Surabaya (Antara Jatim) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya membekali fasilitor bencana yang ada di seluruh Indonesia tentang bagaimana cara penanggulangan risiko bencana dalam pembukaan Sekolah Laut di kampus setempatdi Surabaya,  Senin.

Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB Lilik Kurniawan mengatakan ada 11 perwakilan dari kabupaten/kota yang ditunjuk bupati/wali kota di seluruh Indonesia yang mengikuti pembekalan dan pembukaan Sekolah Laut ini.

"Dalam pembekalan ini, tak hanya dari PNS tapi ada juga dosen dan nelayan ada pegiat bencana. Perwakilan itu akan mendapatkan berbagai pengetahuan terkait penanggulangan bencana di Indonesia terutama yang ada di laut," kata Lilik.

Lilik mengungkapkan, latar belakang dibukanya Sekolah Laut ini adalah dari tahun 2015 sampai  awal 2017 Indonesia didominasi oleh bencana Hidrometeorologi. Untuk menyelesaikan masalah itu, kata Lilik harus menggunakan pola ekosistem berbasis disaster risk reduction (Eco-DRR) yang dianjurkan PBB.

"Dalam bencana Hidrometeorology, contohnya di daerah aliran sungai tidak bisa hanya satu daerah yang menangani aliran sungai. Penangan di Gunung, di tengah dan hilir itu berbeda-beda," katan dia.

Untuk itu pihaknya bekerja sama dengan beberapa pihak untuk menyelenggarakan Sekolah Gunung, Sekolah Sungai dan Sekolah Laut sebagai pembekalan kepada fasilitator cara menangani terutama menanggulangi risiko bencana yang ada.

"Ini adalah sarana kami untuk berbagi pengetahuan. Di Indonesia sudah banyak lokal sharing yang sudah dimiliki hanya kadang tidak tahu. Mereka kumpulkan di sini untuk berbagi," tuturnya.

Lilik menjelaskan, dipilihnya ITS untuk menyelenggarakan Sekolah Laut karena ITS terkenal akan kelautan. Selain di ITS, Sekolah Laut juga akan dilakukan di Akademi Angkatan Laut (AAL). "Mereka nanti akan dibekali selama lima hari. Saat kembali ke daerah, mereka harus melakukan sosialisasi sehingga masing-masing kabupaten/kota akan ada target 1.000 orang penggiat," ujarnya.

Selain sosialisai, para fasilitator ini juga harus melakukan aksi-aksi sesuai karakteristik wilayahnya. Kalau wilayahnya banyak erosi karena tidak adanya tanaman mangrove, berarti mereka harus menanam mangrove.

"Gerakan pengenalan risiko bencana ini tujuannta untuk mengurangi risiko bencana di daerah. Kalau daerah itu rawan tsunami maka akan kami kurangi. Tidak meniadakan tsunami tapi bagaimana masyarakat bisa siap siaga akan datangnya tsunami," ujar Lilik.

Tujuan kedua adalah mengurangi risiko bencana yang saat ini belum ada tapi dua tahun lagi akan ada seperti sampah. Ketiga meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

"Ini baru 'pilot'. Ke depan, kami akan kembangkan lebih banyak lagi. Sekolah Laut bersama-sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sekolah Gunung dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kalau Sekolah Sungai dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Ini adalah bentuk revolusi mental dalam penanggulangan bencana," ucapnya.

Rektor ITS Prof Joni Hermana kami mendukung mereka dengan memberikan pengetahuan kepada manusianya. Mereka pelaku di lapangan, tugas kami adalah mendukung melalui pembekalan terhadap sumber daya manusianya. Terutama berkaitan dengan apa yang melatarbelakangi.

"Kami punya banyak pusat studi bencana, dan mereka memang fokus pada bagaimana melakukan proses edukasi kepada masyarakat. Secara moral saya kira, ITS sebagai perguruan tinggi ikut berperan terhadap apa yang dilakukan pemerintah khususnya penyelamatan bangsa," ujarnya.(*)

Pewarta: willy irawan

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017