Mojokerto (Antara Jatim) - Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) memediasi tuntutan warga Desa Lakardowo, Kabupaten Mojokerto, yang menolak operasional pabrik pengolahan limbah bahan berbahaya beracun (B3) PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA).

Warga menilai pabrik yang beridiri tahun 2010 itu telah mencemari lingkungan tempat tinggalnya, dibuktikan dengan banyaknya warga yang mengalami penyakit kulit dermatitis atau iritasi kulit, khususnya terhadap anak-anak, sejak sekitar dua tahun terakhir.

"Untuk menghentikan operasional suatu pabrik kan perlu bukti-bukti kuat kalau memang keberadaannya disebut telah mencemari lingkungan sekitar. Sehingga perlu dilakukan mediasi antara warga dengan pihak PT PRIA," ujar Wakil Gubernur (Wagub) Jatim Saifullah Yusuf saat meninjau lokasi desa yang permukimannya dinyatakan telah tercemar tersebut, Jumat.

Menurut Wagub yang akrab disapa Gus Ipul itu, mediasi perlu dilakukan karena Kementerian Lingkungan Hidup belum lama lalu menyatakan limbah yang diolah oleh PT PRIA di Desa Lakardowo dinyatakan higienis.

"Ini berbanding terbalik dengan penelitan yang pernah dilakukan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup yang menyatakan PT PRIA telah menyebabkan pencemaran lingkungan bagi permukiman di sekitarnya," ucapnya.

Aktivis Lingkungan Hidup Prigi Arisandi, yang turut menyambut kedatangan Wagub Gus Ipul di Desa Lakardowo Kecamatan Jetis, mendesak agar Pemprov Jatim memfasilitasi penelitian ulang yang melibatkan tim ahli dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya terkait dugaan pencemaran oleh PT PRIA.

"Kita perlu pengujian oleh pihak ketiga, yaitu dari Tim ITS, sebagai pembanding dari pengujian yang telah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup. Sebab warga Desa Lakardowo hingga kini masih banyak yang menderita penyakit kulit dermatitis. Dari mana datangnya penyakit itu kalau bukan dari air yang dikonsumsi masyarakat yang telah tercemar dari limbah B3 PT PRIA," ungkapnya.

Prigi menambahkan, sejak hampir dua tahun terakhir, masyarakat Desa Lakardowo sudah tidak mengonsumsi air sumur untuk kehidupan sehari-hari, melainkan beli dari sumber mata air Prigen.

Wagub Gus Ipul menyepakati untuk memfasilitasi pengujian ulang yang melibatkan tim ahli dari ITS.

"Jadi masalahnya ada dua. Pertama adalah pengujian ulang yang melibatkan pihak ketiga, dalam hal ini adalah tim ahli dari ITS. Yang kedua, selama setahun terakhir, masyarakat harus membeli air dari sumber mata air Prigen untuk aktivitas hidup sehari-hari," tuturnya.

Informasi yang diperoleh Gus Ipul, selama ini warga satu dusun urunan untuk membeli air dari sumber Prigen itu.

"Sebulan per dusun bisa menghabiskan biaya Rp4,5 juta untuk membeli air dari Sumber Prigen. Itu digunakan untuk minum. Sedangkan untuk mandi warga masih pakai air sumur, makanya masih banyak yang terkena penyakit dermatitis," ucapnya.

Manager Business Development PT PRIA Christine menyambut baik mediasi yang dijembatani Pemprov Jatim atas tuntutan warga Lakardowo.

"Sebab selama ini warga Lakardowo sudah menutup hubungan dengan kita. Mereka sudah tidak percaya jika kita mencoba melakukan komunikasi," ujarnya.

Dia mencontohkan, sejak berdiri tahun 2010, PT PRIA telah menyediakan klinik gartis bagi warga yang terserang dermatitis sebagai bentuk tangung jawab sosial perusahaan (CSR". Tapi tak satupun warga yang mau berobat ke sini.

Christine juga tidak mempersalahkan jika Pemprov Jatim menyetujui adanya uji ulang pencemaran limabah B3 yang dituduhkan warga dengan melibatkan Tim Ahli dari ITS sebagai pihak ketiga.

"Asalkan penelitian itu tetap melibatkan institusi pemerintah terkait," ucapnya.(*)

Pewarta: Hanif N

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017