Trenggalek (Antara Jatim) - Pengacara Eggy Sudjana menilai hakim berpihak dalam memutuskan perkara sengketa agraria antara TNI dengan warga lima desa yang bermukim di lahan eks-Perkebunan Kaligentong, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
    
"Saya tidak punya argumentasi yang membenarkan, mereka memenangkan TNI. Sudah jelas keberpihakan hakim dalam pengambilan keputusan tadi," kata Eggy Sudjana dikonfirmasi usai sidang putusan sengketa tanah eks-perkebunan Kaligentong di Pengadilan Negeri Tulungagung, Kamis. 
    
Eggy berargumentasi, dalam kasus pertanahan kekuatan hukum ada pada riwayatnya. Sementara dalam riwayat tanah eks-perkebunan Kaligentong itu punya Belanda.
    
"Faktanya memang begitu, ada akta notaris. Tapi kenapa kok hakim sekarang tiba-tiba berani mengatakan akta notaris itu tidak sah, padahal peristiwanya terjadi sekitar 80 tahun silam. Bahkan ada yang 1887," kata Eggy.
    
Menurut Eggy, pandangan hakim yang membatalkan akta notaris yang dibuat pada masa penjajahan Belanda itu bentuk kesewenang-wenangan.
    
"Menurut ilmu hukum, yang bisa membatalkan akta notaris itu adalah jika terjadi cacat hukum. Ada hal-hal yang tidak dibenarkan dalam akta notaris itu. Itu poin pertama," katanya.
    
Kedua, lanjut Eggy, poinnya adalah ada Undang-undang Nomor 1 tahun 1958 tentang penghapusan tanah partikelir, sehingga seluruh tanah peninggalan Belanda dihapus semua.
    
"Kalau ini yang diterapkan, baik rakyat yang punya akta maupun yang punya TNI harus sama-sama hilang," ujarnya.
    
Eggy yang sempat menyampaikan hasil sidang dan berujung pada kekalahan warga lima desa di lahan eks-perkebunan Kaligentong, berkeras bahwa putusan majelis tidak mempertimbangkan azas berkeadilan sosial.
    
Ia khawatir salah satu putusan yang mengharuskan warga meninggalkan lahan sengketa yang dimenangkan TNI akan membuat masyarakat lima desa di lahan eks-perkebunan Kaligentong terlantar.
    
Humas Pengadilan Negeri Tulungagung Yuri Ardiansyah menyatakan, pihak yang tidak puas terhadap putusan sidang sengketa lahan eks-perkebunan Kaligentong dipersilahkan untuk mengajukan upaya hukum lanjutan melalui jalur banding ke Pengadilan Tinggi di Surabaya.
    
Ia menolak untuk mengurai lagi dasar pertimbangan majelis hakim dalam persidangan karena ranah tersebut tidak untuk dikomentari, apalagi Yuri berada di dalamnya.
    
"Tadi bisa diikuti pembacaan pertimbangan majelis saat sidang berlangsung. Jika tidak mengikuti detailnya, nanti masyarakat bisa mengaksesnya seluruh materi putusan di laman resmi Mahkamah Agung," ujarnya.
    
Gejolak dan ketidakpuasan tersebut sempat disinggung ketua majelis hakim Mohammad Istiadi yang megingatkan agar para pihak menggunakan upaya hukum lanjutan melalui jalur banding di Pengadilan Tinggi hingga kasasi ke Mahkamah Agung. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017