Tulungagung (Antara Jatim) - Dewan Pendidikan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur terus memantau perkembangan di SMP Negeri 2 Tulungagung yang kekurangan bangku sehingga sebagian siswa harus melakukan kegiatan belajar-mengajar secara lesehan.
    
"Kami terus melihat perkembangan di sekolah itu, juga pernah bertemu kepala sekolah secara langsung," kata Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Tulungagung Supriyono di Tulungagung, Jumat.
    
Saat sidak di sekolah, kata Supriyono yang juga Ketua DPRD Tulungagung itu, sekolah mengeluhkan persoalan prasarana meja-kursi untuk empat kelas program pengembangan yang belum tersedia.
    
Masalah tersebut sebenarnya sudah dicarikan solusi melalui pengajuan iuran sukarela kepada wali murid baru, namun seiring penindakan oleh aparat kepolisian yang menengarai adanya praktik pungutan liar dalam program tersebut, berikut penyitaan uang iuran Rp32 juta, pemesanan bangku dibatalkan.

"Karena ada empat kelas yang tanpa bangku Saya usulkan masuk sore, dari pada dipaksakan masuk pagi semua tapi kondisinya kekurangan bangku dan meja," kata Supriyono.
    
Namun usul tersebut belum sepenuhnya diterima pihak SMPN 2 Tulungagung. Alasannya jika ada yang masuk sore maka tidak efektif.
    
"Karena maunya masuk pagi semua, maka belum ada solusi," katanya.
     
Masih menurut Supriyono, jauh sebelum kasus dugaan pungutan liar (pungli) di SMPN 2 Tulungagung, dirinya sudah bertemu dengan Musyawarah Kerja Kepala Seklah (MKKS).
    
Dikatakan, pihak SMPN 2 sebelumnya sudah mengutarakan rencana penambahan rombongan belajar (rombel), dari delapan menjadi 11 kelas.
    
Namun masalahnya mereka masih kekurangan bangku dan meja.

Pihak sekolah mengajukan usul akan memungut dana dari orang tua siswa, untuk pengadaan bangku dan meja baru.
     
"Waktu itu sudah kami ingatkan agar pembayaran iuran dilakukan setelah penerimaan siswa baru dilakukan. Agar tidak ada yang menyalahi prosedur," kata Supriyono.
     
Menurut pihak SMPN 2 Tulungagung, rencana pungutan tersebut sudah disampaikan ke orang tua siswa.
    
Namun pungutan ternyata sudah dilakukan sebelum pengumuman penerimaan siswa baru. Akibatnya, saat diungkap penegak hukum, karena pungutan tersebut dianggap liar (pungli).(*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017