Seorang wanita berjilbab hitam awut-awutan matanya sendu duduk bersandar di dinding yang terbuat dari batu bata belum bersemen.

Wajahnya terus tertunduk dan sesekali tangannya mengusap air mata yang turun tidak terlalu deras. Suara-suara berisik di sekelilingnya yang membicarakan nasib suaminya seolah hanya angin lalu karena lebih memilih "sibuk" menahan tangisnya.

Namanya Sarinah, istri dari Paidi yang menjadi satu di antara lima korban jiwa karena tertimbun tanah longsor di Dusun Dolopo, Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, pada Minggu (9/4).

Di dekatnya duduk Sarinem, kakak kandungnya, kemudian dua anak perempuannya bernama Eny dan Widji Lestari dan tiga cucunya yang masih berusia balita, serta beberapa kerabat maupun tetangganya.

Ada juga Wakimin, tetangga sekaligus teman yang sehari-hari bersama Paidi, lalu ada juga Joko, anak menantu yang saat kejadian berada dekat dengan bapak mertuanya.

"Saya juga sempat bilang ke bapak, 'Ayo pak balik wes sore' (ayo Pak kembali sudag sore). Di situ juga ada ibuk (Sarinah)," ujar Joko yang kakinya sempat tertimbun tanah hingga hampir seukuran paha kaki kanannya.

"Syukurlah kaki masih bisa saya angkat dan menyelamatkan diri. Tapi bapak tidak sempat lari karena saat kejadian sedang 'ngarit' (membersihkan rumput di sawah)," ucap suami Eny tersebut.

Joko pun berhenti sejenak berbicara dan menghela nafas panjang. Ia kemudian menyingkap sarungnya dan minta izin untuk duduk di dekat istri dan anaknya.

Sarinah yang semula diam dan duduk bersandar akhirnya berbicara. Ibu dua anak itu bahkan sempat bercerita kalau dia juga meminta suaminya pulang karena hari sudah menjelang sore.

"Kulo niku sampun ngomong ten bapak, ayo pak mbalek wes sore (Saya sudah bilang ke bapak, ayo pak pulang sudah sore)," ucapnya, lirih.

Belum lima menit usai meminta sang suami pulang dan beranjak dari sawah yang ditanami cengkih, ia kaget saat menoleh ke belakang karena melihat pria yang menafkahinya hilang dari tempatnya mengarit.

"'Kulo bengok-bengok' (saya teriak-teriak), bapak-bapak. Tapi bapak sudah tidak ada dan tanahnya gerak," katanya, kemudian kembali terisak.

 Duduk tidak jauh dari Sarinah adalah Eny, anak sekaligus istri dari Joko. Tangisnya lebih kencang dan air matanya tak berhenti mengalir. Tingkah anak balitanya seolah tak membuatnya tertarik karena memikirkan nasib bapaknya yang sampai sekarang belum ditemukan.

Terlebih ia dan saudaranya baru dua hari melihat sang bapak berada di rumah setelah bekerja lama sebagai tukang bangunan di Papua selama hampir setahun, kemudian dilanjutkan pembangunan proyek di kawasan Sidoarjo.

"Bapak itu tukang bangunan di Papua dan sering sekali ke sana, kemudian di Sidoarjo, dan baru Kamis (6/4) kembali ke rumah. Dua hari di sini bekerja di sawah yang sekarang sedang menanam cengkih dan padi," tuturnya.

Eny mengaku masih sangat rindu terhadap bapaknya karena selain jarang bertemu, juga merupakan panutan bagi keluarganya.

Selama dua hari tinggal seatap dengan sang bapak, baik Eny, adiknya maupun sang ibu tidak memiliki firasat apapun, termasuk pesan dari sang bapak.

"Tidak ada pesan apapun, tidak ada firasat apapun, tidak ada tingkah laku aneh juga. Bapak itu kalau pulang ke rumah ya selalu ke sawah, sama seperti biasanya," ujar Eny.

Mewakili keluarga, ia berucap terima kasih kepada semua pihak yang berusaha membantu mencari bapaknya yang masih tertimbun. Keluarga juga mengaku ikhlas jika ditemukan dalam kondisi sudah tak bernyawa.

"Kami ikhlas bagaimanapun kondisi bapak. Tapi yang namanya harapan dan keajaiban itu ada," katanya sembari tertunduk mengusap air matanya.

Kakak Beradik Jadi Korban
Dari lima korban yang dinyatakan hilang, ada dua di antaranya adalah kakak beradik, yaitu atas nama Bambang Doni Ardiansyah (23) dan Bayu Ragil Permana (14).

Sesaat sebelum insiden tanah longsor terjadi, keduanya sedang berfoto-foto bersama dua rekan lainnya yaitu Kodri (15) dan Dwi (17) yang keempatnya warga Dusun Sumber Bendo, desa setempat.

"Warga sudah sempat meneriaki mereka agar menjauh karena ada tanah bergerak, tapi mungkin tidak terdengar sehingga mereka ikut jadi korban," kata Wakimin, warga desa setempat.

Informasi tersebut tentu membuat orang tua para korban "shock" dan kaget setelah mendengarnya, bahkan orang tua dari kakak beradik Bambang Doni Ardiansyah (Doni) dan Bayu Ragil Permana (Bayu), nyaris tak bisa berbicara melihat kenyataan yang terjadi karena ditinggal dua anaknya sekaligus.

"Saya berharap ada keajaiban dan petugas menemukan anak-anak saya," kata Martini, sang ibu.

Ditemani suaminya, Askan, ia hanya duduk dan jemarinya terus memegang tasbih sembari mulutnya berucap kalimat Allah tanpa henti.

Kini Martini dan Askan hanya memiliki seorang anak, yaitu Bambang Dani Ardiansyah (Dani) yang merupakan saudara kembar Doni.

"Tidak ada firasat apapun dan semuanya seperti biasa. Mas Doni bersama teman-teman mau memotret di dekat lokasi karena memang sudah mendengar ada potensi longsor di sana," ujar Dani, yang saat ini masih berkuliah di Universitas Muhammadiyah Gresik.

Sedangkan, kakaknya Doni, sudah berstatus sarjana, kemudian adiknya, Bayu, masih di bangku SMP. Dua korban lainnya yaitu Kodri merupakan siswa kelas 1 SMA, dan Dwi sehari-hari duduk di bangku kelas 3 SMA yang seharusnya pekan ini mengikuti ujian nasional berbasis komputer (UNBK) tahun pelajaran 2017.

Wagub Pimpin Tahlil
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf memimpin doa bersama dan tahlil korban tanah longsor di kediaman keluarga korban Paidi di Dusun Njati, Senin (10/4) malam.

"Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan dikuatkan dengan ujian dari Allah SWT," ujar Gus Ipul, sapaan akrab Wagub Jatim, di sela doa dan tahlil.

Menurut dia, bagaimanapun keadaan korban semoga diberi yang terbaik dan kehadirannya mampu memberi suntikan moral kepada keluarga korban sehingga tetap tabah menjalani ujian ini.

Hadir dalam kesempatan tersebut mengikuti doa dan tahlil adalah keluarga, beberapa tetangga serta petugas dari tim SAR maupun relawan.

Selain di kediaman Keluarga Paidi, Gus Ipul yang didampingi Kepala BPBD Jatim Sudarmawan, Komandan Kodim 0810 Nganjuk Letkol (Arh) Sri Rusyono juga berdoa bersama di kediaman seluruh korban hilang, yaitu Doni dan adik kandungnya Bayu, kemudian Kodri dan Dwi.

Musibah tanah longsor terjadi di Dusun Dolopo, Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, tepatnya di area Gunung Wilis dengan ketinggian sekitar 10 meter, Minggu (9/4) sekitar pukul 14.00 WIB.

 Longsor terjadi dengan luas sekitar 3 hektare, sementara secara keseluruhan yang rawan ada sekitar 7 hektare yang di lokasi mayoritas ditanami cengkih serta mangga.(*)
Video oleh: Fiqih A

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017