Malang (Antara Jatim) - Rektorat Universitas Brawijaya (UB) Malang membantah jika salah seorang mahasiswanya yang ditemukan meninggal dan membusuk di tempat indekosnya karena bunuh diri.
"Berdasarkan pemeriksaan dari tim dokter dan olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan aparat kepolisian juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda bunuh diri atau adanya penganiayaan," kata Wakil Rektor 3 Universitas Brawijaya Prof Arief Prajitno kepada wartawan di Malang, Jawa Timur, Selasa.
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB, Lukman Arifin, Senin (7/8) malam, ditemukan di kamar kosnya dalam kondisi sudah membusuk. Mahasiswa semester 9 itu dikenal pendiam dan tidak banyak teman.
Lebih lanjut, Prof Arief mengatakan benda-benda yang ditemukan di TKP tersebut untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. "Kemungkinan untuk proses pengobatan atau mungkin juga untuk peralatan lainnya," katanya.
Sementara itu, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswan FISIP UB Akhmad Muwafik mengatakan bahwa Lukman termasuk mahasiswa yang pendiam dan tidak banyak teman. "Kalau saya bilang anaknya ini introvert," ujarnya.
Saat ini, kata Muwafik, mahasiswa asal Cimahi, Jawa Barat itu sedang mengerjakan skripsi. Namun, menurut catatan dosen pembimbing, Lukman masih melakukan konsultasi skripsi satu kali saja atau baru mulai mengerjakan skripsinya. "Kami juga belum tahu kenapa Lukman bisa ditemukan meninggal dengan cara seperti itu (seperti menghirup freon berlebihan)," ucapnya.
Ia mengemukakan dari segi ekonomi keluarga, keluarga Lukman tergolong mampu, sehingga adanya desas desus jika Lukman tidak mampu membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) tidak benar, bahkan sampai saat ini, pihak kampus baik Fakultas maupun Rektorat tidak menerima pengajuan keringanan pembayaran UKT dari Lukman.
Meninggalnya Lukman diduga karena mengirup/keracunan gas freon. Dari penemuan di TKP sebuah tabung freon dan slang yang masih menempel di mulut korban dan saat ditemukan, kepala jenazah Lukman masih terbungkus tas plastik.
Kasus meninggalnya Lukman tersebut, saat ini amsih dalam penyelidikan aparat kepolisian. "Dari keterangan dokter, dia bukan bunuh diri. Memang ditemukan tabung di kamarnya, tapi kami masih menyelidiki kasusnya," kata Kapolsek Lowokwaru, Kompol Bindriyo.
Menurut pakar kimia UB, Diah Mardiana, freon (F) dalam dosis tinggi dapat menjadi racun yang merusak sistem organ tubuh dan berakhir pada kematian. Gejala keracunan freon yang paling menonjol adalah tenggorokan terasa panas dan membengkak. Paru-paru juga bisa membeku, bahkan freon lebih berbahaya daripada gas monoksida (CO).
"Freon ini jenis zat yang titik didihnya rendah. Dalam suhu kamar, freon mudah berubah menjadi gas. Freon juga tidak berbau sehingga susah dideteksi. Dalam jumlah sedikit, Freon bisa menyebabkan seseorang merasa 'terbang'. Namun, Freon adalah bahan kimia berbahaya yang digunakan untuk AC, Kulkas, dan aerosol, bukan untuk dihirup," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Berdasarkan pemeriksaan dari tim dokter dan olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan aparat kepolisian juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda bunuh diri atau adanya penganiayaan," kata Wakil Rektor 3 Universitas Brawijaya Prof Arief Prajitno kepada wartawan di Malang, Jawa Timur, Selasa.
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB, Lukman Arifin, Senin (7/8) malam, ditemukan di kamar kosnya dalam kondisi sudah membusuk. Mahasiswa semester 9 itu dikenal pendiam dan tidak banyak teman.
Lebih lanjut, Prof Arief mengatakan benda-benda yang ditemukan di TKP tersebut untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. "Kemungkinan untuk proses pengobatan atau mungkin juga untuk peralatan lainnya," katanya.
Sementara itu, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswan FISIP UB Akhmad Muwafik mengatakan bahwa Lukman termasuk mahasiswa yang pendiam dan tidak banyak teman. "Kalau saya bilang anaknya ini introvert," ujarnya.
Saat ini, kata Muwafik, mahasiswa asal Cimahi, Jawa Barat itu sedang mengerjakan skripsi. Namun, menurut catatan dosen pembimbing, Lukman masih melakukan konsultasi skripsi satu kali saja atau baru mulai mengerjakan skripsinya. "Kami juga belum tahu kenapa Lukman bisa ditemukan meninggal dengan cara seperti itu (seperti menghirup freon berlebihan)," ucapnya.
Ia mengemukakan dari segi ekonomi keluarga, keluarga Lukman tergolong mampu, sehingga adanya desas desus jika Lukman tidak mampu membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) tidak benar, bahkan sampai saat ini, pihak kampus baik Fakultas maupun Rektorat tidak menerima pengajuan keringanan pembayaran UKT dari Lukman.
Meninggalnya Lukman diduga karena mengirup/keracunan gas freon. Dari penemuan di TKP sebuah tabung freon dan slang yang masih menempel di mulut korban dan saat ditemukan, kepala jenazah Lukman masih terbungkus tas plastik.
Kasus meninggalnya Lukman tersebut, saat ini amsih dalam penyelidikan aparat kepolisian. "Dari keterangan dokter, dia bukan bunuh diri. Memang ditemukan tabung di kamarnya, tapi kami masih menyelidiki kasusnya," kata Kapolsek Lowokwaru, Kompol Bindriyo.
Menurut pakar kimia UB, Diah Mardiana, freon (F) dalam dosis tinggi dapat menjadi racun yang merusak sistem organ tubuh dan berakhir pada kematian. Gejala keracunan freon yang paling menonjol adalah tenggorokan terasa panas dan membengkak. Paru-paru juga bisa membeku, bahkan freon lebih berbahaya daripada gas monoksida (CO).
"Freon ini jenis zat yang titik didihnya rendah. Dalam suhu kamar, freon mudah berubah menjadi gas. Freon juga tidak berbau sehingga susah dideteksi. Dalam jumlah sedikit, Freon bisa menyebabkan seseorang merasa 'terbang'. Namun, Freon adalah bahan kimia berbahaya yang digunakan untuk AC, Kulkas, dan aerosol, bukan untuk dihirup," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017