Beijing, (Antara) - Duta Besar RI untuk China dan Mongolia Soegeng Rahardjo mengungkapkan beberapa modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terus meningkat, termasuk di daratan Tiongkok.

"Ada dua modus operandi yang saat ini marak digunakan. Pertama, pekerja migran Indonesia yang bermasalah di Hong Kong dan tidak memiliki kontrak baru, pergi ke Makau," katanya didampingi Atase Imigrasi Kedutaan Besar RI di Beijing Tato J Hidayawan di Beijing, Jumat.

Kedua, lanjut Dubes, buruh yang pernah bekerja di Taiwan dan Hong Kong diiming-imingi pekerjaan dengan gaji besar sehingga tanpa disadari terjerat dalam perdagangan manusia.

"Kedua modus tersebut sering kali ditemukan. Namun, sebenarnya yang lebih membahayakan adalah modus prostitusi dan perkawinan," katanya.

 Menurut Soegeng, sebagian besar pekerja Indonesia yang diselundupkan ke daratan Tiongkok menjadi wanita penghibur.       Sementara, pekerja lain menjadi buruh kasar di pabrik atau di daerah pertanian.

"Yang sulit dilindungi justru modus tawaran bekerja di spa. Kadang-kadang mereka dipaksa, disuruh jadi pekerja seks komersial. Kemudian, ada lagi pekerja wanita yang dibawa dan dikawinkan di sini. Calonya ada di Indonesia," ujarnya.

Bahkan, Soegeng menemukan modus baru ada sejumlah perempuan dari Indonesia yang didatangkan ke China untuk dikawini penduduk setempat.

Ia mengamati pada umumnya TPPO diakibatkan oleh faktor kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan para korban.

"Satu satunya cara adalah kualitas pendidikan harus ditingkatkan. Setelah ini mereka harus diberikan semacam pernyataan agar tidak mudah percaya dengan iming-iming gaji tinggi dan hidup enak," katanya.

Namun, Soegeng menganggap sanksi yang diterapkan untuk pelaku TPPO sangat sulit diterapkan karena harus ada pembuktian korban dipaksa atau atas kemauannya sendiri.

"Karena itu menurut kami lebih baik meningkatkan pencegahannya. Korban tidak tahu apa-apa. Yang harus dihukum dengan tegas itu, ya agen-agen penyalur," ujarnya.

Oleh sebab itu, Soegeng mendukung upaya Diretorat Jenderal Imigrasi menunda pengeluaran paspor.

Dia juga setuju dengan peraturan deposit minimum Rp15-20 juta bagi yang ingin membuat paspor.

"Hal ini bukan untuk menghambat, namun untuk mencegah penggunaan paspor Indonesia yang sudah di luar kendali," ujar Soegeng.

Selama bisnis perdagangan manusia masih menguntungkan, jelas dia,  perdagangan orang akan terus terjadi.

Sebelumnya Konsulat Jenderal RI di Hong Kong dan Makau menemukan ada tenaga kerja Indonesia yang bekerja di daratan Tiongkok dan Australia atas perintah majikannya di Hong Kong.

Menurut dia, hal itu merupakan perbuatan ilegal karena dalam kontrak kerja dicantumkan bahwa pekerja hanya boleh bekerja di satu alamat.(*)

Pewarta: M. Irfan Ilmie

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017