Surabaya (Antara Jatim) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengakui kebijakan impor
garam konsumsi sangat merugikan petani lokal karena harganya terlampau
murah.
"Akan tetapi, mau gimana lagi sebelum saya jadi menteri kebijakan
impor garam sudah ada," katanya saat menghadiri peringatan Dies Natalis
Ke-56 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga di Surabaya,
Jumat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, kementerian yang dipimpinnya diberi hak
merekomendasikan impor garam, khusus untuk konsumsi.
"Garam impor itu harganya murah, Rp600,00 per kilogram," katanya.
Susi membandingkan petani lokal sebenarnya juga bisa menjual
Rp600,00/kg. Akan tetapi, persoalannya untuk mendistribusikan dari
daerah asal petani ke luar provinsi ongkosnya mahal.
"Sebutlah petani garam di Sampang, Jawa Timur, untuk
mendistribusikannya ke Jawa Barat ongkosnya mahal, sedangkan garam impor
bisa murah karena mengirimnya dalam jumlah kontainer yang banyak,"
ujarnya.
Perbedaan kualitas yang jauh antara produk petani lokal dan garam impor menjadi persoalan lainnya.
Menurut dia, saat harga garam konsumsi yang dirasa mencekik,
seperti yang terjadi belakangan ini, adalah keberhasilan dirinya dalam
mengelola garam.
"Biarlah harganya tinggi sebab itu keuntungan bagi para petani
garam lokal. Jarang-jarang petani garam kita menerima keuntungan besar
seperti ini," katanya.
Dalam hal pengelolaan garam, kata dia, masih belum bisa menaikkan
kesejahteraan para petani sebagaimana dia telah berhasil mengembalikan
kejayaan nelayan dengan berbagai kebijakannya yang tegas terhadap pelaku
"illegal fishing".
"Arahnya nanti kita memang sedang menuju pada swasembada garam," ucapnya.
Akan tetapi, untuk menuju ke arah swasembada garam, dia
mengungkapkan bahwa saat ini sama sekali tidak ada lahan yang tersedia.
"Saya lihat ada banyak lahan di Sumbawa untuk swasembada garam.
Akan tetapi, nyatanya lahan luas di Sumbawa sudah dikuasai swasta
semua," katanya.
Untuk itu, Susi meminta waktu untuk memprogramkan swasembada garam secara bertahap.
"Sementara ini kebutuhan garam nasional biar dipenuhi lewat impor
dahulu yang saya rekomendasikan melalui PT Garam," ujarnya.(*)
garam konsumsi sangat merugikan petani lokal karena harganya terlampau
murah.
"Akan tetapi, mau gimana lagi sebelum saya jadi menteri kebijakan
impor garam sudah ada," katanya saat menghadiri peringatan Dies Natalis
Ke-56 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga di Surabaya,
Jumat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, kementerian yang dipimpinnya diberi hak
merekomendasikan impor garam, khusus untuk konsumsi.
"Garam impor itu harganya murah, Rp600,00 per kilogram," katanya.
Susi membandingkan petani lokal sebenarnya juga bisa menjual
Rp600,00/kg. Akan tetapi, persoalannya untuk mendistribusikan dari
daerah asal petani ke luar provinsi ongkosnya mahal.
"Sebutlah petani garam di Sampang, Jawa Timur, untuk
mendistribusikannya ke Jawa Barat ongkosnya mahal, sedangkan garam impor
bisa murah karena mengirimnya dalam jumlah kontainer yang banyak,"
ujarnya.
Perbedaan kualitas yang jauh antara produk petani lokal dan garam impor menjadi persoalan lainnya.
Menurut dia, saat harga garam konsumsi yang dirasa mencekik,
seperti yang terjadi belakangan ini, adalah keberhasilan dirinya dalam
mengelola garam.
"Biarlah harganya tinggi sebab itu keuntungan bagi para petani
garam lokal. Jarang-jarang petani garam kita menerima keuntungan besar
seperti ini," katanya.
Dalam hal pengelolaan garam, kata dia, masih belum bisa menaikkan
kesejahteraan para petani sebagaimana dia telah berhasil mengembalikan
kejayaan nelayan dengan berbagai kebijakannya yang tegas terhadap pelaku
"illegal fishing".
"Arahnya nanti kita memang sedang menuju pada swasembada garam," ucapnya.
Akan tetapi, untuk menuju ke arah swasembada garam, dia
mengungkapkan bahwa saat ini sama sekali tidak ada lahan yang tersedia.
"Saya lihat ada banyak lahan di Sumbawa untuk swasembada garam.
Akan tetapi, nyatanya lahan luas di Sumbawa sudah dikuasai swasta
semua," katanya.
Untuk itu, Susi meminta waktu untuk memprogramkan swasembada garam secara bertahap.
"Sementara ini kebutuhan garam nasional biar dipenuhi lewat impor
dahulu yang saya rekomendasikan melalui PT Garam," ujarnya.(*)
Video oleh: Hanif Nasrullah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017