Surabaya (Antara Jatim) - Dinas Perdagangan (Disperdag) Kota Surabaya menyatakan penertiban tiga pasar grosir ilegal sudah sesuai prosedur yakni akan dilakukan setelah masa 30 hari  pembekuan surat Izin Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat (IUP2R) habis. 
     
Kepala Dinas Perdagangan Arini Pakistyaningsih, di Surabaya, Senin, mengatakan ketiga pasar yang telah dibekukan IUP2R pada Kamis (13/7) lalu adalah Pasar Tanjungsari 74, Pasar Tanjungsari 36 dan Pasar Dupak Rukun 103 

"Sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) Dinas, ada mekanisme yaitu tahapan masa 30 hari setelah pembekuan kemudian dicabut izinnya. Aturan ini menurutnya memang tidak tercantum dalam Perwali tapi keberadaanya melengkapi secara teknis," katanya.

Menurut dia, setelah 30 hari tersebut, berarti tiga pasar tersebut sudah resmi ditutup dan diterbitkan bantuan penertiban (bantib) untuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

"Kami sudah komunikasi intens dengan Satpol PP untuk rencana penertiban ini," katanya.

Saat ini, Arini masih memberikan waktu sesuai ketentuan agar pedagang yang dibekukan izin pasarnya segera mempersiapkan diri karena masa 30 hari sudah berjalan. Karena itu pihaknya berharap pedagang bersiap diri karena proses selanjutnya adalah pencabutan izin disertai penertiban.

"Sekarang masih boleh beraktifitas, namanya juga pedagang pasar dan melibatkan banyak orang supaya mereka bersiap. Setelah itu yang kami cabut izinnya dan ditertibkan tutup," ujarnya.

Ketika ditanya soal relokasi pedangan, Arini sampai saat ini belum melakukan pembahasan karena pasar tersebut statusnya swasta. "Saat ini kami masih membahas soal prosedur penertiban pasar," katanya.

Wakil Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya Tri Didik Adiono sebelumnya mengatakan pihaknya akan memanggil Dinas Perdagangan dan juga Satpol PP lantaran tiga pasar yang sudah dibekukan izinnya namun masih melakukan kegiatan operasional jual beli secara normal.

"Kami akan tinjau ke lapangan kenapa pasarnya masih buka. Kami juga meminta penjelasan ke dinas terkait, terutama Satpol PP kenapa hingga saat ini pasar masih beroperasi," kata Didik

Adanya pasar grosir di tengah kota, lanjut dia,  dianggap akan merusak sistem perdagangan di Surabaya dan mematikan pasar induk yang ada di pinggiran kota yaitu di Romokalisari. Tidak hanya itu, sebagaimana tata kota Surabaya, pasar eceran saja yang boleh ada di tengah kota.

Sebab jika pasar grosir ada di tengah kota, maka akan ada persaingan tidak sehat dan juga tidak baik untuk pasar tradisional yang menjual barang dengan harga eceran. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017