Surabaya (Antara Jatim) - Paguyuban Pedangan Pasar Tanjungsari 74, Pasar Tanjungsari 36, dan Pasar Dupak Rukun 103 Kota Surabaya menolak disebut ilegal karena selama ini sudah memiliki Surat Izin Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat (IUP2R) dari Pemkot Surabaya.
"Kami ini legal, kami telah mendapatkan izin resmi dari Pemkot Surabaya," kata Ketua Paguyupan Pedagang Pasar Tanjungsari Surabaya Ismail Hamzah di Surabaya, Minggu.
Menurut dia, pihaknya akan mempersoalkan secara hukum pihak-pihak baik dari kalangan DPRD maupun Pemkot Surabaya yang menyebut tiga pasar tersebut ilegal sehingga berujung adanya pembekuan IU2PR tiga pasar tersebut.
"Saya minta mereka mencabut pernyataan itu, karena definisi grosir dan eceran juga belum ada di aturan manapun," katanya.
Ia menilai ada aktor intelektual dibalik polemik pasar grosir dan eceran di Surabaya yang dimotori pihak manajeman Pasar Induk Osowilangun Surabaya (PIOS) yang merasa dirugikan karena sepi pembeli dengan keberadaan tiga pasar rakyat itu.
"Saya melihat ada indikasi monopoli. Ini sudah ada contohnya yakni di Pasar Induk Jakabaring di Palembang, lahan itu juga miliknya PIOS dengan pemilik yang sama. Mereka mematikan pasar rakyat dengan modus yang sama yakni menggandeng pemerintah daerah setempat untuk memindahkan seluruh pedagang pasar rakyat ke lokasinya," katanya.
Hal sama juga dikatakan Koordinator Aksi Pedagang Pasar Tanjungsari Kusnan. Ia mengatakan para pedagang menolak penutupan Pasar Tanjungsari 74, Pasar Buah Tanjungsari 47 dan Pasar Dupak 103 karena resmi sudah mengantongi IUPR dari Pemkot Surabaya. "Jika pasar itu ditutup, terus pedagang jualan apa," kata Kusnan.
Menurut dia, seharusnya kalangan Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya memperjelas di aturan mengenai ukuran mana yang dianggap sebagai pasar grosir dan pasar eceran. Bukannya, lanjut dia, DPRD merekomendasi para pedagang buah Tanjungsari dipindah ke pasar buah milik pengusaha.
Kusnan mengatakan para pedagang buah melawan kebijakan Dinas Pedagangan yang menutup tiga pasar tradisional yang mereka tempati selama ini. Menurutnya, pedagang sudah membawa persoalan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Jadi tunggu saja, siapa yang benar dalam hal ini," ujarnya.
Ia mengatakan surat peringatan satu, dua, tiga hingga pembekuan yang dilayangkan Dinas Perdagangan tidak berdasar. Kusnan mengaku kecewa dengan tindakan pemerintah kota yang membekukan tiga pasar buah tradisional karena dari sekitar 160 pasar tradisional yang ada di Kota Surabaya, hanya 6 pasar yang mengantongi perizinan. Empat di antara enam pasar tersebut yang justru ditutup.
"Kenapa seratus lebih pasar tradisional yang tak berizin tidak diributkan" katanya.
Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Edi Rahmat sebelumnya meminta Dinas Perdagangan setempat memberikan sanksi tegas kepada tiga pasar yang dianggap menyalahi aturan karena menjual grosir.
"Siapapun yang melanggar harus segera ditindak. Jadi, kami meminta kepada Dinas Perdagangan untuk selalu adil menindak pasar yang melanggar aturan itu," kata Edi.
Menurut dia, penindakan Pasar Tanjungsari yang berujung pada pembekuan IUP2R itu berawal dari protes paguyuban pedagang PIOS yang mengadukan kepada Komisi B DPRD Kota Surabaya. "Mereka mengadukan sepinya PIOS beberapa tahun terakhir ini," ujarnya.
Edi mengatakan Dinas Perdagangan telah mengeluarkan Surat Peringatan (SP) 1, 2 dan 3, tapi ternyata tidak dihiraukan. Setelah surat tertulis itu tidak dihiraukan, maka Dinas Perdagangan mengeluarkan surat pembekuan IUP2R.
Salah satu pengelola PIOS Trisila sebelumnya mengaku mendukung langkah para pedagang PIOS yang mengadu ke DPRD Surabaya. Ia juga mengatakan bahwa ada beberapa pasar yang izinnya eceran, tapi malah menjual grosir, sehingga hal ini melanggar perda Kota Surabaya.
"Kami bawa file berupa foto dan video yang membuktikan bahwa ada beberapa pasar sudah melakukan grosir," katanya.
Kepala Dinas Perdagangan Arini Pakistyaningsih menyatakan penertiban tiga pasar grosir ilegal sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP) yakni akan dilakukan setelah masa 30 hari pembekuan surat IUP2R habis.
"Sesuai dengan SOP dinas, ada mekanisme yaitu tahapan masa 30 hari setelah pembekuan kemudian dicabut izinnya. Aturan ini menurutnya memang tidak tercantum dalam Perwali tapi keberadaanya melengkapi secara teknis," katanya.
Menurut dia, setelah 30 hari tersebut, berarti tiga pasar tersebut sudah resmi ditutup dan diterbitkan bantuan penertiban (bantib) untuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). "Kami sudah komunikasi intens dengan Satpol PP untuk rencana penertiban ini," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017