
Sementara puluhan warga lain ditahan di luar zona inti pertambangan dengan hadangan pagar betis puluhan anggota sabhara Polres Trenggalek, dibantu Satpol PP Trenggalek.
    
"Kami bertugas mengawasi dan mengamankan agar jalannya aksi tidak sampai berujug ricuh ataupun terjadi perusakan," kata Kasat Pol PP Trenggalek Ulang Setiadi.
    
Di dalam area pertambangan, korlap aksi yang mengatasnamakan warga Desa Sukorejo, Musyaroh didampingi kuasa hukum warga, Muhammad AA berkeras agar aktivitas pertambangan dihentikan.
    
Musyaroh yang pemimpin Ponpes Sulaiman, Gandusari dan masih keabat dekat (paman) Wakil Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin itu berkeras bahwa aktivitas pertambangan andesit di desanya dinilai telah mengganggu aktivitas warga.
    
Selain menyebabkan debu atau polusi udara di sepanjang jalur lintas dumptruk, suara bising dari aktivitas pertambangan mengganggu aktivitas pendidikan di sekitarnya.
    
"Aktivitas belajar-mengajar menjadi tidak nyaman. Kami minta pertambangan ini ditutup," ujarnya.
    
Kuasa hukum warga Muhammad AA menyampaikan aspirasi lebih moderat. Ia menyadari bawah izin pembukaan maupun penutupan aktivitas pertambangan sepenuhnya ada di tangan dinas pertambangan Pemprov Jatim.
    
Di satu sisi, kata dia, warga memiliki hak menyampaikan aspirasi atas gangguan lingkungan yang dialami, namun di sisi lain pengusaha juga memiliki hak yang sama untuk melakukan aktivitas pertambangan sesuai perizinan yang dimiliki.
    
"Karenanya kami minta dinas pertambangan provinsi untuk mengkaji ulang. "Selanjutnya kami akan lakukan pertemuan tripartit, antara masyarakat, pemerintah daerah dan pengusaha tambang. Kami juga akan melakukan pertemuan dengan ESDM Provinsi Jatim karena mereka yang berhak melakukan penutupan," katanya.
    
Aksi bubar setelah para pihak sepakat untuk melanjutkan dialog di kantor Kecamatan Gandusari.
    
Dikonfirmasi terpisah, pemilik usaha pertambangan, Kasiman mengaku akan tetap menjalankan usahanya sebelum ada keputusan penutupan dari instansi yang berwenang.
    
"Warga tidak berhak melakukan pemaksaan penutupan tambang, karena wewenang pembukaan dan penutupan tambang ada di tangan (pemerintah) provinsi," kata Kasiman.
    
Kasiman beralasan selama setahun menjalankan aktivitas pertambangan di daerah itu selalu proaktif menjaga dampak sosial yang terjadi, termasuk dalam hal mengurangi dampak polusi debu dengan menyirami jalur lintas dumptruck menggunakan air sebanyak dua kali sehari.
    
"Warga, terutama di jalur menuju lokasi pertambangan yang ada beberapa itu juga mendapat kompensasi atas dibukanya aktivitas pertambangan itu. Saat Lebaran lalu juga mendapat bingkisan berupa gula, bahkan ratusan warga lain di sekitarnya. Hanya memang operasional mereka sedikit mengganggu, karena debu dan polusi suara tadi. Cukup keras," ujar Sinto, warga sekaligus pemilik usaha bengkel sepeda di sekitar lokasi pertambangan batu andesit milik Kasiman.(*) 
Video oleh: Destyan H Sujarwoko

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017